Satu Islam Untuk Semua

Friday, 31 July 2015

SURAT DARI TOLIKARA – Kedamaian Berangsur Kembali


Dua pekan lepas Idul Fitri berdarah di Tolikara, Papua, upaya mediasi pemerintah untuk meredam konflik dan menghindari kejadian terulang kembali, mulai membuahkan hasil. Pada Rabu (29/7), Amira Hasanah dari Islam Indonesia menggali kondisi teranyar wilayah dari Koordinator Seksi Dakwah Mesjid Darul Mutaqqin, Jackson Djohan. Kelahiran Jayapura, dia termasuk Muslimin pertama yang bermukim di Karubaga, ibukota Kabupaten Tolikara, sejak 2003. Petikannya:

Sebelum ada insiden pembakaran mushallah, bagaimana bentuk keharmonisan di Tolikara?

Selama saya tinggal di Tolikara, ketika saya mau pergi ke mushallah mereka tidak pernah melarang. Sebelum kejadian tempo hari, shalat Ied dan shalat wajib lainnya berjalan seperti biasa dan kami tidak pernah diganggu. Hanya kebetulan pas Ied kemarin bertepatan dengan acara umat Kristiani, dan kemudian terjadi kesalahpahaman antar panitia.

Apa contoh toleransi dari kaum Muslim?

Karena di sini umat Muslim minoritas, kami yang mengikuti; dalam artian begini, rumah ibadah, mushallah atau masjid tidak kita buatkan kubah seperti di daerah lain lantaran kami tidak ingin seolah-olah ‘menandingi’.

Bagaimana keadaan pengungsi?

Sekarang pengungsi sedang berada di kantor ULP (Unit Pelayanan Pengadaan) di lantai atas Gedung Pemda. Tapi sekarang pengungsi sudah mulai berkurang. Ada yang memilih pindah ke Wamena, ada yang sudah pulang kampung. Tapi kebanyakan sih berharap bisa kembali menjalani kehidupan normal lagi.

Yang mereka butuhkan saat ini?

Dari yang saya lihat, ya untuk makanan sehari-hari. Air saya lihat juga masih kekurangan. Air masih dibawa pakai truck, baru kemudian ditaruh di tempat penampungan air. Kalau kondisi kesehatan, alhamdulillah sehat-sehat saja.

Apa upaya mediasi sudah mencapai hasil?

Iya ada, malah saya sempat dengar, kira-kira minggu lalu, dari pihak gereja datang ke tempat pengungsian. Mereka minta maaf dan saling berdamai agar tidak ada lagi permasalahan seperti ini.

Agar tidak terjadi bentrok lagi, kira-kira apa yang harus dibenahi?

Dari pemerintahnya bagaimana caranya agar menjaga toleransi. Sebab disini kejadian seperti tempo hari baru pertama kali. Sbelumnya juga kami kaum minoritas, tidak pernah seolah-olah ingin membuat tandingan. Karena kita sebagai korban jadi ya kita bisa apa. Harapan kami para tokoh tokoh gereja bisa memberi nasehat, supaya hal seperti ini tidak kembali terjadi.

Bagaimana keadaan musala saat ini?

Saya lihat musala saat ini sudah pindah dan dibangun di lapangan Koramil, tidak jauh, sekitar 20 meter dari tempat semula. Dipindah karena kami para pendatang Muslim, hanya mampu menyewa tanah, juga dari pemda nya yang berinisiatif membangung musalah di tanah milik negara. Kurang lebih ukurannya 10 X 12 meter.

Profil Muslimin disana seperti apa?

Latar belakang kebanyakan wirausaha. Sepengetahuan saya, untuk di Karubaga itu kira-kira 700 orang kepala keluarga yang Muslim. Total populasi sekitar 10.000 jiwa.

Kondisi ekonomian di sana seperti apa?

Misal bensin yang non subsidi harganya Rp 25.000/liter, belum lagi kalau stok kosong, harganya bisa mencapai Rp 50.000/liter. Kalau air botol mineral ukuran sedang di Jawa sekitar Rp 2-3 ribu, kalau disini bisa Rp10.000. Disini uang logam sudah tidak dipakai.

Kelebihan di Papua, utamanya di Tolikara, apa saja?

Buah merahnya. Buahnya besar dan panjang, biasanya dipakai untuk suplemen dan kesehatan. Kalau masyarakat di sini biasanya digunakan ketika acara atau syukuran. Juga pemandangan alam di sini cantik. Tolikara ini pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya dengan Ibu Kota Wamena pada 2002. Pemekarannya sendiri baru terlaksana pada  2003. Kalau via jalur darat dari Wamena ke Karubaga pasti lewat hutan dan pemandangannya eksotis. Kalau mau ke sini, Anda bisa lewat jalur darat atau udara. Ketika pilih jalur darat, Anda bakal melewati Puncak Mega dengan ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut.

Amira/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *