Satu Islam Untuk Semua

Friday, 02 December 2016

Prof. Al-Qurtuby: Demo Massa Selalu ‘By Design’, Tak Ada yang Alami


islamindonesia.id –  Prof. Al-Qurtuby: Demo Massa Selalu ‘By Design’, Tak Ada yang Alami

 

Sebagai aktivis yang pernah terlibat dalam sejumlah demonstrasi, Prof. Sumanto Al-Qurtuby berbagi teori untuk memahami fenomena “demo komunal”. Menurut jebolan “Conflict and Peace Studies” di  Eastern Mennonite University ini, memahami “demo komunal” akan lebih baik jika menggunakan “teori piramid”.

“(Hal ini) karena “demo massa” itu selalu “by design”, tidak ada yang bersifat “alami”,” kata pria yang kini mengajar di King Fahd University of Petroleum & Minerals via akun facebooknya (2/12).

Pertemuan 4/11 di Istana, Kapolri: “Tuntutan Mereka Ternyata Berubah”

Selain teori piramid, juga bisa menggunakan “teori panggung” karena demo massa sejatinya adalah sebuah panggung pertunjukan. Di panggung itu,  ada banyak aktor atau pemain dengan berbagai peran plus sutradara dan penulis skenario.

“Ada tiga komponen atau bagian dasar dalam sebuah piramid: atas, tengah, dan bawah,” katanya.

Lapisan atas piramid ini adalah simbol “kelompok elit” yang jumlahnya sedikit tapi mempunyai peran yang sangat besar dan sentral karena mereka mempunyai “power” dan “otoritas”. Merekalah yang memegang “tombol” sebuah pertunjukan atau drama bernama demo.

“Dalam sistem politik-pemerintahan feodal, kelompok elit ini diperankan oleh raja dan kroninya.”

Tetapi dalam sistem politik-pemerintahan non-feodal, lanjut Al-Qurtuby, kaum elit ini diperankan oleh gabungan dari sejumlah kelompok kepentingan. Baik itu kepentingan politik, ekonomi, ideologi, dan lain sebagainya. Dan kaum elit bisa dari (oknum) elit militer/ polisi atau pensiunan elit militer/ polisi, elit parpol, konglomerat /pengusaha, birokrat, cendekiawan, dan lain sebagainya.

“Peran mereka kurang tampak di publik tapi jelas dan nyata sekali,” kata alumnus Boston University ini.

Prof. Nadirsyah: Gagal Masuk Isu Suni-Syiah, ‘Gerakan Kebencian’ Lewat Kasus Pilkada DKI

Mereka, kata pria pria kelahiran Batang ini, hanya hadir (baik fisik maupun virtual, itupun kalau mau) di pertemuan-pertemuan terbatas untuk koordinasi sekedarnya.

“Kalau tidak sempat, ya cukup lewat telpon. Tetapi mereka paham apa yang harus dilakukan,” katanya.

Menurut Al-Qurtuby, kaum elit ini berbagi peran: siapa melakukan apa. “Mereka juga mengatur strategi dan taktik demo, menyiapkan Plan A, Plan B, Plan C, dan seterusnya.”

Bagian tengah piramid adalah “kelompok menengah” yang melakukan peran sebagai “penghubung” atau “broker” antara elit dan massa. Peran kelompok ini juga sangat penting karena merekalah yang mempunyai akses langsung dengan massa atau publik (masyarakat /rakyat).

“Kelompok elit hanya punya uang dan kekuasaan tetapi mereka tidak punya massa,” katanya.

Karena mempunyai massa, mereka inilah yang berperan sebagai operator demo, komandan lapangan, pengumpul massa, dan lain sebagainya. Dalam dunia kemiliteran, mereka ini mungkin seperti “kolonel” yang memegang pasukan.

“Kelompok menengah ini bisa diperankan oleh para pemimpin ormas, dai/mubalig, “intelektual tukang”, guru, ketua lembaga, aktivis kampus, komandan laskar, bos preman, dan lain sebagainya.”

Mereka juga yang “menjabarkan di lapangan” segala arahan, petunjuk, dan strategi yang dirumuskan oleh kaum elit tadi. Mereka pula yang menerima “logistik” demo dari kelompok elit tadi untuk “disalurkan” ke massa (baik disalurkan sebagian kecil atau sebagian besar, semua tergantung dari “kebaikan hati” masing-masing).

“Mereka pula yang bertugas untuk berkoar-koar dan memimpin yel-yel di setiap aksi demo. Saya dulu berperan sebagai “kelompok menengah” ini.”

Adapun bagian bawah piramid, menurut Al-Qurtuby, melambangkan rakyat, masyarakat, atau massa. “Kelompok bawah” inilah yang jumlahnya paling banyak dan paling gendut dalam struktur piramid.

“Mereka ini bisa mahasiswa, santri, murid, buruh, petani, nelayan, pengikut omas, jamaah pengajian, anggota laskar, atau masyarakat kebanyakan.”

Meskipun jumlahnya paling banyak tetapi mereka adalah kelompok lemah, tidak berdaya, dan “serba minim” yang disebabkan oleh banyak faktor: bisa karena masalah ekonomi-finansial, pendidikan, akses kekuasaan, intelektualitas, wawasan, dlsb. Karena lemah dan “serba minim”, maka mereka ini gampang sekali dipengaruhi atau bahkan “dibohongi” dan dimanipulasi oleh kelompok menengah tadi dengan isu ini-itu.

“Tubuh mereka mungkin ada yang bongsor-bongsor tapi “otaknya dikit” jadi gampang ditaklukkan.”

Dengan kata lain, oleh kelompok menengah dan elit, mereka ini hanya dijadikan sebagai “kayu bakar” saja atau sebagai alas untuk “diinjak” saja. Ketika, misalnya, demo kolosal itu sukses, kelompok bawah yang mayoritas ini tidak akan mendapatkan apa-apa karena “kue” kekuasaan baru akan dinikmati oleh kelompok elit dan kroninya.

“Sisanya mungkin “dilempar” ke kelompok menengah. Sementara kelompok bawah, mereka tetap seperti sedia kala: lapar, dahaga, dan miskin-njekin sepanjang masa. Sadarkah Anda dengan “drama” ini?”

Beredar Album HTI Soal Ahok, Prof. Al-Qurtuby: Ajaib, Anti Demokrasi Rajin Demo

YS / islam indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *