Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 02 February 2020

Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (3, selesai)


islamindonesia.id – Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (3, selesai)

Artikel ini adalah kelanjutan dari bagian 2.

Virus baru ini (temuan Zaki) mungkin bersemayam di tubuh binatang atau hewan ternak di Arab Saudi, dan mungkin juga di Yordania dan Qatar. Tetapi negara-negara ini juga merupakan negara utama yang mengimpor berbagai macam hewan ternak.

“Saya bisa dengan mudah membayangkan situasi di mana virus ini bersembunyi di kelelawar di Sudan atau Pakistan, ternak domestik mereka terinfeksi, dan kemudian diangkut ke negara-negara ini,” kata Tony Mounts, kepala pemantauan dan pengawasan pandemi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Tidak ada seorang pun yang berharap untuk mendapatkan jawabannya dengan cepat (karena kemungkinannya terlalu banyak). Bagi semua pihak/lembaga yang memiliki perhatian terhadap kesehatan masyarakat, hampir tidak ada yang dapat mereka lakukan di lapangan untuk dapat mengetahui hewan apa, atau hewan-hewan apa, yang menyebarkan virus itu kepada orang-orang.

Hal ini, kata Ron Fouchier – seorang ahli virologi molekuler di Erasmus Medical Center yang di labnya telah mengidentifikasi virus temuan Zaki, tidak cukup baik. Dia ingin Jordan, Arab Saudi, Qatar, dan negara-negara di sekitarnya untuk melakukan tes virus terhadap kambing, domba, unta, kuda, dan hewan lainnya.

Sejak ekspedisi untuk mensurvei kelelawar di Bisha (yang kurang membuahkan hasil), upaya untuk melacak hewan yang terpapar virus tersebut tersendat. Ketika ditanya apa yang sedang dilakukan di negara-negara yang terkena dampak untuk melacak infeksi pada hewan, Juan Lubroth, kepala dokter hewan di WHO mengatakan, “Setahu saya, tidak ada kegiatan. Kami sangat banyak berada dalam kegelapan.”

Orang-orang di kawasan itu juga harus diskrining, kata Fouchier. Dia ingin melihat hasil tes acak di bank darah manusia untuk melihat seberapa meratanya virus ini berada dalam populasi. Tes-tes ini, dan tes pada hewan, sederhana dan akan menjawab dua pertanyaan utama: di mana virus itu bersembunyi, dan seberapa banyak persebarannya?

“Kami pikir virus itu beredar di antara manusia di wilayah tertentu di dunia, atau di antara hewan, mungkin hewan peliharaan, yang dari sana menular kepada manusia. Membedakan antara dua kemungkinan itu sangat penting, tetapi sangat sedikit yang telah dilakukan untuk menemukan jawabannya,” kata Fouchier.

Beberapa negara yang bersangkutan memiliki masalah lain yang lebih besar, tetapi ada alasan kuat untuk melakukan pekerjaan itu. SARS menyebar di bawah radar pemerintah jauh sebelum mulai membunuh ratusan orang.

Virus baru ini (temuan Zaki) telah dihadapi dengan lebih cepat, sebagian besar berkat pengawasan yang lebih baik berdasarkan pengalaman setelah SARS. Pendekatan kehati-hatian sekarang dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Pada hari-hari awal SARS mewabah, kelambanan dan kurangnya keterbukaan oleh negara-negara yang terkena dampak membuat virus yang bersamayam menjadi lebih kuat. Situasi terhadap virus corona baru (temuan Zaki) serupa. Tapi para ilmuwan Eropa terdorong untuk membuat persiapan lebih awal untuk menghadapi wabah, ketimbang mengatasinya nanti ketika situasi sudah menjadi lebih buruk.

“Kami sekarang benar-benar mengambil jalan alternatif di mana Eropa akan bersiap menghadapi yang terburuk,” kata Fouchier. “Kita harus melakukan lebih banyak sekarang, bukan dalam hal pencegahan, tetapi dalam hal penanganan begitu virus ini memasuki Eropa lebih sering.”

Sebagai tindakan pencegahan, lembaga Eropa bernama Silver, di mana Fouchier berada di dalamnya, telah mulai menskrining ratusan obat yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat yang bersedia bekerja menghadapi virus ini.

Alasannya sederhana: jika lebih banyak kasus muncul, di Birmingham, Munich atau Paris, maka dokter setidaknya memiliki obat yang dapat mereka gunakan – garis pertahanan pertama. Jika yang terburuk terjadi, dan pandemi mengancam, obat-obatan mungkin dapat membantu untuk mengulur waktu sampai vaksinnya diciptakan.

“Kami memiliki tujuh atau delapan obat yang dapat melakukan sesuatu terhadap virus corona itu, tetapi kami sekarang perlu mengulangi proses, untuk memastikan bahwa kegiatan itu dapat berdampak,” kata Eric Snijder, kepala virologi molekuler di Leiden University, kepada the Guardian.

Cepat atau lambat, setiap obat yang mungkin berguna harus diujikan kepada hewan, tetapi di sini ada masalah lain. Sejauh ini, tidak ada “jenis hewan” yang dianggap tepat untuk diujikan.

Setelah dipecat dari Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi, Zaki kini bekerja di Universitas Ain Shams di Kairo. Dalam beberapa minggu ke depan, dia berencana untuk memeriksa sampel darah dari pasien di salah satu rumah sakit kota untuk melihat apakah ada infeksi yang tidak diketahui atau tidak dilaporkan.

Dia teguh dengan keputusannya untuk mengumumkan tentang virus baru temuannya itu kepada dunia, meskipun ada keberatan dari pejabat kesehatan Saudi. “Saya tidak yakin pada saat itu apa yang sedang terjadi,” katanya. “Saya tidak tahu apa yang ada di tanganku (virus temuannya).”

Demikianlah kisah tentang virus corona jenis baru penemuan Ali Mohamed Zaki yang pernah dipaparkan oleh The Guardian pada 15 Maret 2013. Di kemudian hari, virus temuan Zaki dinamai dengan Human Betacoronavirus 2c EMC (HCoV-EMC), yang mana masih sejenis dengan Middle East Respiratory Syndrom Coronavirus (MERS-CoV).

Adapun virus corona terbaru yang ditemukan di Wuhan, China, pada Desember 2019 lalu, adalah virus yang berbeda dan dinamai 2019-nCoV, atau Novel Coronavirus. Namun, meskipun demikian, karena masih satu keluarga virus dengan wabah SARS dan HCoV-EMC temuan Zaki, tentunya dari kisah di atas dapat diambil banyak pelajaran.

Selesai.

PH/IslamIndonesia/Sumber: Sumber: The Guardian/Foto utama: huffpost

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *