Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 30 April 2024

4 Nasihat Penting Malaikat Jibril kepada Rasulullah


islamindonesia.id – Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda: “Jibril mendatangiku lalu berkata, ‘Wahai Muhammad. Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya, dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.‘ Kemudian dia berkata, ‘Wahai Muhammad. Kemuliaan seorang Mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia.” (HR. Ath-Thabarani)

Hadis ini berisi wasiat penting yang disampaikan oleh makhluk paling mulia di langit yang ditujukan untuk manusia terbaik di muka bumi, Nabi Muhammad saw. Wasiat berisi prinsip-prinsip hidup yang bermanfaat untuk menjadi bahan renungan dan muhasabah bagi kita.

Pesan Pertama: Hiduplah sesukamu, tapi ingat, engkau pasti akan mati.

Secara sederhana, konsep dasar manusia dirumuskan dalam satu kalimat, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Konsep ini memang kelihatan sederhana, tapi menjawab persoalan penting yang dimiliki seorang anak manusia; tentang darimana dia berasal dan akan ke mana terakhir berlabuh.

Manusia tidak seperti robot yang tidak memiliki kebebasan selain mematuhi setiap perintah pembuatnya tanpa membantah. Tapi manusia berbeda, meski tujuan awal diciptakan untuk ibadah tapi manusia dibekali akal dan naluri.

Akal inilah yang seringkali memiliki agenda sendiri ketika melakukan suatu perbuatan, bahkan tidak jarang yang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya.

Untuk merealisasikan tujuan penciptaannya itu akal dibantu oleh kitab suci yang dibawa oleh para utusan Allah yakni Nabi dan Rasul.

Maka, kata …’isy maa syi’ta fa innaka mayyitun, menunjukkan peran dan kemampuan akal kita untuk bisa berbuat apapun, bahkan untuk melakukan sesuatu yang sejatinya itu menyimpang dari tujuan diciptakannya manusia.

Akan tetapi, di sisi lain seorang manusia dihadapkan pada satu kenyataan yang tidak bisa dibantah, dia pasti akan mati. Dengan kata lain, pesan ini menggiring kita untuk berpikir sesuai alur logika sunnatullah.

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”  (QS. Al-A’raf:34)

Manusia memang diberi kemampuan akal yang hebat, dan dengan itu dia bisa bebas untuk melakukan apapun, tapi jangan lupa kematian pasti hadir menjemput, dan nasib setelah kematian manusia itu berbanding lurus dengan perbuatannya di dunia.

Semangat atau tidaknya dia beramal shalih juga sebanding dengan keyakinanya pada sesuatu yang ghaib tak kasat mata, seperti adanya alam barzakhyaumul ba’ts, hari kiamat, serta adanya surga dan neraka. Semakin tebal keyakinannya, semakin dia beramal shalih. Begitupun sebaliknya, semakin tipis keyakinan atau keimanannya, semakin sedikit semangatnya.

Pesan Kedua: Cintailah siapapun yang kau kehendaki, tapi kau pasti akan berpisah dengannya.

Cinta adalah sebuah kata yang sulit dicarikan definisinya, tapi bisa dirasakan kehadirannya. Di satu sisi bisa menjadi penguat dalam ketaatan, di sisi lain bisa menjerumuskan dalam jurang kedurhakaan.

Setiap orang adalah budak bagi yang dicintainya. Atas nama cinta dia akan melakukan apapun agar yang dicintainya ridha kepadanya.

Semakin besar cinta seseorang kepada sesuatu, maka seperti itulah dia akan merasakan sakitnya ketika dia berpisah atau ditinggal oleh sang kekasih.

Sungguh menarik untaian nasihat dari Imam Ali bin Abi Thalib untuk kita renungi:

اَحْبِبْ حَبِيْبَكَ هَوْنًا مَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ بَغِيْضَكَ يَوْمًا مَا

وَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًا مَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ حَبِيْبَكَ يَوْمًا مَا

Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya saja, bisa jadi suatu hari nanti, dia menjadi orang yang paling kamu benci. Dan bencilah seseorang sekadarnya saja, karena bisa jadi suatu hari nanti dia menjadi orang yang paling kamu cinta.”

Seorang Muslim harus menjadikan puncak cinta dan seluruh ambisinya hanya ditujukan untuk Allah semata. Kalau dia sudah sampai pada derajat itu, maka dia tidak akan pernah kecewa terhadap urusan dunia.

Pesan Ketiga: Berbuatlah sesukamu, tapi semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.

Semenjak seorang anak masuk pada usia baligh, maka otomatis dia menjadi mukallafMukallaf artinya terkena beban kewajiban, berarti setiap apapun yang dilakukan akan ada pertanggungjawabannya di sisi Allah.

Firman Allah: فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah:7-8)

Semua yang ada di jagad raya ini tidak akan pernah lepas atau luput dari pengamatan Allah. Apapun yang kita lakukan, baik yang diketahui manusia maupun secara sembunyi-sembunyi di dalam ruangan dengan tujuh lapis tembok, bahkan di perut sekalipun, Allah pasti akan tahu.

Pesan Keempat: Kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada bangunnya di malam hari dan keperkasaannya dilihat dari ketidakbutuhannya terhadap manusia.

Semua bentuk ibadah mahdhah dalam jenis apa pun, semisal shalat, sujud, sedekah, infaq, zakat, haji banyak orang bisa melakukannya, bahkan orang fasik sekalipun. Namun ada satu ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh orang shalih dan tidak akan pernah bisa dilakukan oleh orang fasik, zalim atau munafik.

Ibadah itu bernama qiyamullail. Sanggup berlama-lama beribadah di malam hari, bermunajat, memohon ampun dengan mencucurkan air mata pada saat manusia terlelap di alam mimpi, tidak atas paksaan siapa pun, melainkan murni ketertarikannya hanya kepada Allah.

Selanjutnya keperkasaan seseorang adalah ketika tidak berharap apa pun kepada manusia, istighna’uhu ‘aninnaas … segala hal yang kita sandarkan kepada selain Allah ketika tidak terwujud, seringkali berujung pada kekecewaan.

Akan tetapi, ketika kita menyerahkan semua urusan kepada Allah, maka apa pun yang terjadi, kita tidak akan kecewa, karena kita yakin apa yang Allah berikan kepada kita adalah yang terbaik.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *