Satu Islam Untuk Semua

Friday, 16 September 2016

TASAWWUF—Seberapa Pantas Kita Menunggu?


IslamIndonesia.id—Seberapa Pantas Kita Menunggu?

 

Dibutuhkan waktu kurang lebih 9 bulan 10 hari, setiap janin yang berada di kandungan akan siap terlahir. Dibutuhkan 7 hingga 10 tahun, seorang anak akan sampai ke masa balig, di saat taklif keberagamaan dikenakan baginya. Dibutuhkan hampir 25 hingga 40 tahun lamanya, sejak kita terlahir, sekedar untuk mumpuni bersikap benar-benar dewasa, yakni suatu masa, pada saat kita mulai mampu menertawakan diri sendiri. Karena selama ini, baru disadari betapa lucunya kita telah menjalani hidup. Dan dibutuhkan hampir 1 jam lamanya tulisan ini mampu dirampungkan, setelah 1 jam yang lalu hanya judulnya saja yang sudah lebih dulu ada.

Hampir segala hal yang berproses ke arah sempurna, terikat oleh jalannya waktu. Dan manusia sebagai makhluk yang ditakdirkan untuk hidup dan terus berkembang, tak mungkin terhindar dari keadaan bernama “menunggu”.

Pendek kata, semua manusia pasti pernah merasakan dan mengalami sebuah proses penantian, yang tak lain adalah menunggu ini dan itu.

Untuk menjadi pohon menjulang, sebutir bibit perlu ditanam. Menunggu sekian lama untuk tumbuh dan berkembang meninggi. Perlu terus dipupuk dan disiram.

Untuk memetik buah yang ranum-manis, kita harus menunggu bunga berubah wujud menjadi buah. Pun buah, dari mentah menjadi matang.

Untuk menyantap sepiring nasi, kita mesti menunggu beras matang dimasak. Dan sebelum beras didapat, kita pun mesti menunggu bulir padi dipanen, untuk kemudian menunggunya lagi selesai digiling. Setelah sebelumnya, hampir 4 bulan lamanya ditanam dirawat para petani.

Untuk pergi jauh ke negeri seberang, di tepian samudera kita menunggu kapal yang akan datang. Untuk dapat terbang melaju dalam pesawat, kita mesti menunggu dulu hingga punya tiket. Dan agar mampu membeli tiket kita harus menunggu terlebih dulu punya uang.

Untuk diupah, kita mesti menunggu setelah lebih dulu bekerja. Untuk menjadi bos, biasanya kita harus sabar menunggu terlebih dulu belajar menjadi bawahan.

Untuk mendapatkan sederet gelar, tak bisa tidak, kita harus telaten memulainya dari bangku TK nol kecil hingga Strata 1, 2, 3 dan seterusnya.

Menunggu adalah tugas yang harus kita jalani. Jadi jangan pernah merasa dan gampang berkata bahwa menunggu adalah sesuatu yang membosankan untuk kita lakukan. Sebab dalam menunggu, banyak hal yang bisa kita lakukan. Dengan menunggu, banyak pula hal yang akan mampu kita rampungkan. Asal saja kita tahu, bagaimanakah sebenarnya cara menunggu.

Orang yang senantiasa berpikir positif, akan menunggu secara aktif. Dalam menunggu, ia akan menyiapkan berbagai hal untuk dilakukan. Karena ia sadar bahwa sesungguhnya menunggu itu meniscayakan sesuatu yang akan datang, maka ia akan bersiap sedia untuk melakukan penyambutan pada apa dan siapapun yang sedang ditunggu.

Seseorang yang akan kedatangan tamu istimewa, setidaknya akan tergerak untuk menggelar karpet indah untuk dilewati, kursi yang nyaman untuk diduduki, minuman segar dan hidangan lezat-pilihan untuk disuguhkan.

Dalam menunggu tiap hal, terdapat konsekwensi yang berbeda pula.

Bagaimana kita yang muda menunggu tua? Kita yang miskin menunggu kaya? Kita yang kikir menunggu dermawan? Kita yang ingkar menunggu taat?

Bagaimana kita yang malas menunggu rajin? Kita yang hidup menunggu mati? Akankah kita hanya menunggu, tanpa berbuat apapun?

Bagaimana kita yang tak beramal baik akan menunggu pahala berlimpah? Bagaimana kita yang tak pernah menanam benih akan pernah menunggu saat memanen buah?

Untuk menunggu, diperlukan upaya nyata. Dalam menunggu, kita tak mungkin diam tak melakukan apa-apa.

Bila tidak, pantaskah kita disebut sebenar-benarnya menunggu?

 

EH/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *