Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 04 May 2016

OPINI–Mengintip Kehidupan Sang Best Motivator


Islamindonesia.id–Mengintip Kehidupan Sang Best Motivator

Apa yang akan Anda lakukan sekiranya Anda ditawari jabatan-jabatan strategis? Jika Anda memiliki sederet gelar akademik, prorotype wah, kira-kira posisi apa yang Anda idam-idamkan? Secara umum, pasti jawabannya adalah jabatan paling tinggi dan posisi yang paling baik.

Bila kebetulan Anda adalah seorang pemimpin baik, tentu Anda suka melayani. Namun Anda tak akan rela, bila Anda dipanggil ‘pesuruh’ atau pelayan, sekalipun Anda suka melayani. Barangkali Anda juga akan marah, bila ada seseorang yang tidak menuliskan gelar Anda di belakang nama. Dosen tetap harus dipanggil dosen. Guru, direktur, Pejabat, semua harus dipanggil sesuai jabatan yang disandangnya. Gelar akademik juga perlu ditulis di belakang nama, setelah koma.

Kini, saya ajak Anda untuk mengintip sang Motivator tanpa Nomor, Muhammad bin Abdullah, guru penulis. ‘Tanpa nomor’ bisa jadi karena gelar motivator no.1 sudah diborong motivator-motivator lain. Atau bisa bermakna, karena ia ditinggalkan oleh ‘penggemar’nya. Bagi saya, ia juga ‘Motivator Tanpa Nomor’, sebab penomoran bersifat klaim dan pembandingan. Emang, motivator mana di belahan dunia ini yang bisa disejajarkan dan dibanding-bandingkan dengannya?

Kiprahnya mengubah peradaban dunia tak lantas membuatnya menikmati prestise, glamour dan kesejahteraan ekonomi. Memang di awal-awal, dia kaya sekali berdasarkan pengakuan Tuhannya,Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.’ (QS. Ad-Dhuha:8) Karena hidupnya dihabiskan untuk memotivasi dan membimbing manusia menuju kesempurnaan hakiki, dia kehilangan semuanya. Kekayaan, harta benda dan tabungan-tabungan berharga. Dia hidup melarat. Rumahnya hanya seluas kamar kost anak-anak mahasiswa, tentu tanpa spring bed dan AC. Dia memilih menjalani hidup sederhana, sekalipun gunung Uhud ditawarkan kepadanya menjadi emas permata. Dia tidak memerlukannya. Baginya yang terpenting adalah membimbing umat manusia.

Dia kehilangan semuanya karena mencerahkan umat manusia, sementara para motivator memperoleh semuanya dengan memotivasi segelintir manusia. Yang fenomenal, tatkala seluruh sifat-sifat Tuhan disematkan pula kepadanya, seperti aziz, rauf dan rahim, dia lebih memilih dua profesi yang sangat bersahaja, serta lebih suka dipanggil dengan keduanya; Abdullah (Sahaya Allah) dan Rasulullah (pesuruh Allah).

Sungguh kita sedih melihat fenomena Islam kekinian, bila mengenang sang Manusia Pilihan. Agama yang dibawa dan diperjuangkan olehnya kadang dijadikan komoditas oleh beberapa orang tak bertanggungjawab. Agama seperti kehilangan ruhnya. Shalat khusyu’ yang harus didapat dengan latihan serius, mujahadah dan istikamah, hari ini bisa didapat dengan mengikuti Training Kilat. Tasawuf yang di masa lalu diilustrasikan sebagai kehidupan zuhud berdimensi spiritual, kini berubah menjadi tasawuf full AC. Konsep Islam, Iman dan Ihsan yang diajarkan dengan papan tulis dan kapur barus sudah tergerus. Padahal, penyucian diri dan pencapaian ruhani lainnya bisa didapat dengan mudah tanpa harus bayar biaya modul dan snack. Cukup mengaktifkan OS dan menginstall software-software sederhana, seperti tawakkal, kecintaan, kesadaran dan kehambaan. Semudah itu!

Jika kita masih bisa mengelola rasa, saatnya kita back to him. Kitab motivasi (baca: Al-Quran) yang diturunkan kepada Muhammad dan penjabarannya yang luar biasa (baca: Sunah) tak lekang oleh waktu. Di sana seluruh nilai-nilai indah, prinsip sukses dan kebahagian termuat dengan rinci. Kita tidak perlu membayar biaya training kepadanya. Apapun profesi dan gelar kita, bersikaplah seperti sahaya dan pesuruh dalam melayani, sekalipun kita tak sudi orang memanggil kita dengan sebutan itu.

Karena Muhammad adalah model teladan, agar ‘diri’ meraih kesempurnaan.[]

 

Elka/IslamIndonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *