Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 29 June 2016

OPINI–Abdillah Toha: Memimpin Dalam Perubahan (Bagian 2-Selesai)


Islamindonesia.id–Abdillah Toha: Memimpin Dalam Perubahan (Bagian 2-Selesai)

Kualitas seorang pemimpin juga ditentukan oleh kemampuannya memilih pembantu yang berkualitas. Tugas seorang pemimpin adalah menciptakan sebanyak mungkin pemimpin lain. Kelangsungan kepemimpinannya yang baik tidak boleh ditentukan oleh kelangsungan umur fisik pemimpin atau batas-batas konstitusional masa kepemimpinannya. Penguatan institusi-institusi kenegaraan merupakan salah satu tugas penting seorang pemimpin sehingga pergantian pemimpin tidak selalu menimbulkan gejolak dan kelangsungan peneyelenggaraan negara dapat dipertahankan dalam kondisi stabil dan damai.

Institusi dan sistem yang efisien dan efektif merupakan bagian dari rancangan penting kepemimpinan yang tidak mengandalkan kepada karisma pemimpin. Kebergantungan kepada orang per orang akan berganti dengan sistem dan institusi yang menunjang dan sekaligus membatasi kesewenang-wenangan pemimpin baru. Ketidakpastian dalam penyelenggaraan negara akan terkikis, diganti dengan keteraturan yang dinamis dan ketertiban dan keamanan yang tidak menggerogoti hak individu dan kelompok masyarakat.

Khusus untuk negeri kita yang bineka dan plural ini, menjaga persatuan dalam perbedaan adalah tugas penting pemimpin. Akomodasi terhadap berbagai kepentingan yang berbeda harus dilakukan berdasarkan azas keadilan seperti diuraikan diatas. Toleransi terhadap keyakinan yang berbeda-beda hanya dibatasi oleh sikap tidak toleran terhadap intoleransi. Seperti juga batas dari kebebasan adalah kebebasan pihak lain. Kreativitas dikembangkan oleh kerberagaman bukan dimatikan oleh penyeragaman. Persatuan dikuatkan oleh tujuan nasional untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama yang adil dan beradab.

Pemimpin sebuah negeri yang terdiri dari ribuan pulau ini juga harus sadar bahwa persatuan bangsa hanya bisa terjalin ketika tidak ada bagian bangsa yang masih merasa terpencil dari bagian lain negeri ini karena absennya komunikasi fisik yang memadai dan infra struktur yang menunjangnya. Orang di ujung timur Papua harus diberdayakan untuk mampu berhubungan fisik dan non fisik dengan warga di ujung barat Aceh dan sebaliknya, melalui sistem komunikasi yang terjangkau dan efisien.

Dalam kehidupan politik, seperti sudah sering diutarakan, sistem demokrasi kita harus mampu membawa bangsa ini kepada kehidupan demokrasi yang substansial. Demokrasi yang ujungnya membawa perbaikan nasib bangsa dalam kesejahteraan hidup. Bukan demokrasi prosedural, apalagi demokrasi untuk meraih kekuasaan demi kekuasaan yang masih sering terasa saat ini. Musyawarah untuk mufakat yang diamanatkan oleh founding fathers kita adalah musyawarah untuk mencapai mufakat perbaikan hidup keseluruhan bangsa. Bukan perbaikan hidup sekelompok orang. Mufakat untuk mempertahankan kedaulatan bangsa. Bukan kedaulatan kekuasaan kelompok terhadap kelompok lain. Mufakat untuk menang bersama tanpa membuat pihak lain merasa kalah. Dalam hal-hal tertentu, mufakat untuk berbeda tanpa menggunakan kekerasan atau pemaksaan.

Setelah memaparkan semua itu, pemimpin yang bagaimana yang diperlukan dalam era perubahan cepat saat ini? Pertama, dia harus seorang yang mampu membaca perubahan dengan cepat. Bagai peramal yang jitu, bahkan sebelum perubahan itu terjadi. Dengan kata lain, kepemimpinan sebuah bangsa memerlukan kemampuan visioner jauh ke depan.

Seorang pemimpin yang visioner harus mampu menempatkan dirinya sebagai “orang luar” di pinggiran batas bangsanya sehingga dapat melihat trend perubahan 10 sampai 20 tahun mendatang. Ia mempunyai kepercayaan diri yang tinggi untuk membujuk dan meyakinkan bangsanya tentang visinya kedepan dan membawanya bersama melalui komunikasi yang efektif dengan menggunakan metafor dan analogi dalam penjelasannya.

Pemimpin visioner adalah pemimpin transformasional yamg sanggup mengajak bangsanya untuk melompat kedepan. Ia mentransformasikan impiannya menjadi program aksi yang nyata. Ia menjadikan visinya sebagai visi masing-masing warga negara. Bukan mencari konsensus tetapi membangun konsensus nasional baru. Menjadikan misinya menjadi tujuan seluruh warga bangsa. Pemimpin ini mampu menciptakan rasa kepemilikan, rasa kebangsaan, dan rasa kebersamaan atas nasib bangsa dan hari depannya, sehingga ketika pekerjaan selesai bangsa itu dapat mengatakan bahwa kitalah yang menyelesaikan sendiri, bukan pemimpin kita.

Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang berani menghadapi risiko. Benar bahwa tidak semua yang ada dihadapan kita dapat segera diubah tetapi juga sangat benar bahwa tidak ada yang dapat diubah bila tidak dihadapi. Pemimpin harus berani dan berada di barisan paling depan ketika menghadapi bahaya. Hanya ombak yang besar yang menciptakan pelaut yang handal. Pemimpin tidak boleh terkungkung dalam subyektifitas. Keberanian untuk melompatkan pikirannya keluar dari kotak yang mengurungnya akan membuka horizon baru bagi penyelesaian masalah bangsa yang dihadapi.

Namun demikian, keberanian tidak boleh diterjemahkan dengan menarik garis antara kawan dan lawan. Lawan harus dianggap sebagai bagian dari bangsa yang berfungsi sebagai korektor dan pengawas jalannya kepemimipinan kita. Keberanian bukan berarti tanpa kalkulasi tetapi kalkulasi yang dipakai bukan yang menyangkut risiko jabatan kita tetapi risiko terhadap kemaslahatan bangsa secara luas.

Pemimpin harus sadar bahwa setiap perubahan selalu akan menghadapi resistensi dan perlawanan dari kelompok yang terganggu kenyamanan dan kemapanannya. Ada pula kelompok yang melawan perubahan karena salah memahami makna dari perubahan. Bagi kelompok pertama, pemimpin yang tidak konsisten dan lemah akan menjadi korban permainan lawan. Bagi kelompok kedua, komunikasi publik yang tidak koheren akan gagal menggalang dukungan masyarakat bagi pencapaian tujuan.

Kesemua persyaratan untuk menjadi pemimpin bangsa diatas sebenarnya adalah pengejawantahan dari dasar ideologi bangsa kita Panca Sila, Para pendiri bangsa ini memang punya pandangan jauh ke depan yang belum sepenuhnya kita hayati bersama. Tidak mudah memang mencari sosok pemimpin yang memenuhi semua persyaratan diatas. Yang diperlukan barangkali mencari pemimpin bangsa yang paling tidak, mampu memahami prinsip-prinsip diatas dan berupaya untuk mendekati pemenuhan persyaratannya.

Baca juga: Abdillah Toha: Memimpin Dalam Perubahan (Bagian 1)

AJ/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *