Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 28 January 2017

Presiden: Hati-hati dengan Perang Informasi, Negara Bisa Lemah Akibat Persepsi


islamindonesia.id – Presiden: Hati-hati dengan Perang Informasi, Negara Bisa Lemah Akibat Persepsi

 

Di depan 1.106 siwa SMA Taruna Nusantara dari seluruh Indonesia, Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa di era keterbukaan ke depan persaingan antarnegara termasuk antar sumber daya manusianya akan semakin ketat dan sengit.

“Nanti (keterbukaan) sudah antar kawasan, bisa di kawasan ASEAN dan kawasan Uni Eropa, bisa. Keluar masuk semuanya bebas, tidak pakai KTP, tidak pakai paspor,” kata presiden, di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (27/1) sore seperti dilansir setkab.go.id.

Artinya, lanjut Presiden, bangsa Indonesia harus siap, tidak hanya harus pintar tetapi juga perlu keberanian untuk berkompetisi.

Presiden menjelaskan, saat ini penguasan sebuah negara tidak lagi dengan menguasai teritori atau wilayahnya melainkan menguasai sumber daya alam maupun sumber-sumber ekonominya.

“Perangnya bukan perang fisik lagi ke depan, tapi perang budaya. Hati-hati, perangnya sudah perang informasi sehingga negara tertentu menjadi lemah karena sebuah persepsi,” katanya.

[Baca juga- Menkominfo: Lebih 700 Ribu Situs Internet Sebarkan Berita Palsu]

Oleh sebab itu, tegas Presiden, dibutuhkan sebuah jiwa dan nilai-nilai yang baru. Yang akan dibangun ke depan, lanjutnya, bukan anak-anak yang manja tapi anak-anak yang siap untuk bertarung, berkompetisi, atau bersaing dengan siapapun.

Meski demikian, Presiden mengajak siswa-siswi SMA Taruna Nusantara untuk tidak takut. Ditegaskan Presiden, bangsa Indonesia harus optimistis dalam memenangkan kompetisi tersebut karena sudah menyiapkan diri.

“Tidak perlu takut, tidak perlu khawatir,” katanya.

[Baca juga: Sebagian “Berita Aleppo” Provokatif, Pelajar Indonesia di Suriah Rilis 15 Pernyataan Resmi]

Seperti diketahui, salah satu gejala informasi yang disorot akhir-akhir ini ialah gelombang berita palsu atau hoax. Menurut pengamat sosial-politik, Komaruddin Hidayat,  fenomena  ini yang tampaknya semakin akut menghinggapi masyarakat Indonesia, bagaikan penyebaran pornografi atau narkoba.

Orang menjadi addicted atau kecanduan mengonsumsi dan melakukan sesuatu yang dirasakan mengasyikkan, namun merusak diri dan masyarakat.

“Siklus penyebaran virus hoax ini terjadi biasanya setiap menjelang pemilu dan pilkada. Diluar itu, juga sering kita dengar terjadi di lingkaran dunia bisnis dan selebriti akibat persaingan yang tidak sehat,” katanya di harian Sindo beberapa waktu lalu.

Jebolan Ponpes Pabelan Magelang ini menyebut, mereka yang menyebarkan kebohongan, – antara lain dengan memutarbalikkan fakta -, karena motif cemburu dan kebencian.

Namun yang menonjol dalam persaingan politik untuk memperebutkan jabatan kekuasaan, sejak dari jabatan presiden, gubernur, bupati, atau wali kota.

“Akibat hoax, masyarakat bisa terbelah saling curiga dan mencaci yang lain gara-gara berbeda pilihan politiknya,” katanya.

Suasana batin masyarakat semakin panas ketika penyebaran hoax dibumbui atau sengaja dikemas dengan melibatkan emosi dan simbol keagamaan, termasuk ayat-ayat kitab suci. Padahal sangat mungkin itu sengaja dibuat oleh buzzers yang motifnya hanya cari uang.

“Mereka tega mengadu domba dan membodohi masyarakat, bukannya mendidik dan mencerdaskan masyarakat,” katanya.[]

[Baca juga:  Komaruddin Hidayat: Ironis, Ada yang Doyan Sekali dengan Hoax Demi Sensasional]

 

YS/ islamindonesia/ Foto: setkab.go.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *