Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 02 October 2018

Martabat Tuhan yang Tak Dapat Diungkap dengan Bahasa


islamindonesia.id – Martabat Tuhan yang Tak Dapat Diungkap dengan Bahasa

 

 

Meski pengungkapan pengalaman tasawuf ke dalam bahasa dapat dipelajari dengan kajian irfan, tidak semua pengalaman ruhani dapat diungkapkan dengan kata. Pada aspek ketuhanan, misalnya, tidak semua dapat dideskripsi dan dianalisis dalam bentuk bahasa.

“Tuhan, dalam martabat zat, tidak bisa diskripsikan bahkan disebut pun tidak bisa,” kata penulis buku Epistemogi Tasawuf Haidar Bagir dalam kajian Irfan di Pesantren Virutal Nur-Al Wala, 14 Juli. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Renungkanlah ciptaan Allah dan jangan renungkan zat-Nya.”

[Baca juga: Perbedaan Irfan dan Tasawuf]

Secanggih apapun pikiran manusia, kata Haidar, zat Tuhan berada di luar jangkauannya. Keterbatasan pikiran dan bahasa manusia pada martabat ini membuat sebagian sufi menyebut tingkatan ini sebagai ghaibul guyub (Yang Gaib dari semua yang gaib).

Karena itu, kajian irfan hanya menyentuh aspek ketuhanan yang dapat diungkapkan dengan bahasa. Aspek itu ialah Tuhan dalam martabat sifat dan perbuatan.

Sebagaimana hadis Nabi, ciptaan Allah juga dapat dikenal, direnungkan dan diungkapkan dalam bahasa. Namun Haidar menekankan, ciptaan Allah tidak sebatas benda-benda empiris yang dapat dikenali dengan panca indra.

Selain Zat,  martabat yang tak dapat diungkapkan dengan bahasa ialah Ahadiah (ketunggalan). Baik Zat maupun Ahadiyah, keduanya berada di atas martabat sifat dan perbuatan-Nya.

Seperti Zat, martabat Ahadiah tidak dapat dianalisis. Hanya saja, Ahadiah dapat diungkapkan dalam bahasa, yaitu: Allah.

Menurut para mufasir, ayat “Tiada sesuatu yang seperti sesuatu yang menyerupai-Nya” (QS. As Syuro: 11) merujuk pada martabat Ahadiah. Sesuatu yang menyerupai kemiripan-Nya saja tidak ada, apalagi sesuatu yang menyerupai-Nya secara langsung.

Namun, kata Haidar, martabat Tuhan yang tidak bisa diungkapkan dalam bahasa bukan berarti tidak bisa diketahui. Martabat ini bisa diketahui dengan cita rasa spritual yang tentunya hasil pencapaian suluk. []

 

[Baca juga: Menjalani Laku Tasawuf Tanpa Irfan, Mungkinkah?]

 

 

 

 

YS/Islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *