Satu Islam Untuk Semua

Friday, 04 November 2016

4 November di PP Muhammadiyah Jakarta, Diskusi ‘Gerakan Literasi’ Dibuka Haedar Nasir


islamindonesia.id – 4 November di PP Muhammadiyah Jakarta, Diskusi ‘Gerakan Literasi’ Dibuka Haedar Nasir

 

Dalam rangka gerakan literasi, Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah menggelar peluncuran dan diskusi soal 12 karya anyar tentang ormas Islam yang telah berusia lebih seabad ini. Forum yang dilaksanakan pada 4 November di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta ini menghadirkan sejumlah cendekiawan Muslim senior seperti Azyumardi Azra, Harjanto Y. Tohari, Haidar Bagir, Najib Burhani dan Ketua Umum Muhammdiyah Haedar Nasir.

“Acara sudah dimulai dan dibuka oleh Prof. Dr. Dadang Kahnar. Sambutan kedua oleh Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nasir,” demikian akun @mizanwacana melaporkan sejak jam 2 siang waktu Jakarta, 4/11.

Dalam sambutannya,  Haedar Nasir menyebut bahwa taman pustaka adalah gerakan awal tentang literasi yang dilakukan Muhammdiyah. Karena itu, lewat kegiatan yang juga didukung oleh Mizan ini, Haedar mengajak untuk menerjemahkan Islam berkemajuan melalui karya-karya monumental.

“Salah satunya lewat gerakan literasi. Kita tidak hanya ingin melihat wajah Islam yang melankolis, yang hanya indah dalam wacana saja,” katanya dalam sambutannya membuka forum diskusi.

4 November di Jakarta, Intelektual NU dan Muhammadiyah Diskusi Film “Jalan Dakwah Pesantren”

Karena urgensi gerakan ini, generasi muda diharapkan menjadi pelopor gerakan literasi. Salah satu buku yang diperkenalkan ialah ‘Muhammdiyah Jawa’ karya Intelektual Muslim Najib Burhani. Mengenai tema ini, Najib juga ingin meluruskan tentang hubungan Muhammdiyah dan tradisi budaya yang selama ini dianggap ‘negatif’ oleh sebagian orang.

“Di awal berdirinya, Muhammadiyah tidak serta merta anti dengan budaya Jawa, termasuk sekaten. Bahkan Kyai Ahmad Dahlan tidak selalu menggunakan sorban, seringkali menggunakan simbol-simbol Jawa dalam dakwahnya, karena Muhammadiyah lahir di dalam lingkungan keraton,” kata Najib menjelaskan karyanya itu seperti dikutip suaramuhammadiyah.id

cwzsvwoveaaroou

Menurut Najib, diawal berdirinya, Muhammadiyah tidak begitu konsen terhadap hal-hal fiqh. Gerakan utama ada tiga, Feeding yaitu menolong kaum duafa dan anak yatim, Schooling yaitu dengan mendirikan sekolah, Healing yaitu menolong umat melalui balai pengobatan. Najib juga menjelaskan, bahwa Schooling itu tidak saja membangun sekolah atau perguruan tinggi, namun juga literasi, termasuk publikasi dan informasi. Salah satunya melalui Majalah Suara Muhammadiyah yang merupakan majalah tertua di Indonesia yang masih terbit.

Lebih lanjut, peneliti senior LIPI itu juga menjelaskan, bahwa sebagai gerakan, Muhammadiyah sangatlah dinamis, selain cirinya sebagai organisasi modernis dan purifikatif. Meski lahirnya di Jawa, namun Muhammadiyah mengalami penyebaran yang merata dengan kultur yang berbeda. Semisal di Padang dan Makassar. Untuk itu membaca Muhammadiyah Jawa sekaligus merefleksikan ide dasar Kyai Dahlan agar Muhammadiyah tidak selalu mengikuti tradisi nenek moyang, dan terus memperbaharui diri sebagai organisasi yang berkemajuan.[]

 

BUKU —  Agenda dan Tantangan Muhammadiyah di Abad Ke-2

 

YS / islam indonesia / foto: @wacanamizan

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *