Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 07 May 2023

Kolom Haidar Bagir – Kita Tidak Sendiri (Bahkan Saat Kita Sendiri): Sebuah Pembahasan tentang al-Mu’aqqibat (Bagian 1)


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir – Kita Tidak Sendiri (Bahkan Saat Kita Sendiri): Sebuah Pembahasan tentang al-Mu’aqqibat (Bagian 1)

Dalam segenap kemungkinan mendapatkan musibah dan ujian di dunia yang penuh risiko penderitaan ini, Allah SWT meyakinkan kita bahwa dunia ini adalah ciptaan terbaik dalam tingkatan keberadaannya.

Dia disebut “dunya” (tempat yang rendah), karena memang merupakan level keberadaan terendah dalam level-level keberadaan (maratib al-wujud).

Mulai martabat Ketunggalan Dzat yang mutlak dan sempurna, melewati martabat Wahidiyah (kemajemukan keilahian) sampai alam-alam ruhani, barzakhi, dan alam dunia.

Sudah tentu, tingkatan-tingkatan kesempurnaannya sejalan dengan levelnya dalam maratib al-wujud. Mungkin itu sebabnya alam dunia menyimpan potensi musibah dan penderitan, yang tak jarang berat dan tak terduga. Bencana alam, kecelakaan, sakit-sakit tak tersembuhkan yang tak jarang menimpa orang yang, otherwise sehat, dan sebagainya.

Tapi, inilah firman Allah tentang dunia ciptaan: “(Allah) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. Al-Mulk: 3)

Apa artinya? Tak lain adalah bahwa segala yang tampak sebagai sumber keburukan (ujian, musibah, dan lain-lain) itu sesungguhnya adalah bagian keseimbangan alam.

Itu sebabnya para ulama, termasuk Imam Ghazali menyebut alam ciptaan ini sebagai ahsan an-nizham, dalam prinsip laysa fil imkan ahsan min maa kaan. Tak ada kemungkinan alam yang lebih sempurna/seimbang ketimbang alam yang ada sekarang.

Ini juga sebenarnya makna ayat Alquran yang sering disalahpahami, sebagai berikut: InnalLaaha laa yughayiru maa bi anfusihim hattaa yughayiru maa bi anfusihim (“Sesungguhnya Allah tak akan mengubah apa-apa (nasib) suatu kaum hingga kaum itu mengubahnya”) (QS. Ar-ra’d; 11).

Ayat ini sering diartikan bahwa Allah tak akan memperbaiki nasib suatu kaum hingga kaum tersebut berikhtiar memperbaiki nasibnya. Benarkah demikian?

Bisa jadi ada kebenaran dalam cara pemaknaan ini. Tapi, jika kita pelajari secara lebih teliti, dan kita terapkan metoda tafsir muqaran (muqarin/perbandingan), maka pemaknaan seperti itu bukanlah pemaknaan yang paling tepat.

Pertama, kata “taghayara” lebih bermakna “merusak” (keseimbangan), ketimbang mengubah ke arah yang baik. Lalu, mari kita lihat ayat lain yang sebanding dengan ayat di atas:

yang demikian itu sesungguhnya karena tak sekali-kali Allah mengubah (mencabut) nikmat yang telah dianugerahkannya kepada suatu kaum, hattaa yughayiruu maa bi anfusihim.” (QS. Al-Anfal: 53)

Jelas sekali dari perbandingan di atas bahwa kata laa yughayiru dipakai dalam makna tak merusak/mencabut nikmat yang Allah sudah menjadikannya ada bersama alam ciptaan, dan bukan merusak kebaikan.

Kenikmatan-kenikmatan dalam bentuk karunia-karunia yang menyempurnakan (baca: menyeimbangkan) alam ciptaan inilah yang dirujuk dalam ungkapan “maa biqawmin“.

Dengan kata lain, dalam segala risiko kehidupan dunia yang rentan ini, Allah selalu menciptakan pasangan kebaikan yang dapat menetralisasi risiko musibah atau penderitaan, yang sudah merupakan sifat bawaan alam kehidupan dunia ini.

Ada risiko banjir, tapi ada banyak tanaman yang bisa menahannya hingga air menjadi sumber manfaat, ada risiko gunung meletus tapi ada peluang kesuburan tanah dan cadangan pasir berkualitas nomer satu akibat erupsi, ada peluang kehidupan baru yang lebih baik akibat gempa atau Tsunami (ingat kasus Tsunami Aceh).

Pendeknya, selalu ada hikmah di balik semua ujian dan musibah. Karena, bukankah Allah itu Al-Hakim?

Tak ada sesuatu yang buruk dalam dirinya sendiri, melainkan dalam segala kejadian selalu ada hikmah kebaikan di dalamnya.

Bersambung…

AL/Islam Indonesia/Featured Image: kapanlagi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *