Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 12 July 2023

Jangan Salah, Nikmat itu Beda dengan Niqmat


islamindonesia.id – Nikmat dan niqmat sekilas terlihat sama, letak perbedaannya hanya pada satu huruf saja. Namun makna dari keduanya sangatlah berlawanan. Jika nikmat digunakan untuk keadaan yang baik dan menunjukkan pada kepuasan atau sesuatu yang menyenangkan hati, maka niqmat adalah antonimnya.

Niqmat adalah ancaman atau sikap menentang disertai kemarahan. Layaknya Allah akan menentang perbuatan dosa dan maksiat, lantas Allah memberikan azab yang pedih. Seperti itulah yang didefinisikan oleh Syaikh Al Manawi النقمة عقوبة المجرم مبالغة Niqmat ialah sanksi siksa yang berat sebagai akibat dari melanggar aturan atau tidak mematuhi perintah.

Meskipun di antara keduanya memiliki makna yang sangat bertentangan, namun antara nikmat dan niqmat memiliki keterkaitan. Niqmat bisa dijatuhkan sebab oleh nikmat.

Bagaimana bisa nikmat membawa dampak buruk pada niqmat? Yatiu ketika seseorang sudah dianugerahkan nikmat oleh Allah, namun ia tidak menggunakannya dengan sebaik mungkin, atau bahkan melakukan penyelewengan dalam perbuatannya sendiri.

Allah menurunkan berbagai nikmat kepada hamba-Nya agar dapat merasakan kenyamanan dan kemudahan serta memperkokoh fondasi keimananya, bukan untuk disalahgunakan dalam maksiat kepada-Nya. Atau bukan juga untuk merugikan orang lain.

Nikmat yang seperti itulah yang bisa mendatangkan niqmat, yakni siksaan yang hadir sebab kesalahannya sendiri.

Dalam QS. Al Anfal disebutkan: “(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Keterkaitan antara nikmat dan niqmat tersebut bisa terjadi bagi siapa yang tidak bisa menjaga nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah dalam hidupnya. Namun jika kita bisa memaksimalkan dayaguna dan kebermanfaatan nikmat Allah untuk orang lain dan untuk diri sendiri, maka nikmat tetaplah menjadi nikmat. Tidak akan berubah menjadi niqmat yang menakutkan itu.

Untuk bisa menjaga konsistensi nikmat Allah, tentunya kita harus pandai-pandai bersyukur. Orang yang bersyukur tentu akan mengerti akan dibawa ke mana arah nikmat tersebut. Tentunya dengan tidak menyelewengkannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Karena itu pandai-pandailah memanfaatkan semua nikmat Allah untuk kebaikan, sebagai wujud syukur kepada-Nya. Dengan begitu, nikmat akan melahirkan sikap dan perbuatan yang mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan cara begitu, niqmat tidak akan hadir dalam berbagai nikmat kita.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *