Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 08 July 2017

TASAWUF – Tekad Berhijrah Menuju Allah


islamindonesia.id – TASAWUF – Tekad Berhijrah Menuju Allah

 

Setelah mengurai tafakkur atau perenungan diri dalam perjalanan ruhani pada artikel sebelumnya, tulisan kali ini akan membahas sedikit soal urgensi ‘tekad’ – yang dalam bahasa Arab disebut ‘azm. Seperti diketahui, sejumlah ulama juga menyatakan, bahwa kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan dasar kebebasan manusia. Perbedaan derajat manusia adalah sesuai dengan perbedaan tingkat tekad dan kesungguhan mereka.

Dalam perjalanan ruhani, kesungguhan diperlukan untuk meletakkan fondasi bagi bagi hidup yang baik; sebuah kesungguhan  untuk memberishkan diri dari dosa dan melaksanakan seluruh kewajiban; sebuah kesungguhan untuk mengganti hari-hari yang hilang akibat perbuatan dosa; dan akhirnya kesungguhan untuk bersikap sebagaimana seharusnya sikap manusia yang berakal dan beragama.

Yaitu, seseorang harus berperilaku sesuai dengan aturan hukum agama, yang akan mengakuinya sebagai manusia sejati, manusia yang berakal. Dalam perbuatan lahiriahnya, ia harus mengikuti Rasul Saw sebagai model perilakunya, pilihan-pilihannya, dan penolakan-penolakannya. Ini sangat mungkin karena setiap hamba Allah memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan teladan yang diberiakan oleh pemimpin besar umat manusia ini.

Dalam jihad diri di dunia lahir misalnya, – dan para sufi pun mengatakan –  tidak mungkin seseorang menempuh jalan makrifat Ilahiah kecuali ia memulai dengan melaksanakan perintah-perintah syariat yang bersifat lahiriah [Baca: TASAWUF – Syariat Menurut Para Sufi]. Nilai-nilai tinggi moralitas tidak akan dicapai oleh manusia kecuali jika ia terlebih dahulu melengkapi dirinya dengan pengetahuan tentang syariat dan mengikutinya dengan bersungguh-sungguh.

Tanpa mengikuti ajaran-ajaran lahiriah Islam, cahaya pengetahuan Ilahi dan kearifan dari yang gaib mustahil mencapai hatinya, serta mistari dari hukum suci Allah tidak mungkin terungkap baginya.

Tidak benar pula aggapan bahwa kelak, setalah terungkap kebenaran hakiki serta terserapnya cahaya-cahaya makrifat di dalam hati seseorang, ia akan mulai melaksanakan etika syariat yang bersifat lahiriah. Ini menyangkal klaim sebagian dari orang yang mengku-aku sebagai kaum spritualis yang mengatakan bahwa kesempurnaan batin dapat diperoleh  tanpa perbuatan-perbuatan lahir.

Atau bahwa setelah memperoleh kemuliaan batiniah tidak wajib lagi melaksanakan kewajiban-kewajiban lahiriyah (syariat). Kaum arif percaya bahwa pemahaman ini salah dan muncul karena ketidaktahuan tentang tingkat-tingkat ibadah dan tahap-tahap kemajuan manusia.

Karena itu, seharusnya  setiap Muslim menjadi manusia yang bertekad teguh dan bersungguh-sungguh sehingga mereka tidak akan meninggalkan dunia ini sebagai orang yang tanpa kesungguhan dan karenanya dibangkitkan pada Hari Kebangkitan sebagai makhluk yang tidak berakal, bukan dalam bentuk manusia. Bukankah dunia yang lain itu adalah tempat seluruh rahasia dibukakan dan seluruh yang tersembunyi disingkapkan?

Keberanian seseorang untuk berbuat dosa akan mengubahnya sedikit demi sedikit menjadi manusia tanpa tekad dan merampas esensi kemanusiaannya yang mulia.  Dengan demikian, seharusnya kita menghindari diri dari pelanggaran dan bersungguh-sungguh berhijrah menuju Allah, sedemikian sehingga tampilan lahiriah kita merupakan tampilan manusia.[]

[Baca juga: TASAWUF – Syariat, Tarekat, dan Hakikat]

 

YS/IK/ Islam Indonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *