Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 29 September 2019

TASAWUF -Shalawat Iqbal untuk Sang Nabi


Islamindonesia.id- Salawat Iqbal untuk Sang Nabi

Jika ingin mengetahui bagaimana penyair cum filsuf India-Muslim, Muhammad Iqbal, mencintai Nabi Muhammad, bacalah karya-karyanya. Puncak pernyataanya tentang Nabi termaktub dalam karyanya, Javidnama: “Tuhan dapat kau ingkari, namun Nabi tidak!”

Pujian Iqbal kepada Nabi sering bersifat tradisional. Dalam sebuah syair Urdu awal, – yang tidak diterbitkannya dan yang karena itu disajikannya hanya dalam sebuah himpunan yang diterbikan jauh setelah meninggalya, – dia bahkan menggunakan gambaran hadis qudsi tradisional, “Aku adalah Ahmad tanpa m, Ahad, Esa”, dengan mengklaim bahwa, “tabir m tersingkapkan demi dilihat oleh sang pencinta”, yaitu bahwa sang pencita melihat Allah melalui Nabi. Di kemudian hari, dengan hati-hati dia menghindari hadis ini sebab tampaknya ia membawa ke konsekuensi-konsekuensi panteisme, yang tidak dia sukai sama sekali dalam usia-usia matangnya.

Bersama beratus-ratus penyair di sepanjang sejarah Islam, Iqbal juga berlantun: “Debu Madinah dan Najaf adalah kolirium bagi mataku!”. Collyrium adalah cairan pembersih mata. Menurut riyawat Abu Dawud, Rasulullah bersabda, “Di antara jenis kolirium terbaik adalah atimoni (ithmid), sebab menjernihkan pandangan dan menumbuhkan rambut.”

Kecintaan Iqbal kepada Nabi-nya juga tampak pada korespondensi antara dirinya dan sahabat-sahabatnya. Para sahabatnya mengatakan, Iqbal sering mencucurkan air mata bila nama Nabi disebut-sebut.

“Tatkala disebut namanya – bergetarlah segenap relung jiwaku ketika aku berpikir tentang nama mulia itu!- tatkala disebut-sebut namanya, manusia yang telah membawakan untuk manusia risalah paripuna tentang kemerdekaan dan persamaan,” demikian potongan tulisannya dalam sebuah artikel pada 1909.

Ketika tinggal di Bhopal pada 1936, Iqbal menderita sakit serius. Dalam keadaan demikian, ia melihat dalam mimpinya sosok pembaru Sir Sayid Ahmad Khan, kakek tuan rumahnya, Sir Ross Masood. Sir Sayid menasihati Iqbal agar berpaling kepada Nabi dan memohon kepadanya agar diberi kesembuhan.

Setahun kemudian, dia menulis kepada seorang sayid, “Pengobatan batiniah bagiku adalah hanya dengan membawa shalawat (durud) untuk kakek moyangmu (Nabi Muhammad). Namun, seperti penyair-penyair abad sebelumnya, ia juga sering merasa tidak patut mengucapkan nama suci Nabi Muhammad:

Kubaca shalawat untuk Nabi-
Karena malu, tubuhku jadi bagai air.
Kata cinta, “Duhai engkau yang dipersembahkan kepada yang lain-
Selama tak kau terima corak dan keharuman dari Muhammad,
Jangan kau nodai namanya dengan shalawatmu!

YS/islamindonesia/Disarikan dari buku Dan Muhammad adalah Utusan Allah (2012)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *