Satu Islam Untuk Semua

Monday, 13 January 2014

Yenny Wahid: Agama, Jangan Hanya dilihat dari Bungkusnya


Yenny Wahid ketika menyampaikan pengantar pada saat kuliah umum Karen Armstrong beberapa waktu lalu di Jakarta.

“Di negeri ini gairah beragama tinggi. Tapi sangat rendah dampaknya pd pembentukan etika sosial, politik dan birokrasi. Di mana salahnya?”–Komaruddin Hidayat.

 

Sejarah telah membuktikan adanya manusia yang berani berkorban untuk dan karena agama atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya, dan sekaligus dianutnya. Mereka tidak merasa enggan untuk mengorbankan harta, pikiran, tenaga atau nyawa sekalipun. Semua itu dilakukan atas nama agama. Orang-orang tersebut kemudian ingin pula agar orang lain ikut bersamanya, lalu kepercayaan tersebut disebarkannya, didakwahkannya, dipropagandakannya—yang menunjukkan seolah-olah kepercayaan mereka lah yang paling benar, dan oleh karenanya yang lain dianggap mesti di-”sadar”-kan.

Sayangnya, dalam proses “dakwah” tersebut, kita sering lupa akan esensi agama itu sendiri—yang memuat nilai kasih sayang untuk semua makhluk. Agama yang seharusnya menjadi penerang sekaligus way of life yang menjamin kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, justru berperan sebaliknya.

Tak heran, jika Komaruddin Hidayat dalam akun twitternya menulis, “Di negeri ini gairah beragama tinggi. Tapi sangat rendah dampaknya pd pembentukan etika sosial, politik dan birokrasi. Dimana salahnya?”

Ya, pertanyaan itu pula yang juga mungkin dirasakan oleh sebagian besar umat beragama. Di sisi lain, dunia ini penuh dengan manusia yang menganut agama—yang berkat kepatuhannya terhadap agama—dunia semakin dipenuhi kasih sayang. Namun di sisi lain, agama dianggap tak mampu mengubah sikap seseorang menjadi manusia yang lebih baik. Lantas salah siapa?

Menyoroti realitas ini, Yenny Wahid sebagai salah seorang yang peduli terhadap minimnya kadar toleransi umat beragama mengatakan bahwa, tidak seharusnya agama hanya dilihat dari bungkusnya saja, “Agama, jangan hanya dilihat dari bungkusnya tok.”

Yenny menilai bahwa, tidak seharusnya agama hanya dilihat dari simbolnya, dari ibadah maqdhohnya, dari ritual keagamaannya saja. Tapi, agama harus dapat dilihat secara keseluruhan. Agama harus bisa menjawab permaslahan umat yang kompleks. Agama harus dilihat secara esensinya sebagai rahmat bagi semesta alam. Jika tidak, orang—para penganut agama justru akan lari dari agama. Karena agama dinilai tidak mampu menyelesaikan segala problem kehidupan.

“Kalau ini yang terjadi, agama akan kehilangan ruhnya sebagai ajaran hidup yang dapat merangkul semua kalangan dengan rahman dan rahim-Nya,” tambah Yenny ketika didaulat untuk menyampaikan pengantar pada saat kuliah umum Karen Armstrong beberapa waktu lalu di Jakarta.

Agama yang seharusnya menyampaikan pesan perdamaian, justru menimbulkan beragam kebencian dan keburukan moral—yang sebetulnya tiada lain diakibatkan oleh pengetahuan dan pemahaman agama yang sepotong-potong.

“Orang yang tidak sepemikiran dengan kita dianggap salah dan sesat, padahal belum tentu mereka yang kita anggap sesat itu melenceng. Mungkin bisa jadi kita yang menuduh sesat lah yang sebenarnya sesat. Kita yang menyuruh mereka untuk “sadar”, bisa jadi sebetulnya kita lah yang seharusnya sadar.”

Dalam kesempatan itu pula Yenny mengatakan bahwa, hal tersebut terjadi akibat pemahaman kita saja yang minim terhadap suatu hal.

Apa yang disampaikan Yenny pada dasarnya selaras dengan firman Allah Swt. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Dari ayat tersebut, jelas bahwa cara menyeru kepada jalan Tuhan (kebenaran) adalah dengan cara yang baik dan bijaksana, begitu pula jika ingin membantah suatu yang dianggap tidak sepaham dengan pemahamannya maka tetap harus dilakukan dengan cara yang baik. Ada pun yang berhak menilai sesat atau tidaknya tindakan manusia, hanyalah Tuhan semata.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *