Satu Islam Untuk Semua

Friday, 13 January 2017

Haul Gus Dur ke-7 di Tehran, Peneliti Iran Bicara Soal Pemikiran Abdurahman Wahid


islamindonesia.id – Haul Gus Dur ke-7 di Tehran, Peneliti Iran Bicara Soal Pemikiran Abdurahman Wahid

 

Bersama sejumlah warga Indonesia yang ada di Iran, Gusdurian Tehran menyelenggarakan peringatan wafatnya KH. Abdurahman Wahid ke-7 pada Kamis malam (12/1). Tidak hanya itu, peneliti pusat riset Iran “Encyclopedia Islamica Foundation” Prof. Mahmoudreza Esfandiyar dilaporkan hadir memberi refleksi atas pemikiran presiden Indonesia ke-4 itu.

“Abdurrahman Wahid bukan hanya tokoh Islam tingkat nasional Indonesia, tapi juga dunia,” kata Esfandiyar yang juga rektor Universitas Azad Tehran, seperti dilansir Parstoday.com (13/1).

[Baca juga: KAJIAN – Gagasan Gus Dur dalam Membangun “Islam Kita”]

Pemikiran Gus Dur, lanjut cendekiawan Iran ini, tidak hanya relevan bagi dunia modern dewasa ini, tapi juga solutif, terutama bagi dunia Islam. Lebih dari itu, warisan intelektual Gus Dur menawarkan jalan baru solutif atas problematika dunia modern yang seringkali terjebak pada diametral tradisionalisme dan modernisme.

“Posisinya sebagai intelektual Muslim terkemuka sangat cepat merespon tantangan dinamika zaman dan modernisasi dengan mengambil nilai-nilai Islam sebagai pijakan subtantif,” katanya.

Di mata peneliti Asia Tenggara ini, Gus Dur memahami ajaran Islam yang diyakininya sinkron dengan dinamika perkembangan zaman dengan mengusung setinggi-tingginya nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan manusia.

“[Misalnya] tentang prinsip toleransi, sebelum Gus Dur mengadopsi nilai tersebut dari pemikiran baru, dunia modern, beliau terlebih dahulu sudah menyerapnya dari warisan tradisi Islam,” kata pakar tasawuf yang berusia 40 tahun ini.

Pemikiran Gus Dur lahir dari cakrawalanya yang luas terhadap pemikiran modern dan kekayaan warisan pemikiran Islam.

[Baca juga- Mahfud MD: Separuh Hidup Gus Dur Dikorbankan untuk Indonesia yang Inklusif]

“Abdurrahman Wahid dengan baik menggunakan pengetahuan klasik dan tradisonal, budaya masyarakat Indonesia yang kaya, Islam sufistik, tasawuf, kedalamannya terhadap studi Islam, penguasaan yang baik terhadap al-Quran dan hadis, dan lainnya, dalam pemikirannya, sehingga beliau tampil sebagai tokoh terkemuka yang menjadi perhatian hingga kini,” tegasnya.

Sementara itu, koordinator Gusdurian Tehran, Purkon Hidayat dalam sambutannya mengungkapkan tujuan diselenggarakannya haul KH. Abdurrahman Wahid ketujuh sebagai bentuk kerinduan sekaligus kecintaan terhadap Gus Dur.

“Selain sebagai mantan presiden, dan ketua PBNU, lebih dari itu Gus Dur adalah pemikir besar yang perlu digali percikan gagasannya yang berserakan,” kata alumnus fakultas filsafat dan tasawuf Universitas Internasional Al-Mostafa, Qom, Iran itu.

Seperti diberitakan Islam Indonesia sebelumnya, selain di Indonesia, peringatan Haul Gus Dru ke-7 juga dilakukan di sejumlah negara termasuk di Lebanon (6/1). Bersama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Lebanon, KBRI Beirut menyelenggarakan peringatan ini dengan tema “Membumikan Sikap Moderat, Toleran dan Pluralisme ala Gus Dur”.

Tak berbeda dengan Beirut, haul di Tehran yang dihadiri oleh sejumlah profesional dan mahasiswa itu diisi dengan sejumlah kegiatan seperti yasinan, tahlilan dan pembacaan puisi tentang toleransi dan perdamaian.[]

[Baca juga: Di Lebanon, KBRI dan PCINU Peringati Haul ke-7 Gus Dur]

YS/ islam indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *