Satu Islam Untuk Semua

Monday, 08 May 2023

Kolom Haidar Bagir – Kita Tidak Sendiri (Bahkan Saat Kita Sendiri): Sebuah Pembahasan tentang al-Mu’aqqibat (Bagian 2)


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir – Kita Tidak Sendiri (Bahkan Saat Kita Sendiri): Sebuah Pembahasan tentang al-Mu’aqqibat (Bagian 2)

Sejak saya kecil, ayah saya sering mengutip ucapan ayahnya (kakek saya) :”Nahnu mahfuuzhiin, nahnu mahfuuzhiin” (keluarga kita ini terjaga).

Saya waktu itu belum paham betul maknanya, meski menduga-duga bahwa hal itu terkait dengan penjagaan dari musibah yang berat-berat yang mungkin menimpa kita.

Begitulah waktu berjalan, hingga suatu kali saya disadarkan bahwa dalam Alquran ada gagasan tentang al-mu’aqqibaat:

Untuk setiap orang ada ‘para penjaga’ (al-mu’aqqibaat) yang mengikuti/melindungi. Dalam barisan, di depan dan di belakangnya. Mereka menjaganya (yahfazhuhu) atas perintah Allah…” (QS. Ar-Ra’d:10).

Umumnya tafsir mengartikan “para penjaga” tersebut sebagai “para malaikat” yang ditugasi Allah untuk secara khusus menjaga masing-masing orang. Tapi sebagian memaknai kata al-mu’aqqibat sebagai arwah orang-orang shalih. Sehingga, sebagian percaya bahwa setiap orang dilindungi oleh arwah leluhur tertentu.

Masing-masing orang punya arwah leluhur yang ditugasi menjaga setiap orang. Orang-orang shalih yang sudah berada di alam Barzakh sesungguhnya mereka masih hidup dan aktif. Mereka dikaruniai Allah kemampuan melakukan intervensi (tasarruf) terhadap kehidupan orang-orang di dunia. Khususnya orang-orang yang Allah menugasi mereka untuk menjaganya.

Tentu takdir Allah akan berlaku. Tapi adanya al-mu’aqqibaat yang menjaga orang-orang juga merupakan sunnatulLaah dalam jaringan sunnatulLaah yang mengatur alam dunia.

Bisa jadi sebuah musibah, dalam jaringan sunnatulLaah sudah dirancang terjadi, tapi hal itu bisa tercegah oleh perlindungan para al-mu’aqqibaat ini.

Jadi para al-mu’aqqibaat ini adalah semacam sistem perlindungan yang menjaga kita dengan menangkis serangan musibah/ujian duniawi yang, otherwise, bisa menimpa kita.

Yang menarik adalah, dalam satu nafas ayat tentang al-mu’aqqibaat ini dilanjutkan dengan potongan: “InnalLaah laa yughayiruu maa bi qawmin hattaa yughayiruu maa bi anfusihim”. Artinya: keberadaan al-mu’aqqibaat dan mekanisme perlindungannya ini sudah built in bersama setiap orang. Dan Allah tak akan mencabut sistem perlindungan andal ini, kecuali jika kita menolak mengikuti jejak para leluhur kita yang shalih dengan tidak beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Akhirnya, kiranya ini jugalah alasan kenapa, khususnya dalam tasawuf (termasuk dalam, thariqah ‘Alawiyah), ada tradisi membacakan fatihah buat para arwah shalihin, sampai leluhur kita yang paling jauh, khususnya Nabi Muhammad Saw, para aimmah dan awliya’ – disebut sebagai faatihatul arwah – dalam doa-doa kita.

Tradisi pembacaan faatihatul arwaah ini kiranya terus memelihara hubungan kita dengan para mu’aqqibaat kita, dan mengaktifkan intervensi mereka mereka untuk melindungi kita, atas perintah Allah SWT. WalLaah a’lam bish-shawab.

Selesai

Sebelumnya:

AL/Islam Indonesia/Featured Image: dream.co.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *