Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 06 May 2023

Nasab Bukan Penentu Nasib


islamindonesia.id – Kata nasab berasal dari bahasa Arab yakni kata “an nasab” memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu keturunan atau kerabat. Kata nasab sendiri juga memiliki ciri atau memberikan karakter keturunannya.

Tidak hanya itu saja, nasab juga sering diartikan sebagai hubungan tali persaudaraan. Sedangkan secara istilah, nasab memiliki arti keturunan yang didapat dari pernikahan sah dan memiliki ikatan atau hubungan darah yang disebut keluarga baik yaitu hubungan darah yang bersifat vertikal atau ke atas seperti ayah, ibu, kakek, nenek dan sebaginya ataupun yang bersifat horizontal atau menyamping seperti paman, bibi, saudara dan lain-lain.

Islam sangat menjunjung tinggi persoalan nasab atau keturunan. Masyarakat Timur Tengah hingga sekarang mentradisikan untuk menghafal nasab mereka. Setiap anak diajarkan hafal nama-nama kakek buyut mereka, minimal hingga lima sampai tujuh tingkatan ke atas. Ini kebanggaan bagi bangsa Arab bahwa keturunan mereka terjaga dan bersih.

Nasab juga menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam memilih pasangan hidup. Sebagaimana tuntunan Nabi s.a.w, ada empat faktor yang menjadi pertimbangan memilih istri atau suami. Sabda Beliau s.a.w, “Wanita dinikahi karena empat hal, karena agama, harta, kecantikan, dan karena nasab (keturunan)-nya. Maka pilihlah agamanya, maka akan menguntungkan kamu.” (HR Abu Dawud)

Namun nasab tidak menjadi jaminan bahwa amal yang ditangguhkan di hari akhir tidak akan bisa dipertanggungjawabkan oleh keturunan (nasab) yang ada.

Allah SWT berfirman, “Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (QS. Al Mu’minun:101)

Imam Nawawi berkata, “Siapa saja yang amalnya itu kurang, maka kedudukan mulianya tidak bisa menolong dirinya. Oleh karenanya, jangan terlalu berharap dari nasab atau silsilah keturunan dan keutamaan nenek moyang, akhirnya sedikit dalam beramal.” (Syarah Shahih Muslim, 17: 21)

Nasab Bukan Jaminan Keselamatan

Dalam salah satu riwayat disebutkan: “Ketika diturunkan (ayat), ‘Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat,’ [Asy-Syu’arâ`: 214]kepada Rasulullah s.a.w, beliau berdiri seraya bersabda,
‘Wahai segenap kaum Quraisy -atau ucapan yang semisalnya-, tebuslah diri kalian (dari siksa Allah). Sesungguhnya aku tidak bisa mencukupi kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai ‘Abbâs bin Abdul Muththalib, sesungguhnya aku tidak bisa mencukupi/membela dirimu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Shafiyyah (bibi Rasulullah s.a.w), sesungguhnya aku tidak bisa mencukupi/membela dirimu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah, putri Muhammad, mintalah harta kepadaku sebagaimana keinginanmu. Sesungguhnya aku tidak bisa mencukupi/membela dirimu sedikitpun di hadapan Allah.’.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Nadhrah juga berkata: “Telah berkata kepadaku orang yang mendengar Rasulullah s.a.w saat berkhotbah pada haji wada’ di tengah hari tasyriq beliau bersabda, ‘Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu. Bapak­mu adalah satu. Ketahuilah, tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab atas bangsa non-Arab, tidak pula non-Arab atas bangsa Arab, tidak pula orang (berkulit) merah atas yang (berkulit) hitam, tidak pula yang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah kecuali dengan takwa…..” (HR. Ahmad).

Seseorang tidak lebih baik dari lainnya dalam timbangan Islam dengan kesukuannya, ketinggian, kegagahannya, ketampanan, warna kulit, kabilah dan tempat tinggalnya. Keunggulan dalam Islam kembali kepada ketakwaan dan kebaikan.

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat:13)

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *