Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 11 January 2017

Komnas HAM Pertanyakan Urgensi Pembentukan dan Kewenangan Dewan Kerukunan Nasional


islamindonesia.id – Komnas HAM Pertanyakan Urgensi Pembentukan dan Kewenangan Dewan Kerukunan Nasional

 

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah angkat bicara terkait rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional oleh pemerintah. Roi berpendapat belum ada urgensi terkait pembentukan Dewan Kerukunan Nasional untuk menangani konflik horizontal di masyarakat.

Menurut Roi, saat ini sudah ada mekanisme hukum yang komprehensif untuk menyelesaikan konflik horizontal. Mekanisme hukum secara jelas tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sedangkan untuk mekanisme non-yudisial, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

“Kekerasan atau konflik sosial itu kan bisa diproses melalui mekanisme hukum pidana. Aparat penegak hukum kan sebenarnya bisa menangani itu. Lagipula sudah ada penanganan konflik dalam UU PKS,” ujar Roi, Selasa (10/1/2017).

Roi menuturkan, pemerintah seharusnya mendorong upaya penegakan hukum dalam menangani masalah konflik horizontal. Selama ini, penegakan hukum masih dinilai lemah.

Sementara penyelesaian pasca-konflik, pemerintah bisa memaksimalkan mekanisme musyawarah yang sudah berjalan melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan Forum Komunikasi antar Umat Beragama.

“Kalau konflik horizontal kan sudah ada mekanisme hukumnya. Tidak perlu dibuat mekanisme baru. Ada mekanisme juga di masyarakat, misal musyawarah. Pemerintah tinggal menumbuhkan itu. Memanfaatkan dengan lebih maksimal,” ucapnya.

Jika salah satu tujuan pembentukannya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, maka menurut Roi, Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat, keanggotaan, dasar pembentukan dan tujuan yang jelas. Mandat tersebut harus berbentuk Peraturan Presiden sehingga bersifat independen dan kredibel.

“Jika maksudnya untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai pengganti KKR maka dewan ini harus ada kejelasan dasar pembentukan, tujuan dan kejelasan keanggotaan.  Sekaligus harus independen, kredibel dan memiliki mandat yang cukup,” kata dia.

Roichatul menjelaskan, pembentukan badan ad hoc di bawah koordinasi Presiden memang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019.

Jika merujuk pada RPJMN, menurut Roichatul, maka Dewan Kerukunan Nasional harus memiliki mandat yang menyeluruh.

Mandat itu antara lain soal pengungkapan kebenaran, pengakuan dari pemerintah dan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM masa lalu.

“Itu dimensi atau elemen dari mandat yang harus dimiliki oleh Dewan Kerukunan Nasional,” ucapnya.

Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional disepakati saat rapat paripurna kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (4/1/2016).

[Baca: Cegah Konflik Terus Berulang, Pemerintah Gagas Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional]

Saat itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Dewan Kerukunan Nasional ini nantinya akan menjadi penengah bagi konflik yang terjadi antarmasyarakat.

Wiranto mengeluhkan, saat ini setiap ada kasus yang terjadi di masyarakat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia selalu masuk untuk menyelidiki. Akibatnya, kasus itu dibawa ke proses pengadilan.

Selain itu dia juga mengakui bahwa Dewan Kerukunan Nasional ini adalah upaya untuk menggantikan peran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Kita hidupkan satu falsafah bangsa kita sendiri menyelesaikan satu perkara dengan musyawarah mufakat,” ujar Wiranto saat itu.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *