Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 27 March 2016

Rohingya & Sisi Buram Suu Kyi


Siapa tak mengenal Aung San Suu Kyi? Dialah perempuan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian asal Myanmar. Selama bertahun-tahun, publikasi media jitu menjadikan sosoknya sebagau ikon demokrasi sekaligus kiblat ‘integritas’ bagi umumnya orang Barat.

Tak ada yang bisa menyangkal. Berhadapan dengan junta militer, dia tegar dan terus menyuarakan demokrasi meski harus membayarnya sangat mahal — jadi tahanan rumah selama 15 tahun. Namun, ada sisi lain Suu Kyi yang jarang terekspos dan, bisa jadi, mengecewakan penggemarnya yang paling berdedikasi sekalipun.

Terungkap dalam buku anyar “The Lady and The Generals — Aung San Suu Kyi and Burma’s Struggle for Freedom”, dia pernah meledak dan sama sekali tidak menunjukkan simpati meski punya kesempatan menyatakan keprihatinannya atas Tragedi Muslim Rohingya.

Ceritanya, menurut penulis buku, Peter Popham, Suu Kyi diwawancara presenter radio BBC, Mishal Husein, pada 2013. Wawancara sejak awal panas. Mishal, perempuan Muslim pertama yang jadi anchor di BBC, berusaha mengejar sikap Suu Kyi terkait maraknya sikap anti-Islam dan kekerasan terhadap Muslim di Myanmar.

Nah, saat dia berulang kali diminta oleh Mishal untuk mengutuk sentimen anti-Islam dan gelombang pembantaian massa Muslim di Myanmar, Suu Kyi tetap menolak. “Saya rasa ada banyak, banyak umat Buddha yang juga telah meninggalkan negara karena berbagai alasan,” Katanga mengelak. “Ini adalah hasil dari penderitaan kami di bawah rezim diktator.”

image

Mishal tak menerima jawaban ‘standar’ itu. Dia terus mengejar. Dia mendesak Suu Kyi untuk menerima fakta bahwa “sebagian besar” dari korban kekerasan adalah Muslim.

Menurut Popham, kemarahan Suu Kyi meledak saat off-air. Dia merasa dijebak. “Tidak ada yang cerita kalau saya bakal diwawancarai oleh seorang Muslim. ”

Popham mengatakan informasi itu disampaikan kepadanya oleh “sumber terpercaya”.

Wanita yang dikenal dengan julukan “The Lady” ini dianugrahi Nobel Perdamaian pada 1991. Dia digambarkan sebagai “contoh luar biasa dari kekuatan yang tidak berdaya”.

Setelah junta meninggalkan gelanggang kekuasaan, Suu Kyi bersama partainya National League for Democracy memenangkan pemilu pada November 2015 silam. Belakangan, dia bahkan menjadi ‘ibu suri’ perpolitikan di Myanmar lepas berhasil mendudukan orang kepercayaannya di tampuk kekuasaan. Suu Kyi sendiri terganjal aturan konstitusi yang melarang jabatan presiden melekat pada siapapun yang terikat hubungan keluarga dengan orang asing. Suu Kyi bersuamikam seorang warga negara Inggris.

Nah, dengan kendali kekuasaan yang begitu besar saat ini, Suu Kyi kembali jadi bulan-bulanan kritik. Dia dianggap gagal mencegah dan menghentikan prosekusi negara atas umat Islam di Myanmar.

Muslim Rohingya mengalami penindasan di Myanmar selama bertahun-tahun. Sebagian besar mereka Rohingya diyakini terbunuh dan puluhan ribu lainnya mengungsi akibat maraknya serangan dari kalangan ekstrimis Budha yang, sebagiannya, adalah simpatisan Suu Kyi.

Rohingya telah diakui oleh PBB sebagai salah satu komunitas yang paling teraniaya di dunia.[]

Ami/Islam Indonesia/Berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *