Satu Islam Untuk Semua

Friday, 02 September 2016

BUKU – Ketika Bahasa Al-Qur’an Merasuki Pengalaman Batin Ibn Arabi


IslamIndonesia.id -BUKU — Ketika Bahasa Alquran Merasuki Pengalaman Batin Ibn Arabi

 

Salah satu kekuatan Ibn Arabi ialah ketaatannya menggunakan alat seperti bahasa, logika dan teks dalam tiap aspek pemikirannya. Bagi seorang literalis, Ibn Arabi akan tampak memenuhi seleranya. Dalam bab ‘Taharah’ (Bersuci) karya Al-Futuhat Al-Makkiyah yang pernah diterbitkan oleh Mizan dengan judul “Menghampiri Sang Kudus”, Ibn Arabi terlihat sangat literalis, sedemikian sehingga kalangan tekstualis kehilangan alasan untuk melawan dan menolak argumennya.

Tapi, di sisi lain, Ibn Arabi berhasil menjadikan teks-teks Arab (yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis) seperti bola yang dia ‘mainkan’ terus-menerus. Kata-kata bahasa Arab memang mendukung cara berfikir seperti ini. “Liarnya” Ibn Arabi (dalam menggunakan teks-teks) itu terakomodasi karena dia menguasai bahasa Arab bahkan dia menemukan ‘dzauq araby’ (rasa bahasa Arab asli) di dalam mengekspresikan gagasan-gagasannya. Dan yang lebih utama, seperti kata Toshihiko Izutsu, bahasa Al-Qur’an itu sudah merasuki tiap pengalaman batin Ibn Arabi.

Karena itu, tidak banyak cendekiawan – bahkan yang Muslim-, yang bisa menguasai ilmu Sufisme, terutama Sufisme Ibn ‘Arabi. Lantaran, selain kesulitan teks dan isi kandungan metafisika Ibn ‘Arabi yang rumit, bahasa Arab yang digunakan Ibn ‘Arabi sangat tidak sederhana—persisnya bukan karena soal bahasa, melainkan isi yang harus dibahasakan agar makna tersirat bisa tersampaikan. Seorang cendekiawan Jepang, Toshihiko Izutsu, merupakan salah seorang yang tidak banyak itu. Toshihiku telah begitu lancar mendalami metafisika Ibn ‘Arabi.

Nah, salah satu karya Toshihiko tentang pemikiran Syekh Akbar ini ialah  “Sufisme: Samudra Makrifat Ibn ‘Arabi”. Buku yang telah diterbitkan Mizan dalam bahasa Indonesia ini sejatinya merupakan bagian pertama dari karya  Toshihiko yang berjudul “Sufisme dan Taoisme”.

“Beliau merupakan satu otoritas luar biasa dalam ajaran-ajaran hikmah metafisik dan filosofis Sufisme Islam, Adwaita Wedanta Hindu, Buddhisme Mahayana (terutama Zen), dan juga Taoisme filosofis. Dia menguasai tidak kurang dari 30 bahasa, di antaranya bahasa Arab, Persia, Sanskrit, Pali, Cina, Jepang, Rusia, dan Yunani,” —kata Muhammad Baqir, dosen filsafat dan spiritualitas Islam mengomentari sosok penulis yang juga Profesor Emeritus Universitas Keio Jepang itu.

Penelitian peripatetik Toshihiko, kata Baqir, di beberapa lokasi di Timur Tengah (khususnya di Iran), India, Eropa, Amerika Utara, dan Asia bertujuan mengembangkan pendekatan metafilosofis terhadap perbandingan agama berdasar pada suatu studi linguistik yang mendalam terhadap teks-teks metafisis tradisional.

covIM-87

Dalam buku setebal 378 halaman ini, kepakaran Toshihiko tercermin dalam bidang “permainan bahasa” ala Ibn Arabi. Bisa dikatakan, Toshihiko memiliki kepekaan semantik dan cita rasa bahasa yang baik. Karenanya, dia mulai mempresentasikan pemikiran Ibn Arabi dengan mengatakan bahwa, bagi Ibn Arabi, apapun yang kita lihat, rasakan, dengarkan, dan semua kita yang saling bertatapan saat ini adalah “mimpi”. Tentu, sebagai seorang literalis, Ibn Arabi berpijak pada hadis ini: “Annasu niyamun idza maatuu intabahuu” yang berarti semua manusia tidur, barulah terbangun setelah mereka mati.

“Sejak buku ini terbit, ia memberikan pengaruh setiap karya tentang Ibn Arabi dan sufisme metafisis,” kata peneliti tasawuf Seyyed Hossein Nasr menyambut karya intelektual asal Negeri Sakura itu.[]

 

Baca juga: (Serial Kajian Ibn Arabi: Hidup Ini Hanyalah Mimpi, 1 – 6)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *