Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 14 December 2016

BUDAYA – Kraton Yogya Gelar Maulid Nabi, Mengapa Dinamakan ‘Sekaten’?


islamindonesia.id – BUDAYA – Kraton Yogya Gelar Maulid Nabi, Mengapa Dinamakan ‘Sekaten’?

 

Memasuki bulan Rabiul Awal dari Hijriah, upacara ritual di Kraton Yogyakarta digelar sebagaimana setiap tahunnya. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam.

Dalam sejarahnya, upacara Sekaten diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW. Dan dalam kalender Jawa, Rabiul Awal biasanya disebut bulan Maulud. Sejumlah tafsir mengenai asal mula nama Sekaten.

Ziarah ke Makam Islam Tertua di Jawa, Siti Fatimah dan Sayyid Husein Akbar

Di antarannya, kata ‘sekaten’ berasal dari kata sekati. Yaitu, nama dari dua perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta yang bernama Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tafsir lainnya, ‘sekaten’ berasal dari kata suka dan ati yang berarti suka hati atau senang hati. Hal ini didasarkan bahwa pada saat menyambut perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, orang-orang dalam suasana bersuka hati.

Pendapat lain mengatakan bahwa sekaten berasal dari kata syahadatain, yang maksudnya dua kalimat syahadat yang diucapkan ketika seseorang hendak memeluk agama Islam. Pendapat ini didasari bahwa pada jaman dahulu upacara sekaten diselenggarakan untuk menyebarkan agama Islam.

Sejatinya, Sekaten yang merupakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad ini digelar oleh dua keraton ‘anak’ kerajaan Mataram, yakni Ngayogyakarto Hadiningrat (Yogyakarta) dan Surakarta Hadiningrat (Solo). Terdapat sejumlah kesamaan dan perbedaan dalam upacara di dua keraton tersebut.

Peneliti: Dimensi Mistis Islam Jawa Bukan dari Hindu

Menyimak sejarah versi masing-masing, ditemukan kenyataan bahwa kedua keraton berbagi cerita sejarah mengenai asal-muasal lahirnya tradisi Sekaten tersebut, yakni dimulai pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16), dan merupakan sebentuk upaya dakwah yang dilakukan para Wali melalui pendekatan seni-budaya.

Nafas seni-budaya sangat terasa dalam ritual upacara adat-keagamaan ini, di mana gamelan menjadi unsur penting di kedua keraton. Di keraton Yogya, gamelan Skaten terdiri dari dua perangkat, yakni gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Di keraton Surakarta, dua perangkat gamelan yang menjadi bagian dalam ritual Sekaten bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari.

Di dua keraton tersebut, sejak beberapa hari sebelum 12 Robiul Awal (Maulud) gamelan akan dimainkan. Bedanya, di keraton Yogya, prosesi dimulai pada tanggal 6 Rabiul Awal (Maulud), sementara di keraton Surakarta sehari lebih awal, yakni 5 Rabiul Awal (Maulud).

Adapun, acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW) mulai jam 08.00 hingga 10.00 WIB. Dengan dikawal oleh 10 macam bregada (kompi) prajurit Kraton: Wirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Surakarsa, dan Bugis.

Sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan, dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka.

Bagian gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.[]

Sambut Bulan Muharram, Mengapa Masyarakat Jawa Menyebutnya ‘Suro’?

 

YS / islam indonesia / dari berbagai sumber / foto: krjogja.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *