Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 09 October 2016

KOLOM – MEMAHAMI ISLAM: Makna Adil


abdillah toha, memhami islam, makna adil

IslamIndonesia.id – KOLOM — MEMAHAMI ISLAM: Makna Adil

 

oleh: Abdillah Toha

Sikap berkeadilan adalah salah satu fondasi yang sangat penting dalam Islam. Tidak selalu mudah bersikap adil. Adil bukan hanya penting bagi hakim, jaksa, pengacara, dan penegak hukum, tapi penting bagi semua makhluk Allah, khususnya manusia. Adil terhadap kawan dan lawan, adil dalam hubungan dengan anggota keluarga, adil terhadap bawahan dan karyawan,  adil terhadap murid dan guru, adil terhadap pemimpin, adil dalam bernegara, dan bahkan adil terhadap Tuhan. Adil juga bukan hanya dalam sikap dan keputusan, tetapi juga dalam perbuatan, dalam berbicara, dalam menilai pihak lain, dalam beropini, dan dalam membeberkan fakta yang obyektif.

Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang adil adalah yang menginginkan segala apa yang disukainya dimiliki juga oleh orang lain dan tidak menginginkan segala yang tidak disukainya bagi orang lain.

[Baca: KAJIAN – Membincang Keadilan Tuhan (Bagian Pertama)]

Adil mengandung sikap jujur dan berani menghadapi risiko melawan kebatilan. Adil yang berasal dari bahasa Arab ‘adl sangat ditekankan oleh alQuran dalam banyak ayatnya. Adil punya banyak arti yang saling berkait. Adil berarti berdiri ditengah. Kata wasit berasal dari wasth yang berarti tengah. Adil adalah menempatkan segala sesuatu ditempatnya. Adil adalah seimbang. Susunan tata surya diciptakan dengan mencerminkan sifat allah Yang Maha Adil dimana setiap bagiannya ditempatkan pada tempat yang semestinya dengan seimbang. Tanpa keadilan semua sistem pada saatnya akan runtuh. Tanpa azas keadilan Ilahi, seluruh jagad raya ini akan hancur berantakan.

Adil tidak berarti membagi rata segalanya kepada setiap orang. Adil adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Adil adalah membuka kesempatan dan peluang yang sama kepada setiap orang tanpa pandang bulu. Lawan adil adalah zalim yang dalam arti umum berarti sikap menindas dan arti sebenarnya adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Begitu tingginya akhlak Rasulullah SAW sehingga beliau memerintahkan agar setiap mukmin berlaku adil terhadap yang dizalimi dan yang menzalimi. Adil terhadap yang menzalimi berarti membantu orang yang zalim agar mau dan dapat berhenti dari perbuatan zalimnya.

Sikap adil juga harus diperlakukan kepada diri kita sendiri. Allah menggambarkan dosa sebagai sifat tidak adil terhadap diri. Berbuat dosa berarti menzalimi diri sendiri seperti dalam berbagai firman Allah: “Dan Kami tidaklah menzalimi mereka tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang”. (QS Huud:101) Ketika kita berbuat dosa sebenarnya kita telah menganiaya dan mengotori diri sendiri yang secara fitrah dilahirkan sebagai diri yang suci dan bebas dari perbuatan buruk.

Adil terhadap tubuh kita berarti menjaga karunia Allah atas kesehatan badan. Makan dan minum tidak berlebihan, memasukkan makanan dan minuman yang baik kedalam tubuh, berolah raga, dan menjaga kebersihan.

Allah juga memperingatkan kita agar jangan sampai kebencian  kita kepada suatu kaum membuat kita berlaku tidak adil kepadanya. “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Maaidah: 8). Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk tetap bersikap adil bahkan kepada musuh kita, tawanan perang, orang berbeda agama dan keyakinan, serta mereka yang tidak kita sukai. Islam bahkan melarang kita membenci orang atau kelompok orang, siapapun dia, karena mereka juga ciptaan Allah. Bila harus membenci, maka perbuatan buruknyalah yang menjadi sasaran kebencian kita. Bukan pelakunya.

Al-Muqsit yang berarti Yang Maha Adil adalah salah satu nama Allah dalam rentetan sifat muliaNya. Ada juga riwayat lain yang mengatakan bahwa Al-Adl  juga nama Allah. Kemaha-adilan Allah ditunjukkan dengan diberikannya kehendak bebas kepada manusia dalam batasan Sunnatullah dan Allah hanya memberi ganjaran dan hukuman sesuai dengan amalan dan perilaku baik dan buruk yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Allah juga tidak membebani manusia diluar kemampuannya untuk memikul beban itu. “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”. (QS. 4:40).

Berbicara, menulis, berkomentar, dan menilai seseorang harus dilakukan dengan adil. Tidak mencampur adukkan fakta dengan opini. Kadang-kadang kata-kata yang keluar dari benak dan mulut manusia bisa lebih melukai dari aniaya fisik. Allah memerintahkan :  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, [QS. AL AHZAB 33:70]

Hakim dalam memvonis, jaksa dalam menuntut, pengacara dalam membela klien, semuanya harus mendahulukan azas keadilan. Tidak dibenarkan mengambil keputusan pada setiap perkara dalam keadaan marah dan emosi, atas dasar kebencian atau untuk kepentingan pengambil keputusan. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS 4:135)

Bersikap adil terhadap mereka yang bekerja untuk kita adalah sebuah keniscayaan. Memberikan penghasilan yang cukup dan menempatkan karyawan di tempat yang tepat sesuai dengan keahliannya serta membagi sebagian keuntungan kepada karyawan yang ikut menyumbang perolehan keuntungan itu juga mencerminkan sikap yang adil. Keridhaan dari Allah, kebahagiaan karyawan, dan suasana kerja yang harmonis akan dengan sendirinya membawa keberkahan bagi kemajuan usaha.

Keadilan adalah juga fondasi kuat untuk bernegara bila ingin menjaga kelanggengan negara ataupun mewujudkan kebahagiaan bagi rakyatnya. Negara makmur tidak menjamin kestabilan dan kesejahteraan rakyatnya bila kemakmuran hanya dinikmati oleh segelintir warga negaranya. Sebaliknya, rakyatpun harus juga bersikap adil terhadap pemimpinnya dengan memberi dukungan bila pemimpin berbuat baik dan mengoreksi serta meluruskannya bila pemimpin telah melenceng dan menyimpang dari jalan yang benar.

Prinsip keadilan merupakan bagian penting  dalam ideologi negara Republik Indonesia. Bahkan kata-kata adil adalah satu-satunya kata yang disebut dua kali dalam Panca Sila pada sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima ” Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nabi bersabda “Orang yang jaraknya terdekat dengan Allah di hari kiamat adalah penguasa yang adil, dan yang jaraknya terjauh dari rahmat Allah adalah penguasa yang zalim”

Terakhir, bagaimana kita bersikap adil terhadap Yang Maha Kuasa? Tidak lain adalah dengan meng-esakanNya, menempatkanNya di tempat yang termulya, terus menerus bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan olehNya, dan tidak memberikan sifat atau mengambarkanNya kecuali dengan apa yang kita ketahui dari yang diwahyukan dalam Quran dan disampaikan oleh junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Mengapa? Karena yang paling mengenal Allah hanyalah Allah sendiri dan kitapun mengenalNya hanya dari apa yang diajarkan olehNya kepada kita.[] AT- 09-10-2016

 

[Baca: OPINI – MEMAHAMI ISLAM: Makna Allahu Akbar]

 

 

IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *