Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 28 September 2022

Muslimah Penguasa di Nusantara (Bagian – 1)


Islamindonesia.id – Muslimah Penguasa di Nusantara (Bagian – 1)

Pada 8 September 2022, seorang perempuan penguasa monarki terlama sepanjang sejarah, Ratu Elizabeth II dari Inggris, meninggal dunia. Dia berkuasa selama tujuh dekade, melampaui masa kekuasaan nenek buyutnya Victoria (63 tahun).

Perempuan berkuasa di alam monarki mungkin bukan hal aneh pada saat ini. Tapi, di abad pertengahan hingga awal era modern, perempuan mornark dipandang tak lazim karena takhta biasanya diwariskan kepada keturunan laki-laki tertua dari garis silsilah. Novel serial fantasi A Song of Ice and Fire karya penulis Amerika, George R. R. Martin juga menggambarkan pandangan tersebut.

Eropa sendiri pada periode Abad ke-14 hingga ke-19 memiliki beberapa ratu ternama yang berkepribadian kuat, seperti Isabella I dari Spanyol, Elizabeth I dari Inggris, Christina dari Swedia, dan Yekaterina II dari Rusia. Nama-nama ini mengendalikan kekuasaan nyata atas nama mereka sendiri (queen regnant), bukan sebagai pendamping raja sekaligus suaminya (queen consort) dan bukan pula sebagai wakil raja sekaligus anak laki-lakinya yang masih belum cukup umur (queen regent).

Mungkin kita akan berpikir, jika di Eropa pandangan bahwa perempuan penguasa tak lazim demikian kuat, bagaimana jadinya dengan negeri-negeri di luar Eropa?

Namun, ternyata ada wilayah non-Eropa yang mampu melampaui Eropa dalam hal jumlah perempuan penguasa. Wilayah itu terletak di sepanjang pantai-pantai Samudra Hindia dari timur Afrika hingga kepulauan-kepulauan Melayu. Menurut Eklof Amirell dalam artikelnya, “Female Rule in the Indian Ocean World (1300-1900)” yang terbit di Journal of World History pada 2015, wilayah tersebut memiliki 277 ratu berkuasa selama periode 1300-1900, melampaui jumlah 170 ratu berkuasa di Eropa selama periode yang sama.

Berdasarkan catatan Amirell, dari 277 ratu tersebut, 209 di antaranya berada di pantai-pantai Asia Tenggara. Dari antara 209 ratu itu, 105 ratu dimiliki oleh orang-orang Bugis di Sulawesi Selatan dan 63 ratu oleh orang-orang Timor, baik di Timur maupun Barat.

Alhasil, Nusantara memiliki jumlah terbesar perempuan berkuasa di Samudra Hindia. Di luar Bugis dan Timor, Amirell menyebut wilayah lain di Nusantara, seperti Aceh dan Jawa.

Mengapa perempuan penguasa relatif bisa diterima di bagian Samudra Hindia, terutama sebagian besarnya di Asia Tenggara? Mengapa pula pria melampangkan jalan bagi perempuan untuk berkuasa selama periode tersebut?

Ada sejumlah catatan menarik dari Amirell, yang dia peroleh dari sumber-sumber, baik klasik maupun kontemporer.

Sejarawan Antony Reid berpendapat adanya hubungan antara orientasi dagang dari negara-negara kota di Asia Tenggara dengan kemunculan yang relatif banyak dari penguasa perempuan di wilayah tersebut sejak awal Abad ke-15 hingga akhir Abad ke-17. Perempuan penguasa seringkali hadir pada periode-periode ekspansi perdagangan, kemakmuran ekonomi, dan kondisi relatif damai bagi negara-negara dimaksud.

Menurut Reid, dengan memberi dukungan kepada seorang perempuan untuk naik takhta, kalangan aristokrat-dagang yang berpengaruh di negara-kota tersebut atau “orang kaya” tidak hanya memilih kelembutan tapi juga kekuasaan yang lebih ramah kepada bisnis. Kekuasaan perempuan juga diduga dipromosikan oleh kemampuan yang secara luas diatribusikan kepada perempuan di Asia Tenggara dalam urusan dagang dan negosiasi.

Sementara itu, pria, menurut Reid, dianggap lebih memberi prioritas kepada urusan status dan kehormatan di medan perang dan lebih boros dengan kekayaan mereka.

Contohnya adalah sultanah pertama yang berkuasa paling lama dari rangkaian tanpa-jeda empat sultanah di Aceh, yakni Taj al-Alam Safiatuddin Syah (1641-1675). Anak perempuan Sultan Iskandar Muda ini terkenal karena menyambut kedatangan pedagang Eropa dan pedagang asing lain serta mempromosikan kebangkitan Aceh sebagai pelabuhan masuk yang penting di wilayah tersebut. Negeri ini pun berkembang sebagai pusat ekspor lada, emas, dan timah. Ini secara khusus sangat berkebalikan dengan kekuasaan despotis dan tiranik dari ayahnya, Iskandar Muda (1607-1636).

Kekuasaan Taj al-Alam menonjol karena karakter keramahan dan pertimbangan-pertimbangannya. Penguasa perempuan di Aceh kemudian juga dianggap sebagai antitesis bagi kebijakan absolutis. Segera setelah Taj al-Alam, Aceh menyaksikan pemerintahan rangkaian tiga sultanah lain selama hampir enam dekade hingga 1699.

Namun, menurut Amirell, tidak ada sumber kontemporer yang mengindikasikan bahwa kekuasaan perempuan didorong untuk tujuan mempromosikan perdagangan atau kebijakan ramah bisnis.

Selain itu, tak sedikit contoh dari seorang ratu pejuang (queen warrior) di Samudra Hindia, khususnya di Asia Tenggara. Partisipasi aktif perempuan dalam perang dan urusan militer juga secara umum tampaknya telah diterima meskipun perempuan tidak mengambil peran aktif dalam ofensif.

Contohnya adalah Ratu Kalinyamat dari Jepara ((1549-1579). Dia lebih dikenal karena ekspedisi angkatan lautnya dan serangannya atas Malaka yang dikuasai Portugis daripada memimpin negosiasi atau ekspansi perdagangan.

Oleh karena itu, Amirell berpandangan, baik dari konteks karakter dan kebijakan, perempuan penguasa tidak terlalu berbeda dari kebanyakan pria penguasa selama era perdagangan di Asia Tenggara dan sebagian besar wilayah lainnya di Samudra Hindia. Tipikal penguasa adalah primus interpares sebagai raja dan ratu pedagang. Tugas pertama mereka adalah mewakili negara vis a vis negara lain dan yang kekuatan utamanya bergantung pada kekayaan pribadi yang umumnya berasal dari kombinasi antara kepemilikan tanah, monopoli, pajak, dan perdagangan.

Apalagi, ada banyak contoh di Samudra Hindia tentang pria penguasa yang juga mempromosikan kebijakan ramah dagang, dan sebaliknya banyak contoh pula perempuan penguasa yang terlibat dalam perang dan kebijakan luar negeri yang umumnya agresif. Tidak juga ada sumber yang secara eksplisit menyatakan bahwa kekuasaan perempuan diadopsi untuk alasan komersial.

Bersambung

AL/Islam Indonesia/ Featured Image: fineartphotographyvideoart.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *