Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 24 September 2016

Demo di Balaikota Bogor, Majelis Mujahidin dan Ormas Anti-Syiah Minta Asyuro Dilarang


IslamIndonesia.id – Demo di Balaikota Bogor, Majelis Mujahidin dan Ormas Anti-Syiah Minta Asyuro Dilarang

 

Sekelompok orang yang menyebut dirinya dari Majelis Mujahidin dan ormas Anti-Syiah meminta Walikota Bima Arya melarang kegiatan Asyuro di Bogor. Dengan membawa spanduk mengecam Syiah, mereka melakukan demo di balaikota menuntut agar Presiden Jokowi juga tidak memberi izin kegiatan Asyuro di tanah air.

“Kita minta kepada aparat pemerintah, yang dekat dengan Jokowi. Tolong sampaikan keluhan kita, kita ini anak bangsa yang ingin negara kita damai dan aman. Jangan sampai diacak-acak oleh kelompok sesat yang ternyata kaki tangan yahudi, orang-orang kafir,” kata salah satu demonstran, Wilyudi, ketika berorasi di Balaikota Bogor seperti dikutip Kantor Berita Radio, Jumat (22/09).

[Baca –Azyumardi Azra: Ribu-ribut Suni Syiah Rugikan Islam dan Indonesia]

Wilyudi meminta agar walikota tidak lengah seperti tahun lalu. Pada tahun lalu, kata Wilyudin, perayaan Asyura nasional hampir diselenggarakan di Kota Bogor. “Tahun lalu, kelompok Syiah hampir berpusat di sini (Kota Bogor) tahun ini kami meminta walikota tidak lengah,” katanya.

Seperti diketahui, tahun 2015, Walikota Bima Arya menerbitkan surat edaran yang melarang masyarakat Kota Bogor menyelenggarakan Asyura atas alasan keamanan dan ketertiban. Kebijakan ini pun mendapat keberatan dari berbagai kalangan, apalagi dikeluarkan oleh kader partai nasionalis ‘PAN’ sekaligus akademisi Paramadina, – universitas yang selama ini menjunjung tinggi kebhinekaan.

“Diterbitkanya surat edaran pelarangan itu karena adanya keberatan dari warga, karena jika tetap diadakan perayaan Asyura maka akan terjadi konflik sosial di Kota Bogor,” kata Bima menjawab orang-orang yang mempertanyakan kebijakannya itu.

[Baca: Sentil Bima Arya, Bupati Purwakarta: Budaya Sunda Ajarkan Toleransi]

Kegiatan Asyuro merujuk pada tradisi peringatan haul cucu Nabi Muhammad, Husain Bin Ali Bin Abi Thalib. Tradisi haul ini diselenggarakan tiap bulan Muharram di berbagai negara. Di Indonesia sendiri, tradisi ini mengakar secara kultural di berbagai daerah seperti ‘Bubur Suro’ di Jawa. Menurut Tokoh Nahdlatul Ulama asal Boyolali, KH. Muhammad Solikhin , kata “Suro” merupakan sebutan bagi bulan Muharram dalam masyarakat Jawa. Kata tersebut sebenarnya berasal dari kata “Asyuro” dalam bahasa Arab yang berarti “sepuluh”, yakni tanggal 10 bulan Muharram.

Dalam karyanya, ‘Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa’ (2010), Kiai Solikhin menjelaskan dua tafsir bubur Suro yang umumnya terdiri dari dua warna ini. “(Pertama) untuk mengenang kesyahidan, maka dibuatlah sedekah dalam bentuk bubur merah dan putih sebagai simbol keberanian Husain membela kebenaran. Ada juga yang menafsirkan bubur merah dan putih sebagai simbol dari Hasan-Husain sebagai cucu kesayangan Rasulullah sehingga dalam kenduri yang berhubungan dengan kelahiran anak, umumnya kedua macam bubur ini disajikan.”

Salah satu yang meminta dilarangnya haul cucu Nabi di Bogor ialah Muhammad Abu Jibril yang hadir sebagai Wakil Amir Majelis Mujahidin. Nama Abu Jibril, menurut Tempo, pernah disebut-sebut dalam tragedi bom bunuh diri di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, keduanya di Jakarta, pada 2009.  Selain Abu Jibril, hadir juga Ketua Aliansi Anti-Syiah Bogor Nur Sukma, seorang pejabat negara Najamudin dari DPRD Kota Bogor dan beberapa perwakilan ormas lain. []

[Baca: Ayah Kombatan An-Nusra yang Tewas di Suriah Minta Asyuro Dilarang di Bogor]

 

YS/IslamIndonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *