Satu Islam Untuk Semua

Friday, 13 November 2020

Kisah Pasangan Muslim dari Jerman yang Menemukan Vaksin Corona (1)


islamindonesia.id – Kisah Pasangan Muslim dari Jerman yang Menemukan Vaksin Corona (1)

BioNTech dan U.S. partner Pfizer Inc’s, perusahaan bioteknologi terkemuka asal Jerman yang memproduksi vaksin, belum lama ini mengumumkan kesuksesan mereka dalam menciptakan vaksin yang dapat mencegah penularan COVID-19 dengan tingkat keberhasilan 90%.

Pada Senin (9/11), Pfizer mengatakan bahwa keyakinan mereka hadir berdasarkan data-data yang dihasilkan melalui penelitian besar.

Pfizer dan BioNTech adalah produsen obat-obatan pertama yang menunjukkan data sukses dari uji klinis berskala besar dari vaksin virus corona. Pihak perusahaan mengatakan bahwa sejauh ini mereka tidak menemukan masalah keamanan yang serius dan berharap untuk mendapatkan izin dari Emergency Use Authorization US akhir bulan ini.

Namun siapakah orang di balik kesuksesan ini? Mereka adalah pasangan suami istri yang telah mengabdikan hidup mereka dalam penelitian mengenenai sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker.

Berasal dari lingkungan keluarga yang sederhana, Ugur Sahin (55), putra seorang imigran Turki, yang bekerja di pabrik Ford di Cologne, kini telah menjadi Kepala Eksekutif BioNTech dan termasuk di antara 100 orang terkaya di Jerman.

Kesukesan itu dia raih bersama dengan istrinya Oezlem Tuereci (53), yang juga merupakan anggota dewan eksekutif, demikian seperti dilansir dari koran mingguan Welt am Sonntag.

Nilai pasar BioNTech yang terdaftar di Nasdaq, yang didirikan oleh pasangan itu, telah menggelembung menjadi 21 miliar dollar AS pada penutupan hari Jumat (6/11). Padahal pada tahun lalu nilainya hanya 4,6 miliar dollar AS. Hal ini terjadi dikarenakan perusahaan itu akan menjadi pemain utama dalam imunisasi massal melawan virus corona.

“Terlepas dari prestasinya, dia tidak pernah berubah dari pribadi yang sangat rendah hati dan menarik,” kata Matthias Kromayer, anggota dewan perusahaan modal MIG AG, yang dananya telah mendukung BioNTech sejak didirikan pada tahun 2008.

Dia menambahkan, Sahin biasanya menghadiri rapat bisnis hanya dengan mengenakan jeans dan membawa helm sepeda dan ransel yang menjadi kebiasaannya.

Dengan gigih mengejar impian masa kecilnya untuk belajar kedokteran dan menjadi seorang dokter, Sahin bekerja di rumah sakit pendidikan di Cologne dan kota barat daya Homburg, di mana dia bertemu dengan Tuereci pada masa awal karir akademisnya. Riset medis dan onkologi menjadi minat mereka bersama.

Tuereci, putri seorang dokter Turki yang bermigrasi ke Jerman, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa bahkan pada hari pernikahan mereka, keduanya masih sempat meluangkan waktu untuk bekerja di laboratorium.

Bersama-sama mereka meneliti sistem kekebalan sebagai sekutu potensial dalam perang melawan kanker dan mencoba mengatasi susunan genetik unik dari setiap tumor.

Kehidupan sebagai pengusaha dimulai pada tahun 2001 ketika mereka mendirikan Ganymed Pharmaceuticals untuk mengembangkan antibodi pelawan kanker, tetapi Sahin – yang saat itu menjadi profesor di Universitas Mainz – tidak pernah meninggalkan dunia penelitian dan pengajaran akademis.

Mereka berdua mendapatkan dana dari MIG AG serta dari Thomas dan Andreas Struengmann, yang menjual bisnis obat generik mereka Hexal ke Novartis pada tahun 2005.

Perusahaan itu lalu dijual ke Astellas Jepang pada tahun 2016 dengan harga hingga 1,4 miliar dollar AS. Saat itu, tim di belakang Ganymed sudah sibuk membangun BioNTech, yang didirikan pada 2008, untuk mengembangkan perangkat imunoterapi kanker yang lebih luas.

Itu termasuk mRNA, zat pembawa pesan multi guna untuk mengirim instruksi genetik ke dalam sel.

Bersambung ke bagian 2.

PH/IslamIndonesia/Foto utama: Felix Schmitt/Contact Press Images-Focus/Sumber artikel: Reuters

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *