Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 19 January 2017

Sebut Urgensi Counter-Ideology, Kapolri: “Sayangnya yang Moderat Cenderung Diam”


islamindonesia.id – Sebut Urgensi Counter-Ideology, Kapolri: “Sayangnya yang Moderat Cenderung Diam”

 

Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, upaya penanggulangan terorisme tidak akan berhasil jika hanya dilakukan melalui ranah penegakan hukum. Menurut Tito, saat ini diperlukan adanya ideologi tandingan yang bersifat moderat untuk meredam maraknya penyebaran pemahaman radikalisme di masyarakat.

“Terorisme tidak bisa ditangkal hanya dengan menangkap dan menembak pelaku. Counter ideologi dilakukan dengan memoderasi narasi radikal mereka,” ujar Tito dalam acara diskusi ‘Simposium Deradikalisasi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (19/1).

[Baca juga – Kapolri Anyar Tito: Terorisme, Intoleransi, Fokus Utama Saya]

Tito menuturkan, peran para ahli agama sangat diperlukan untuk membantu pemerintah memberantas terorisme. Pasalnya, penyebaran paham radilkal kerap dilakukan oleh kelompok teroris melalui narasi ideologi dengan mengutip ayat-ayat kitab suci yang multitafsir.

Dia mencontohkan konsep Islam Nusantara di kalangan Nahdlatul Ulama merupakan salah satu contoh ideologi tandingan. Jika dilakukan secara intensif, kata Tito, maka konsep Islam Nusantara mencegah upaya radikalisasi kelompok teroris.

“Bisa juga dengan penyebaran ideologi tandingan contoh Islam Nusantara. Ini yang harus intens karena Islam Nusantara itu kan moderat dan berlandaskan kearifan lokal,” tutur Tito.

[Baca juga –  Pidato Maulid Nabi di Pekalongan, Mufti Suriah: Teladan dari Rasul Mengasihi Bukan Mengebom]

Namun, Tito menyayangkan penyebaran ideologi tandingan tersebut terkendala dengan adanya fenomena silent majority. Meski kelompok moderat jumlahnya banyak, tetapi mereka cenderung diam ketika menemukan paham radikalisme menyebar di masyarakat.

Pada kesempatan yang sama, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, program deradikalisasi yang penting dilakukan adalah kontra wacana. Cara tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah Spanyol untuk meredam kelompok radikal yang menggunakan ayat-ayat kitab suci.

“Ini sama seperti di Indonesia. Wacana yang diturunkan membutuhkan interpretasi dan monolitik. Tapi di sini tidak ada yang melawan. Maka NU dan Muhammdiyah yang paling berpotensi karena umatnya banyak,” ujar dia.

[Baca juga: Singgung GNPF-MUI, Kapolri Sebut Ada Upaya Gerakan Transnasional Manfaatkan MUI]

 

YS/ islam indonesia/ sumber: kompas.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *