Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 29 January 2022

Mengenal Hakikat Kebenaran dengan Ketajaman Akal yang Dibimbing Wahyu Tuhan (2)


islamindonesia.id – Pada tulisan sebelumnya disebutkan bahwa Alquran adalah kitab suci yang sangat memberi penekanan dan kontribusi besar bagi akal dalam berbagai lapangan pengetahuan dan kehidupan. Dalam Islam, menerima keyakinan agama harus lewat pemikiran dan perenungan akal, dan Alquran dalam hal ini senantiasa mengajak untuk berpikir, bertadabbur, dan menjauhi taklid buta dalam berbagai masalah akidah dan keyakinan, serta memandang sangat buruk orang-orang yang tidak menggunakan akalnya.

Adapun pekerjaan akal dalam hal kemampuan berargumen dan berdalil, terdapat ayat-ayat Alquran dalam masalah-masalah tersebut, misalnya kemampuan akal memberi pendekatan yang sifatnya rasional dengan sifat yang inderawi dengan permisalan dan penganalogian. Ayat yang berkenaan dengan hal ini seperti: Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:74).

Selain itu, juga terdapat ayat-ayat Alquran yang mengajak berdalil dan berargumen akal dengan cara memperlihatkan kelemahan dan kekurangan apa yang diperbuat manusia dalam masalah dan subyek tersebut. Seperti ayat: Katakanlah (Muhammad), “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.” Katakanlah, “Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri?” Katakanlah, “SaMakkah orang yang buta dengan yang dapat melihat? Atau saMakkah yang gelap dengan yang terang? Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Tuhan Yang Maha Esa, Mahaperkasa.” (QS. Ar-Ra’d:16).

Kemudian, mari kita simak ayat lain yang serupa tentang hal ini dalam kisah Nabi Ibrahim a.s: Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zalim.” Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.” Mereka berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan.” Mereka bertanya, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.” Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri).” Kemudian mereka menundukkan kepala (lalu berkata), “Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat berbicara.” Dia (Ibrahim) berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti (berakal)?” (QS. Al-Anbiyaa:59-67).

Apa yang diperbuat manusia dalam masalah ini tidak lain karena akal dan logika sehat mereka tidak bekerja dan berfungsi, sehingga mengambil sekutu untuk Tuhan yang sekutu tersebut sendiri tidak mampu memberikan manfaat pada diri mereka sendiri dan juga tidak mampu membuat mudarat pada diri mereka sendiri, apatah lagi pada manusia dan makhluk-makhluk Tuhan lainnya.  

Kemudian di antara salah satu cara Alquran untuk membangunkan akal manusia agar befungsi dan berpikir logis serta berargumen untuk menundukkan pihak lawan, adalah dengan menukar dalil sebelumnya dengan dalil lainnya sesuai strata pihak yang dihadapi, dan cara ini dapat kita saksikan contohnya dalam ayat: Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim. (QS. Al-Baqarah:258).

Namun meskipun ayat-ayat Alquran telah memberikan hidayah dan petunjuknya pada akal manusia, namun jika manusia itu sendiri tidak mau menuruti dan mengikuti pikiran dan renungan akalnya, dia selamanya akan tetap dalam kegelapan dan kezaliman, sebab manusia sendiri yang mempunyai kemampuan untuk mengubah nasibnya dengan ikhtiar dan pilihannya.

Masih banyak masalah yang ayat Alquran mencahayai akal manusia supaya manusia mau mengikuti akal sehatnya yang dapat membawanya pada kebenaran hakiki dan kesempurnaan akhir.

Sebagai tambahan, di akhir pembahasan ini kami akan membawakan dua riwayat berkenaan dengan akal dan kebaikannya.

Seseorang bertanya kepada cucu Rasul, Sayidina Husein: ”Aku berkata kepadanya apakah akal itu?” Beliau menjawab: “Apa yang dengannya Rahman (Tuhan Maha Rahman) disembah dan apa yang dengannya jinan (jamak dari surga) diusahakan.”  Juga hadis dari Nabi s.a.w. Beliau bersabda: “Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.”

Dari cahaya wahyu Alquran dan hadis sebagaimana tersebut di atas, maka dapat kita pahami bahwa dasar dan landasan untuk menerima agama dan parameter kebenaran suatu keyakinan dan akidah agama, tidak lain adalah akal yang merupakan anugerah termulia Tuhan pada diri manusia. Namun perlu diingat, bahwa akal yang dimaksud di sini adalah akal yang dicahayai oleh Wahyu Tuhan.

Hal ini sebagaimana disinggung cendekiawan Muslim Indonesia, Haidar Bagir dalam salah satu tweet-nya dengan mengutip apa yang disampaikan oleh Habib Umar bin Hafidzh, “(Sepenting dan) setajam apa pun penglihatanmu di waktu malam, kau tetap takkan mampu melihat tanpa lampu. Seperti itulah akal. (Sepenting dan) setajam apa pun akal, tanpa mengikuti cahaya wahyu petunjuk dari Allah, ia juga takkan mampu melihat (hakikat) kebenaran.”

[Selesai]

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *