Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 29 September 2016

Pemikir Arab: Bagaimana Menyikapi 428 Fatwa “Tobat atau Bunuh” Ibn Taimiyah?


Islamindonesia.id–Pemikir Arab: Bagaimana Menyikapi 428 Fatwa “Tobat atau Bunuh” Ibn Taimiyah?

Oleh : Muhammad Habasy

Kebencian yang menyerang kaum Muslim telah menghalangi sebagian mereka bersikap terbuka terhadap dinamika kehidupan. Ini juga sumber kecamuk kekerasan yang mendera mereka dalam beberapa tahun ini. Dan semuanya agaknya bersumber dari sikap mengkafirkan sesama Muslim yang menyebar bak cendawan di musim hujan.

Tentu banyak yang akan menasihati kita untuk menunda pembahasan tentang tradisi pengkafiran ini hingga kita dapat berdamai dengan diri kita sendiri. Mereka bakal bilang bahwa bukan saatnya sekarang kita membuka perselisihan masa lalu. Sekarang justru saatnya kita berbicara tentang hal-hal yang menyatukan dan bukan membedakan, mempertemukan dan bukan menceraikan.

Omongan itu seolah menggambarkan bahwa keadaan umat ini sekarang sedang bersatu padu dan tenang; seolah umat ini sedang tidak mengalami anarki pembunuhan, darah dan pengkafiran; seolah umat ini tidak sedang menyaksikan penyembelihan, pemenggalan dan penyebaran fatwa pemurtadan dan pengkafiran yang diiringi datangnya para algojo berdarah dingin yang membawa bendera-bendera hitam, menghalalkan darah, kesucian dan harta orang.

(Baca, KAJIAN–Cacat Logika Takfirisme dan Pembelaan atas Ibn Taimiyah 1)

Perlukah kita diam agar ladang pembantaian yang bertebaran di berbagai kota negeri-negeri Muslim yang tersandera oleh bendera-bendera hitam itu tidak terganggu oleh suara kita?! Haruskah kita memberikan kesempatan lebih banyak lagi pada para kombatan pandir untuk melaksanakan hukum mereka dengan tenang?! Semua itu dalam rangka agar persatuan dan kesatuan Islam tidak tercederai?!

Ibn Taimiyah…ahli fiqih Islam kaliber yang memenuhi dunia dan menyibukkan manusia. Dialah imam utama gerakan-gerakan Salafi Jihadi. Hingga hari ini ada belasan juta Muslim yang menganggapnya sebagai salah satu imam Islam terpenting hingga menyebutnya sebagai Syaikhul Islam—inilah gelar yang tak pernah disandang siapa pun sebelum dan sesudahnya.

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah ini meninggalkan karya yang banyak, tercecer di kitab-kitab kuning, hingga kerajaan Arab Saudi dan lembaga-lembaga agama resmi maupun swastanya menyebarkan pemikiran dan kitab-kitab tersebut. Anda dapat menemukan fatwa-fatwa di bawah ini di dalam seabrek karya tersebut.

Berikut ini serangkaian fatwa yang sepatutnya negara terhormat tak mengizinkan warganya yang berakal untuk mengutarakannya. Bahkan siapa saja yang mengutarakannya sepatutnya dipenjara demi keselamatan orang banyak.

Dan menariknya, begitulah persisnya yang dilakukan pemerintah Islam di masa Al-Nasir Muhammad ibn Qalawun di tahun 726 Hijriah terhadap Ibn Taimiyah. Itulah usulan para ahli fiqih besar Islam yang semasa dengannya seperti Ibn Hajar, Abul Hasan Al-Subaki dan putranya Al-Taj, Al-Izz bin Jamaah dan berbagai tokoh lain dari kalangan mazhab Syafii, Maliki dan Hanafi.

Sayangnya, berbagai narasi yang menuturkan fatwa-fatwa ulama sezamannya yang menjadi sebab pemenjaraannya tidak terkait dengan fatwa-fatwa pengkafiran, melainkan malah terkait dengan fatwa pengharaman ziarah pusara Rasulullah dan jatuhnya talak 3 dengan satu talak. Agaknya para penulis biografi Ibn Taimiyah enggan atau tidak mau menyebutkan sebab yang sebenarnya.

Ala kulli hal, terlepas dari sejarah orang ini dan kekukuhannya yang menakjubkan dalam memegang pendapat-pendapat fiqihnya, fatwa-fatwanya yang hari ini dicetak dan dibagi-bagikan untuk mendapat keridhaan Allah, dan selanjutnya diajarkan di berbagai sekolah dan kursus sebagai bagian dari fiqih Islam yang dibenci oleh para penguasa Muslim, telah mendapat simpati dan kepercayaan dari kalangan tertindas di dunia Islam.

Memang ada kemungkinan bahwa seluruh kitab dan karya Ibn Taimiyah yang berjumlah 154 itu semuanya palsu dan dinisbatkan kepadanya secara dusta. Meski kemungkinan itu kecil sekali, tapi saya akan berbahagia jika ada peneliti yang dapat membuktikan bahwa semua karya itu sebenarnya bukanlah karya aslinya.

Bagaimanapun, tujuan kita bukan menghakimi orang ini melainkan menghakimi sistem berpikir dan kurikulum pengajaran yang telah menghadirkan bagi generasi ini budaya pengkafiran yang sangat beracun itu sebagai agama Allah.

Masalahnya tidak perlu terlalu rumit. Sebentar saja Anda membuka salah satu karya Ibn Taimiyah, Anda akan menemukan ungkapan “dipaksa bertobat dan jika tidak mau maka wajib dibunuh”. Ungkapan ini berulang sebanyak 428 kali, dan 200 di antaranya dalam karyanya yang berjudul Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah.

Sialnya, sebagian besar dari pemikirannya itu bukan berasal dari perilaku kriminal melainkan dari hasil tafsir dan takwil yang sesungguhnya merupakan buah dari akal yang merdeka. Dan karenanya saya tak paham mau kita apakan ayat Allah yang berbunyi “tiada paksaan dalam agama” setelah semua ini.

(Baca, SOROTAN–Media Arab Saudi: Pemikiran Ibnu Taimiyah Memicu Pembunuhan Anak atas Keluarganya)

 

Berikut ini sebagian bunyi fatwa yang kita maksud:

—Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah berada di atas langit di atas arsy-Nya, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; dan jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan kepada seseorang: Aku bertawakal/bergantung kepadamu dan engkaulah sandaranku atau akulah sandaranmu, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa menyangka bahwa ada wali Allah yang bersama Muhammad seperti Khidr bersama Musa, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh.

—Orang baligh yang enggan melaksanakan salah satu dari lima shalat wajib atau meninggalkan salah satu kewajibannya yang telah disepakati, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau; jika tidak maka wajib dibunuh

—Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah berada di atas langit di atas arsy-Nya, dan mengingkari Allah, halal-lah darahnya. Dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, maka wajib dipenggal lehernya dan dibuang ke tempat sampah.

—Barangsiapa berpendapat bahwa Al-Qur’an itu hadis (baru), maka bagi saya dia adalah seorang Jahmi yang harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, harus dipancung.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa salah satu dari sahabat dan tabiin ada yang berperang bersama kaum kafir, maka dia telah sesat, menyimbang dan bahkan kafir. Dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa seluruh hadis ini sahih, maka dia telah kafir dan harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa bersikukuh mengharamkan hal-hal yang secara mutawatir dibolehkan seperti roti, daging dan nikah, maka dia telah kafir dan murtad. Dia harus bertobat dan jika tidak mau wajib dibunuh. Jika dia menyembunyikan pengharaman itu, maka dia telah keluar dari agama dan munafik. Dia harus dipaksa bertobat menurut kebanyakan ulama, bahkan dibunuh tanpa diminta bertobat jika kemudian dia menyatakannya secara terbuka.

—Barangsiapa yang tidak berpegang teguh pada syariat, melecehkannya atau membolehkan orang keluar darinya, maka dia harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak, maka wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang mengklaim bahwa ada jalan menuju Allah, keridhaan, kemuliaan dan pahala-Nya selain syariat yang dibawa Rasulullah, maka dia juga kafir yang harus dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak, maka harus dipenggal lehernya.

—Memakan ular dan kalajengking haram menurut ijmak kaum Muslimin. Maka siapa saja yang memakannya dengan keyakinan bahwa itu halal, maka harus dipaksa bertobat jika mau, jika tidak wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan Al-Qur’an itu makhluk, maka dia harus diminta bertobat jika mau. Jika tidak, dia wajib dibunuh.

—Barangsiapa yang menyatakan bahwa Allah tidak berbicara dengan Nabi Musa dalam suatu pembicaraan, maka dia wajib dipaksa bertobat jika mau. Jika tidak mau, wajib dibunuh.

—Siapa yang menyangka bahwa “takbir” adalah bagian dari Al-Qur’an maka dia wajib diminta bertobat jika mau. Jika tidak maka dia wajib dibunuh.

—Siapa yang menunda waktu shalat untuk aktivitas kerja, berburu, melayani guru atau yang lainnya hingga matahari tenggelam, wajib disanksi. Bahkan wajib dibunuh menurut jumhur ulama setelah diminta bertobat.

—Barangsiapa mengatakan musafir wajib berpuasa bulan Ramadhan yang bertentangan dengan pendapat ijmak Muslimin maka orang yang mengatakan itu harus diminta bertobat jika mau. Jika tidak wajib dibunuh.

Inilah bagian kecil dari serangkaian fatwa yang kita maksud. Nah sekarang, masih adakah yang bertanya: Dari mana datangnya ISIS?

 

AJ/IslamIndonesia/Sumber: newsyrian.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *