Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 01 April 2021

Sumber Maraknya Terorisme: Doktrin Takfirisme, Sumber Dana, dan Rekrutmen Media Sosial (1)


islamindonesia.id – Sumber Maraknya Terorisme: Doktrin Takfirisme, Sumber Dana, dan Rekrutmen Media Sosial (1)

Dalam beberapa hari ke belakang ini di Indonesia terus terjadi peristiwa terorisme, mulai dari bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar (28/3), penangkapan kelompok teroris di Bekasi dan Jakarta (29/3), dan penyerangan Mabes Polri oleh seorang wanita (31/3).

Jika dilacak ke masa lalu, serangan teroris dengan motif keagamaan, yakni pemahaman jihad menurut versi kelompok radikal, juga pernah terjadi pada tahun 1981 ketika sekelompok teroris membajak penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke Medan. Selanjutnya ada peristiwa Bom Candi Borobudur pada tahun 1985.

Setelah kedua peristiwa tersebut, Indonesia relatif aman dari serangan teroris bermotif keagamaan. Namun masuk ke tahun 2000 hingga sekarang, bisa dikatakan peristiwa terorisme terus-menerus terjadi dalam jeda waktu yang relatif tidak terlalu lama.

Di antara peristiwa-peristiwa besar terorisme pada kurun waktu tersebut di antaranya adalah Bom Bali 2002 yang menewaskan setidaknya 202 jiwa, Bom Hotel JW Mariott 2003, dan Bom Kedubes Australia 2004, selebihnya masih banyak lagi dalam skala yang lebih kecil.

Afiliasi dengan Organisasi Teroris Internasional

Pada umumnya peristiwa terorisme periode 2000-an hingga sekarang ini para pelakunya memiliki jaringan dengan kelompok-kelompok teroris di wilayah Timur Tengah. Seiring dengan terus memanasnya wilayah Timur Tengah pada periode tersebut, efeknya juga terus merembes ke wilayah Indonesia.

Beberapa organisasi teroris di Indonesia diketahui ber-baiat (bersumpah setia) kepada kelompok-kelompok teroris berskala internasional yang kebanyakan beroperasi di wilayah Timur Tengah.

Sebut saja misalnya seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang berbaiat kepada al-Qaeda di Suriah, dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Di luar kelompok-kelompok ini masih banyak lagi kelompok teroris lainnya di Indonesia.

Kelompok-kelompok teroris internasional tersebut, untuk mempertahankan eksistensinya menggunakan dua cara, yaitu dengan memastikan mereka memiliki sumber dana yang tidak pernah surut dan rekrutmen kader baru secara terus-menerus.

Pengamat terorisme ‪Sukawarsini Djelantik dari Universitas Katolik Parahyangan di dalam jurnalnya yang berjudul Terorisme Internasional dan Fenomena ISIS di Indonesia (2016) mengatakan bahwa pada sepanjang 2013-2016, ISIS telah mendapatkan dana sebanyak USD 70 juta, yang mana kurang lebih setara dengan 1,2 triliun jika di-Rupiah-kan.

Dana tersebut didapat dari sumbangan milyuner-milyuner kaya dari Arab Saudi dan Kuwait, penguasaan ladang gas, dan uang tebusan warga asing yang diculik oleh mereka.

Sumbangan dari Indonesia

Perihal sumbangan dana ini, ternyata sebagian masyarakat Indonesia juga turut andil. Berdasarkan penyelidikan dari Polri, melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono, menerangkan bahwa para teroris memanfaatkan celah kebaikan orang dengan berlatar belakang gerakan kemanusiaan dengan meletakkan kota amal di banyak minimarket.

Dalam temuan polisi, dana yang terkumpul dari kotak amal itu banyak digunakan untuk kebutuhan operasional. Selain itu untuk memberangkatkan anggota ke Suriah, pelatihan militer, hingga pembuatan senjata (merdeka.com: 2020).

Di antara yayasan yang terlibat dalam pengelolaan kotak amal tersebut dan terindikasi berafiliasi dengan teroris adalah Yayasan Abd bin Auf, dengan rincian sebagai berikut:

1. Kantor cabang Jakarta raya sekitar 43 kotak amal.

2. Kantor cabang Lampung sebanyak sekitar 4000 kotak amal.

3. Kantor cabang Sumut sebanyak sekitar 1500 kotak amal.

4. Kantor cabang Semarang sebanyak sekitar 600 kotak amal.

5. Kantor cabang Pati sebanyak sekitar 250 kotak amal.

6. Kantor cabang temanggung sebanyak sekitar 200 kotak amal.

7. Kantor cabang solo raya sebanyak sekitar 2000 kotak amal.

8. Kantor cabang Yogyakarta sebanyak sekitar 1200 kotak amal.

9. Kantor cabang Magetan sebanyak sekitar 3000 kotak amal.

10. Kantor cabang Malang sebanyak sekitar 1500 kotak amal.

11. Kantor Cabang Surabaya sebanyak sekitar 1000 kotak amal.

12. Kantor cabang Lombok dan ambon belum diketahui.

Jumlah totalnya sekitar 13.000 kotak amal.

Dalam kasus lain, berdasarkan laporan dari Indopress(2018), salah satu lembaga amal ternama di Indonesia dalam waktu singkat berhasil mengumpulkan dana bantuan untuk Suriah dengan jumlah IDR 11,6 miliar. Dana tersebut kemudian disalurkan kembali melalui lembaga mitra mereka di Turki, Insani Yardim Vakfi (IHH).

Namun persoalannya, IHH ternyata memiliki rekam jejak berafiliasi dengan al-Qaeda dan ISIS. Sebagaimana dilaporkan oleh Aljazeera (2014), IHH pernah terjaring oleh polisi anti terorisme Turki menyelundupkan persenjataan dengan berkedok penyaluran bantuan kemanusiaan ke Suriah.

Dina Sulaeman, Pengamat Geopolitik Timur Tengah dari Universitas Padjadjaran, dalam sebuah sesi wawancara dengan Deddy Corbuzier (2021) juga mengatakan bahwa memang benar, banyak sumbangan bantuan kemanusiaan dari Indonesia, ketimbang masuk ke masyarakat Suriah, lebih banyak masuk ke teroris.

Laporan lain disampaikan oleh Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) [2020], bahwa dalam kurun waktu 2015-2020, setidaknya terdapat sembilan lembaga amal yang mendukung kelompok teroris.

Mereka adalah Infaq Dakwah Center (IDC), Baitul Mal Ummah (BMU), Azzam Dakwah Center (ADC), Anfiqu Center, Gerakan Sehari Seribu (GASHIBU), Aseer Cruee Center (ACC), Gubuk Sedekah Amal Ummah (GSAU), RIS Al Amin, dan Baitul Mal Al Muuqin.

Menurut PAKAR, kesembilan lembaga amal ini berafiliasi dengan kelompok JAD dan JAK, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bersambung ke bagian 2

PH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *