Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 17 October 2019

Kisah Salman al-Farisi Mencari Rasulullah (3)


islamindonesia.id – Kisah Salman al-Farisi Mencari Rasulullah (3)

Sambungan dari bagian 2.

Aku dipekerjakan sebagai pelayan. Karena ada banyak pohon kurma di daerah itu, aku berharap ini akan menjadi tempat yang telah dijelaskan kepadaku oleh guruku, tetapi aku tidak yakin. Kemudian sepupu tuanku datang dari Bani Quraizah, Madinah. (Dia) membeliku dan membawaku kembali ke kotanya.

Ketika kami mendekati kota, aku melihat pohon-pohon kurma yang diceritakan sahabatku di Ammuriyyah. Aku melihat batu lahar hitam di kedua sisi. Aku tahu itu adalah kota yang telah dia gambarkan kepadaku dan aku tinggal di sana dengan harapan nabi yang baru akan datang.

Pada saat itu, Rasulullah masih di Makkah menyeru umatnya ke Islam. Tetapi aku tidak mendengar apa-apa tentangnya karena aku begitu sibuk dengan tugasku sebagai budak. Ketika Nabi mencapai Madinah setelah hijrahnya, aku sedang berada di atas pohon kurma milik tuanku, sementara dia sedang duduk di bawah pohon.

Sepupunya datang kepadanya dan berkata, “Semoga Allah membunuh Bani Aws dan Khazraj. Mereka semua berkumpul di Quba, menunggu seseorang dari Makkah yang mengaku sebagai nabi Allah!”

Segera setelah aku mendengar apa yang dia katakan, aku merasa seolah-olah berada di dalam mimpi dan aku mulai gemetar dan berguncang begitu kuat, sampai-sampai aku takut akan terjatuh menimpa tuanku.

Aku turun dengan cepat dan berkata kepada orang itu, “Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan?”

Tuanku menjadi sangat marah terhadap pertanyaanku dan memberiku pukulan yang keras ke telinga. Lalu dia berkata, “Ini bukan urusanmu, budak! Kembalilah terhadap apa yang sedang kamu kerjakan!”

Ketika malam tiba, aku membawa beberapa kurma yang telah aku kumpulkan dan pergi ke tempat tinggal Rasulullah di desa di Quba.

Aku berkata kepadanya, “Aku mendengar bahwa engkau adalah orang yang berakhlak mulia. Engkau dan para sahabatmu adalah orang asing di sini dan sangat berkekurangan. Ini sedikit sedekah. Aku pikir engkau lebih pantas mendapatkannya ketimbang yang lain,” dan aku memberikan kurma kepadanya.

Nabi menawarkan kurma kepada teman-temannya, tetapi dia tidak mengulurkan tangannya, dan dia sendiri tidak memakannya. Aku berkata kepada diri sendiri, “Nah, itulah (salah satu ciri kenabian) yang pertama!” dan aku pergi.

Ketika Rasulullah pergi dari Quba menuju ke Madinah, aku mengumpulkan lebih banyak kurma dan pergi kepadanya dan berkata, “Aku perhatikan engkau tidak memakan makanan yang diberikan sebagai sedekah, tetapi kurma ini adalah hadiah yang aku berikan dengan bebas kepada engkau.”

Lalu dia makan kurma dan menawarkan beberapa kepada sahabat-sahabatnya dan mereka semua makan bersama. Aku berkata kepada diri sendiri, “Itu yang kedua!”

Beberapa hari kemudian, aku pergi menemui Rasulullah ketika dia sedang menguburkan salah satu sahabat di sebidang tanah yang nantinya dikenal sebagai Jannat al-Baqi. Dia duduk dengan jubah yang melekat di atas bahunya.

Aku menyapanya dan mulai mencari tanda (kenabian) di punggungnya seperti yang digambarkan sahabatku di Ammuriyyah. Ketika Nabi menyadari bahwa aku sedang memandangi punggungnya, dia tahu apa yang aku cari dan melepaskan jubahnya. Ketika aku melihat tanda itu, tangisanku pecah dan mulai menciuminya.

“Kemarilah kepadaku,” kata Nabi. Lalu aku mendekat dan duduk di hadapannya dan menceritakan kisahku kepadanya. Dia ingin para sahabatnya mendengarnya juga.

Selesai.

PH/IslamIndonesia/Sumber: Noura Durkee, Hearts Have Changed: Stories of the Sahabah Volume IV (Iqra: Chicago) hlm 99-105/Foto: Tina1256/Deviant Art

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *