Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 12 October 2016

Ormas FUI Minta Asyura Dibubarkan, Polisi: Kegiatan Ini Dilindungi Undang-undang


IslamIndonesia.id – Ormas FUI Minta Asyura Dibubarkan, Polisi: Kegiatan Ini Dilindungi Undang-undang

 

Sebanyak 780 personel kepolisian melakukan penjagaan ketat di lokasi kegiatan Asyuro seiring adanya unjuk rasa meminta kegiatan haul cucu Nabi itu dibubarkan. Pengamanan dilakukan untuk mencegah ormas yang menamakan dirinya Forum Umat Islam Jawa Tengah membubarkan acara yang dihadiri oleh masyarakat dari berbagai daerah itu.

Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Abiyoso Seno Aji, terlihat memimpin pengamanan di lokasi. Abiyoso mengatakan, kegiatan tersebut sudah dilindungi Undang-undang sehingga sudah menjadi kewajibannya untuk menjaga keamanan di lokasi kegiatan.

“Kegiatan dilindungi Undang-undang, maka kami punya kewajiban melindungi. Kalau ada yang nekat berinisiasi membubarkan, maka berhadapan dengan kami,” tegas Abiyoso seperti dikutip detik.com (11/10)

Pengamanan dilakukan di Jalan Layur yang mengarah ke lokasi acara di Jalan Bom Lama. Sebagian pengunjuk rasa terlihat menggunakan kendaraan bermotor sambil membawa bendera dengan tulisan Arab. Polisi bersenjata lengkap berjaga dan memeriksa setiap mobil yang datang. Mobil yang melintas diwajibkan membuka jendela dan jika isinya dari pihak kontra, maka akan langsung dialihkan.

“Kami menyayangkan kenapa acara itu dibolehkan. Kalau dibolehkan berarti aparat membiarkan muncul benih konflik. Harusnya dicegah,” kata Muhammad Lutfi yang mengaku Humas FUI Semarang.

[Baca: Benarkah Ritual Sakral Suro Tergolong Lelaku Syirik seperti Kata Wahabi?]

Adapun di lokasi acara, ratusan polisi termasuk anggota Sabhara Polda Jateng melakukan pengamanan dan disebar di beberapa titik. Wakil ketua panitia, Husein Ridho mengatakan pihaknya sudah mengantongi izin yang diperlukan dan menyerahkan masalah keamanan kepada kepolisian.

“Izin sudah masuk, dari Polres maupun Polda. Kalau ada gangguan kita serahkan ke aparat, acara akan tetap berjalan,” kata Ridho.

Kegiatan Asyuro merujuk pada tradisi peringatan haul cucu Nabi Muhammad, Husain Bin Ali Bin Abi Thalib. Tradisi haul ini diselenggarakan tiap 10 Muharram di berbagai negara. Di Indonesia sendiri, tradisi ini mengakar secara kultural dan dilakukan dalam berbagai bentuk peringatan. Di Jawa misalnya, tradisi ‘bubur Suro’ masih didapatkan di sejumlah daerah. Menurut Tokoh Nahdlatul Ulama asal Boyolali, KH. Muhammad Solikhin , kata “Suro” merupakan sebutan bagi bulan Muharram dalam masyarakat Jawa. Kata tersebut sebenarnya berasal dari kata “Asyuro” dalam bahasa Arab yang berarti “sepuluh”, yakni merujuk pada tanggal 10 bulan Muharram.

Di acara yang diadakan di masjid ini, Ridho menjelaskan rangkaian acara mereka yang diawali dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. “Acara akan diisi ceramah inti, baca Alquran. Dibuka lagu kebangsaan dan diakhiri Bagimu Negeri. Penceramah Ustad Ahmad Baraqbah dari Pekalongan,” katanya []

 

[Baca: Sambut Bulan Muharram, Mengapa Masyarakat Jawa Menyebutnya ‘Suro’?]

 

YS/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *