Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 13 August 2022

Kolom Haidar Bagir Alhabsyi – Habib Zen bin Umar Smith: Penerus Jalan Ba’alawiy di Indonesia (Bagian 2-Habis)


islamindonesia.id – Kolom Haidar Bagir Alhabsyi – Habib Zen bin Umar Smith: Penerus Jalan Ba’alawiy di Indonesia (Bagian 2-Habis)

Habib Zen bin Umar Smith: Penerus Jalan Ba’alawiy di Indonesia (Bagian 2-Habis)

Oleh Haidar Bagir Alhabsyi | Presiden Direktur Kelompok Mizan, penulis buku-buku tentang Tasawuf, dan Dai Islam Cinta

Sambungan dari bagian 1….

Almarhum Habib Zen Smith, yang berasal dari kota Pekalongan, sebetulnya adalah lulusan Akademi Bahasa Asing. Tapi kemampuannya telah membawanya menjadi profesional andal, sampai di sebuah perusahaan swasta asing besar. Ya, beliau adalah profesional yang sukses. Tapi jiwa beliau lembut, demikian pula tutur-katanya, lebih seperti seorang ruhaniawan. Maka, gelar habib kiranya pantas beliau sandang. Mungkin juga kebaikan hatinya ini yang mengantar beliau ke tampuk kesuksesan dalam karir profesionalnya itu.

Saya mengenal beliau dengan baik, meski tak terlalu dekat dalam pergaulan fisik—tepatnya, saya tak bertemu terlalu kerap dengan beliau. Selain sesekali bertukar WhatsApp (WA), saya lebih sering bertemu beliau dalam hajatan akad nikah teman, kerabat, atau sesama keluarga ‘Alawiyin. Beliau memang dikenal senang memenuhi undangan orang. Dan tak membedakan apakah pengundangnya dari kalangan atas atau kalangan bawah.

Wajah beliau selalu dihiasi keramahan dan senyum. Kepada siapa saja. Kepada saya, yang kadung dicurigai banyak orang telah menyebal dari Thariqah ‘Alawiyah, sikapnya tidak menunjukkan perbedaan. Selalu menjawab jika di-WA. Selalu dermawan dengan kata-kata yang membesarkan hati jika bertemu, termasuk kepada saya yang tujuh tahun lebih muda dari beliau. Juga dermawan, termasuk kepada Yayasan Amal Khair Yasmin yang saya dirikan dan kembangkan.

Saya pun bukan tak pernah menyampaikan dukungan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaannya dalam memimpin Rabithah ‘Alawiyah (RA)—termasuk ketika beliau disikapi dengan ketus akibat pendekatannya yang anti kekerasan dan kekasaran itu. Suatu sikap yang dia pegang secara konsisten, terhadap kelompok atau individu mana pun.

Pada masa kepemimpinan beliau yang cukup panjang di RA, tak pernah kita dengar pernyataan-pernyataan mengecam orang atau kelompok lain secara terbuka. Tapi, karena kelembutan dan sikap bijaknya dalam menasihati, dengan bijak, semua yang mengenalnya menghormati dan mencintainya. Pada malam hari kewafatannya, dan hanya beda beberapa jam saja, Habib Rizieq dan Habib Kribo bertakziyah ke rumah beliau, sekaligus.

Sebagai penganut setia Thariqah ‘Alawiyah, beliau pun tentu tak merasa nyaman dengan sikap anti-tradisi, termasuk juga terhadap ke-Syiahan sebagian kaum ‘Alawiyin di Indonesia. Tapi, setidaknya setahu saya, beliau tak memusuhi apalagi membenci mereka. Tetap lembut dan ramah, dalam keteguhan sikapnya itu.

Bahkan, saya sempat mendapatkan kesempatan “mengintip” rak buku di rumah beliau. Dan saya mendapati ada buku Dialog Sunah-Syiah karya Syarafuddin al-Musawi di sana, di samping juga buku Sunah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran karya Prof Quraish Shihab, plus buku perbandingan fikih Sunah-Syiah. Dan beberapa buku sejenis lainnya.

Sekali lagi, saya sama sekali tak hendak menyampaikan bahwa beliau simpatisan Syiah. Tidak, sama sekali. Bahkan, saya dengar beliau tak ragu menyampaikan keberatan-keberatan beliau terhadap pandangan-pandangan mazhab Syiah. Tapi, setidaknya, beliau mau mempelajari. Artinya, ketidaksetujuan beliau bukan tanpa dasar ilmu. Dan ini penting, mengingat tak jarang orang yang anti mazhab yang bukan mazhabnya—dari mazhab mana pun kepada mazhab apa pun—yang sentimen kepada mazhab lain itu hanya akibat kejahilan, atau pengalaman pribadi yang sangat subyektif. Seringkali dalam interaksi mereka dengan kelompok-kelompok ekstrem, yang selalu ada di mazhab mana pun. Lalu, sayangnya, pengalaman pribadi subyektif itu dipakai untuk menggeneralisasi dan mendevilisasi mazhab lain, yang bukan mazhabnya itu.

Pada masa kepemimpinan beliau, hubungan Rabithah ‘Alawiyah dan Al-Irsyad—suatu hubungan yang sebelumnya sempat diwarnai pertikaian besar—terasa mesra. Ya, silaturrahimnya dengan Ustadz Abdullah Jaidi, yang menjabat Ketua Al-Irsyad pada waktu itu, terhitung mesra. Apalagi dengan para kyai Nahdlatul Ulama.

Bahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang non-Muslim pun terkesan pada nasihat-nasihat beliau. Beliau tak segan menemui tokoh-tokoh Muslim, yang ditahan akibat gerakan politik mereka, untuk memberi nasihat. Tak jarang hal itu beliau lakukan di malam hari, agar tak diliput media. Karena, kata beliau, kalau sudah masuk media, banyak hal baik bisa menjadi kacau (fitnah).

Maka tak aneh jika banyak orang menangisi pusaranya. Pusara Habib Zen bin Umar bin Smith, pelanjut jalan kaum Ba’alawi, para pengikut Tarekat Cinta dan Kedamaian, di Indonesia. Allah, lapangkan jalan-kembalinya kepada Rabb-nya. Dan semoga kita semua yang ditinggalkannya—baik dari kaum ‘Alawiyin, khususnya yang memimpin RA sekarang, atau pun siapa saja—bisa terus mengikuti teladan kebaikannya. Bi’ awni-Hi Ta’aalaa….[]

PH/IslamIndonesia/Foto utama: kabartangsel.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *