Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 18 October 2017

TASAWUF – Suluk Menurut Imam Al-Ghazali


islamindonesia.id – TASAWUF – Suluk Menurut Imam Al-Ghazali

 

Suluk adalah penempatan akhlak, amal, dan makrifat. Hal itu dilakukan dengan menyibukkan diri dalam memakmurkan lahir dan batin. Di dalam semua itu, hamba dilalaikan dari Tuhannya, kecuali hamba yang menyibukkan diri dengan penyucian batinnya untuk mempersiapkan diri memperoleh al-wushul. Suluk yang dapat merusak pesuluk ada dua, yaitu mengikuti rukhshah dengan segala penakwilan dan mengikuti orang-orang keliru yang menuruti syahwat.

Barangsiapa menghilangkan hukum waktu, dia orang jahil; barangsiapa melupakan waktu, dia orang lalai; barangsiapa menelantarkan waktu, dia orang lemah. Tidak benar kehendak murid, (orang yang berkehendak menuju Allah) hingga dia menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai sesuatu yang menggelisahkan kalbunya, menjadikan siangnya sebagai waktu untuk berpuasa dan lidahnya selalu diam – karena banyak makan, bicara, dan tidur dapat mengeraskan hati – punggungnya untuk rukuk, dahinya untuk sujud, matanya selalu basah dan sayu, hatinya selalu bersedih, dan lidahnya selalu berzikir.

Pendek kata, setiap anggota badannya selalu sibuk dan digunakan untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan segala yang dibenci Allah dan Rasul-Nya. Dia merangkul sikap warak dan meninggalkan sama sekali segala nafsunya. Dia hanya memandang karunia yang Allah persembahkan untuknya. Dia bersungguh-sungguh agar semua itu menjadi keikhlasan, bukan ganjaran; dan menjadi ibadah, bukan kebiasaan. Sebab, orang yang selalu memperhatikan perbuatannya akan lalai menjaga amalan dan dirinya dari meninggalkan keinginan rendahnya. Keinginan yang benar adalah meninggalkan ikhtiar dan diam untuk memperoleh suratan takdir. Sebagaimana dikatakan penyair:

Kuingin sampai pada-Nya

Tapi Dia inginkan hijrahku

Maka kutinggalkan keinginanku

Untuk meraih keinginan-Nya

Fanalah engkau dari makhluk dengan hukum Allah, dari hawa nafsumu dengan perintah-Nya, dan dari keinginanmu dengan tindakan-Nya. Maka ketika itulah engkau layak menjadi bejana penampung ilmu Allah.

Tanda kefanaanmu dari makhluk adalah keterputusanmu dari mereka, dari bersandar pada mereka, dan dari berharap pada apa yang ada pada mereka.

Tanda kefanaanmu dari hawa nafsumu adalah meninggalkan pencarian harta dan tidak bergantung pada sebab (selain Allah) dalam mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Saat itu engkau tidak bergerak dengan dirimu, tidak bersandar pada dirimu, tidak membela dirimu, dan tidak membahayakan dirimu. Namun, engkau menyerahkan semua itu kepada yang mengurusnya di dunia agar Dia mengurusnya di akhirat, sebagaimana semua itu diserahkan kepada-Nya ketika engkau dalam rahim dan menyusu dalam buaian.

Tanda kefanaanmu dari keinginanmu dengan tindakan Allah adalah engkau tidak menginginkan sesuatu pun, karena engkau tidak berkehendak selain kehendak Allah SWT. Sebaliknya, tindakan-Nya berjalan pada dirimu. Maka, engkau pun menjadi kehendak Allah, dan tindakan-Nya menenangkan anggota-anggota tubuhmu, menenteramkan kalbu, melapangkan dada, mencerahkan wajah, dan memakmurkan batin. Kodrat Ilahi menyambutmu dan lisan keabadian memanggilmu. Dia menyelimuti tubuhmu dengan cahaya dan menempatkanmu pada kedudukan orang-orang berilmu terdahulu.

 

IG/YS/IslamIndonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *