Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 19 January 2017

Pondok Gontor, Toleransi, Perekat Umat di Mata Cak Nun dan Kiai Hasan


islamindonesia.id – Pondok Gontor, Toleransi, Perekat Umat di Mata Cak Nun dan Kiai Hasan

 

Pimpinan Pondok Modern Darusalam Gontor KH Hasan Abdullah Sahal menyebut, hampir semua aspek di Ponpes Gontor  mengandung pembelajaran toleransi. Tidak hanya itu, pendidikan pondok yang berdiri sebelum Indonesia merdaka ini juga tak lepas dari semangat kebangsaan.

“Bayangkan, toleransi di Gontor itu ada di hati, pikiran, tugas, fasilitas, hampir semua aspek,” kata Kiai Hasan, seperti dilaporkan republika.co.id (18/1)

Toleransi, lanjut jebolan Al Azhar Mesir ini, tidak cuma ditunjukkan santri-santri Gontor atas perbedaan agama satu dengan yang lain, melainkan perbedaan yang ada di satu agama. Semisal, penggunaan qunut atau tidak di shalat subuh berjamaah, akan berjalan biasa saja tanpa ada gejolak.

[Baca juga: Mengenal Idham Chalid, Tokoh yang Wajahnya Diabadikan di Pecahan Uang Baru]

Kiai Hasan menuturkan, qunut yang sempat menjadi salah satu masalah besar mengingat perbedaan yang ada dari dua ormas besar di Indonesia, tidak sama sekali jadi masalah di Gontor. Malah, orang-orang yang mempermasalahkan penggunaan qunut atau tidak, akan menjadi orang yang dianggap perusak toleransi.

“Itu karena mereka tidak memiliki egoisme sama sekali, jika ada yang ribut justru itu yang akan ditangkap karena merusak toleransi,” katanya.

Tak heran, semangat kebangsaaan juga melekat dalam pendidikan santri di pondok ini. Baik  itu tercermin dalam pengibaran bendera Indonesia hingga “misi besar” sebagai perakat umat, khususnya Islam Indonesia.

“Saya masih ingat, K.H. Imam Zarkasyi (salah satu pendiri Gontor) sering mengatakan bahwa tugas kita adalah menjadi perekat umat, ” kata budayawan kondang Emha Ainun Najib ketika menghadiri Syukuran 90 Tahun Pondok Gontor September lalu seperti lansir gontor.ac.id.

Pria yang pernah nyantri di Gontor dan akrab disapa Cak Nun ini juga mengatakan, “Saya mengucapkan kebahagiaan kepada kampung dan rumah kedua saya ini, Pondok Modern Gontor. Pondok ini benar-benar dibutuhkan untuk menjadi pemantul cahaya Allah bagi seluruh umat Islam dan Republik Indonesia. Kita semua berharap Gontor benar-benar mampu menjawab tantangan umat Islam dan tantangan yang menimpa bangsa Indonesia saat ini,”

[Baca juga –Menag Lukman: Jadikan Agama Perekat Integrasi dan Penguat Toleransi]

Seluruh kehidupan di pondok yang santrinya dari berbagai penjuru tanah air dan luar negeri ini didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat disimpulkan dalam Panca Jiwa. Dan Panca Jiwa merupakan lima nilai yang mendasari kehidupan Pondok Modern Gontor; Keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah islamiyah, jiwa bebas.

Gontor.ac.id menjelaskan soal jiwa Ukhuwah Islamiyah bahwa, “Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala suka dan duka dirasakan bersama dalam jalinan ukhuwwah Islamiah.”

Tidak ada dinding yang dapat memisahkan antara mereka. Ukhuwah ini bukan saja selama mereka di Pondok, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan ummat dalam masyarakat setelah mereka terjun di masyarakat.

“Ya… Allah, jadikanlah rumah dan kampung halaman keduaku ini, Pondok Modern Darussalam Gontor, sebagai utusan-Mu, duta-Mu yang Engkau pandu menjadi satu sistem budaya, satu sistem ilmu, satu sistem sosial, dan satu sistem ideologi, yang tidak berpihak ke timur maupun ke barat, sehingga terpadu di satu titik, menjadi kiblat sejati bagi peradaban yang akan datang,”  kata Cak Nun mendoakan pondoknya itu.

[Baca juga- Cak Nun: Kalau Ada Pemimpin Adil,  Ya Tidak Bisa Disebut Kafir Dong]

 

YS/ islam indonesia/ foto: gontor.ac.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *