Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 06 May 2017

Peneliti UGM Tanggapi Retorika “Tunjukkan di Mana HTI Anti-Pancasila?”


Islamindonesia.id – Peneliti UGM Tanggapi Retorika “Tunjukkan di Mana HTI AntiPancasila?”

 

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) angkat bicara terkait wacana pembubaran organisasi karena dinilai anti-Pancasila. Juru Bicara HTI Ismail Yusanto meminta pihak yang menyebutkan HTI anti-Pancasila agar membuktikan pernyataannya.

“Sekarang kalau kami dibilang anti-Pancasila, coba bisa tunjukkan enggak di mana kami menyebut anti-Pancasila?” ujar Ismail seperti dilansir Kompas.com, Rabu (3/5/2017).

Ismail mengklaim HTI adalah organisasi dakwah yang sah, tidak bertentangan dengan Pancasila, dan anti-kekerasan. Karena itu, menurutnya, tidak ada alasan untuk membubarkan HTI.

Peneliti Program Studi Lintas Agama dan Budaya (CRCS)  UGM, Mohammad Iqbal Ahnaf, menyatakan retorika HTI itu menunjukkan apa yang bisa disebut sebagai langkah “strategic ambiguity”. Di satu sisi, HTI tidak menyatakan secara eksplisit dan terang-terangan ingin mengganti Pancasila, tetapi di sisi lain terus menyuarakan wacana anti-sistem yang keras.

Dalam portal resmi CRCS UGM, Ahnaf lalu menjelaskan isi buku Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia. Dalam buku yang diterbitkan pada 2009 itu, dikatakan  “Hizbut Tahrir juga menentang dengan keras konsep-konsep yang lahir dari paham Sekulerisme seperti Demokrasi, Patriotisme, Sosialisme dan Kapitalisme atau isme-isme lain.”

Abdul Qadim Zallum (1924-2003), pemimpin generasi kedua Hizbut Tahrir setelah pendirinya Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977), menulis buku berjudul Demokrasi Sistem Kufur (Ad-Dimuqrathiyyah Nizham Kufr) yang disebarluaskan dan menjadi bacaan pokok kaderisasi.

“Buku ini tidak hanya menyerang demokrasi tetapi juga menuduh nasionalisme sebagai strategi jahat orang-orang kafir untuk memecah belah dunia Islam,” kata pria yang pernah secara khusus meneliti HTI ini seperti dikutip di crcs.ugm.ac.id, 6/5.

Langkah “strategic ambiguity” juga ditunjukkan HTI dengan retorika-retorika yang seakan-akan menampik kesan anti-Pancasila dan NKRI. Misalnya, ketika dituduh anti-Pancasila, HTI melontarkan pertanyaan balik, “Apakah menista al-Quran itu sesuai dengan Pancasila?”

Pada tahun 2007, ketika menanggapi tuduhan anti-NKRI, HTI mengadakan Konferensi Khilafah Internasional (KKI) dengan narasi “KKI 2007 Mengokohkan Pancasila”. Dengan pesan demikian HTI menepis tudingan anti-NKRI, tetapi memberi pemaknaan yang berbeda terhadap NKRI.

“Sistem khilafah HTI jelas tidak sejalan dengan sistem pemerintahan demokratis dan republik yang terkandung dalam frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia”,” katanya.

Dalam penjelasannya tentang tema “Mengokohkan NKRI”  Muhammad Al Khattath (tokoh HTI sebelum keluar) menyatakan tujuan HTI adalah mempertahankan wilayah NKRI yang ada saat ini dan bahkan, ini yang perlu digarisbawahi, memperluas teritori NKRI yang ada saat ini di bawah naungan khilafah.

“Jadi HTI memahami NKRI sebagai teritori, bukan ideologi atau tatanan politik,” katanya.

Di kesempatan berbeda, peneliti Fahd University Arab Saudi Prof. Sumanto Al-Qurtuby menanggapi organisasi anti-demokrasi yang kerap memanfaatkan alam demokratis dengan demonstrasi. Al-Qurtuby menyebut kelompok itu hobinya mencaci-maki demokrasi karena sistem ini dianggap sebagai liberal-sekuler atau produk kebudayaan Barat” yang “kafir”.

Hizbut Tahrir  yang mengklaim mengusung “sistem politik” Islam, lanjut Al-Qurtuby, malah dilarang di negara-negara mayoritas Muslim, Arab maupun non-Arab. Bahkan di negara asalnya tempat HT lahir (yaitu Palestina) juga tidak laku dan mati.

“Lucunya HT malah tumbuh subur di negara-negara penganut sistem demokrasi (baik liberal maupun illiberal) seperti di Amerika, Inggris, Australia, termasuk Indonesia, yang selalu mereka “kopar-kapirkan” itu,” katanya via akun facebooknya dan diberitkan IslamIndonesia.id beberapa waktu lalu.

 

YS/ Islam Indonesia. Foto: CRCS UGM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *