Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 21 December 2016

Menteri Agama: Fatwa MUI Hanya Mengikat Bagi Pihak yang Minta


islamindonesia.id – Menteri Agama: Fatwa MUI Hanya Mengikat Bagi Pihak yang Minta

 

Terkait fatwa MUI soal atribut non Muslim yang kembali menjadi sorotan menjelang Natal 2016, Menteri Lukman Hakim menjelaskan bahwa fatwa tidak bisa keluar begitu saja tanpa ada pihak yang meminta. Fatwa akan muncul ketika ada pihak lain yang meminta, yang bertanya terkait suatu persoalan hukum suatu perkara.

Oleh karena itu, menurut Lukman, fatwa yang dikeluarkan MUI hanya bersifat mengikat bagi pihak yang meminta. Selain itu fatwa merupakan pendapat hukum yang dikeluarkan seorang ahli di bidangnya terhadap persoalan yang ditanyakan pihak lain.

“Dalam artian, yang tidak meminta fatwa tidak terikat dengan isi fatwa itu,” katanya seperti dikutip kompas.com (20/12)

Presiden Jokowi: Tindak Tegas Ormas yang Melawan Hukum, Meresahkan Masyarakat

Karena itu, lanjut Lukman, fatwa berbeda dengan putusan hakim. “Seperti pengadilan yang mengikat semua pihak, tidak hanya pihak yang beperkara, tetapi juga yang terkait dengan perkara itu meskipun tidak secara langsung berkaitan.”

Bahkan bagi umat Islam sendiri, fatwa MUI bersifat tidak mengikat bagi seluruhnya. Keberlakuan fatwa pada tataran kehidupan kembali kepada setiap individu umat Muslim masing-masing.

“Kembali berpulang kepada umat Muslim itu, apakah dia akan menaati fatwa itu,” katanya.

Sebelumnya, di Harian Jawa Pos, KH. Mustafa ‘Gus Mus’ Bisri  menjelaskan, fatwa dalam istilah agama – sempitnya: fikih – mirip dengan pengertian bahasanya, yakni jawaban mufti terhadap masalah keberagamaan. Dulu -dan sampai sekarang di beberapa negara Timur Tengah- fatwa memang diminta dan diberikan oleh mufti secara perorangan.

“Dalam kitab-kitab fikih, mufti atau pemberi fatwa dibedakan dengan hakim,” kata pengasuh Pondok Pesantren Raudhatu Tholibin Rembang ini.

Mufti hanya memberikan informasi kepada dan sesuai dengan pertanyaan si peminta fatwa. Sementara itu, hakim memutuskan hukuman setelah mendengarkan berbagai pihak, seperti penuntut, terdakwa, dan saksi-saksi.

“Berbeda dengan putusan hakim, fatwa tidak memiliki kekuatan memaksa. Ia tidak mengikat, kecuali bagi si peminta fatwa,” kata jebolan Al Azhar Mesir ini.

Itu pun berlaku dengan beberapa catatan, kata Gus Mus. Antara lain, si peminta fatwa hanya mendapatkan fatwa dari satu pihak atau pemberi fatwa dan fatwa yang diberikan sesuai dengan kemantapan hatinya. Apabila ada dua pihak yang memberikan fatwa berbeda, dia mengikuti fatwa yang sesuai dengan kata hatinya.

“Itu berdasar hadis Nabi Muhammad SAW, “Istafti qalbak/nafsak wain aftaaka an-naas…” Arti hadis tersebut, mintalah fatwa hati nuranimu meski orang-orang sudah memberimu fatwa.”[]

Soal Atribut Non-Muslim, Gus Mus: Fatwa Tak Memiliki Kekuatan Memaksa dan Mengikat

 

YS / islam indonesia / foto: kemenag.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *