Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 16 April 2017

TASAWUF – Konsistensi Perhatian pada Allah di Tengah Padatnya Rutinitas


islamindonesia.id – TASAWUF – Konsistensi Perhatian pada Allah di Tengah Padatnya Rutinitas

 

Jika dikatakan, pemujaan terhadap dunia bertolak belakang dengan penyembahan kepada Allah Swt, dan cinta dunia akan melalaikan dari mengingat Allah Swt, tidaklah berarti bahwa manusia melepas diri dari usaha, pekerjaan dan aktivitas, dan mengharamkan kesenangan-kesenangan duniawi.

Sesuatu yang dicela dan menyebabkan lalai ialah cinta dan ketertarikan hati pada dunia. Melaksanakan tugas dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan material, berusaha, dan bekerja, berbeda dengan cinta dunia dan ketergantungan hati padanya.

Memenuhi kebutuhan, mencari rezeki halal, mengatur kehidupan, usaha, dan bekerja adalah tugas-tugas yang Allah Swt wajibkan kepada manusia. Oleh karena itu, dalam hal ini pun kita juga harus berusaha sebagai bentuk ketaatan pada perintah Allah Swt.

Di samping itu, bekerja dan berusaha menyebabkan terjaganya kemuliaan masyarakat Islam di hadapan kaum kafir, juga terpeliharannya kemandirian dan tidak bergantung pada kaum asing.

Oleh karena itu, bekerja dan melakukan aktivitas individual dan sosial merupakan perkara tersendiri dan bukan penghalang zikir dan tidak lalai dari-Nya. Tentunya jika pekerjaan itu tidak didasari cinta dunia dan kebergantungan padanya.

Dengan demikian, orang-orang miskin di tengah masyarakat dapat merasakan manfaat dari aktifitas pekerja keras. Demikian ini bisa menjadi buah cinta kepada Allah dan ketaatan pada perintah-Nya.

Kemuliaan manusia terletak pada saratnya keinginan-keinginan yang berlawanan, dan di saat sibuk bekerja dan menjalani rutinitas sehari-hari, perhatiannya tetap tertuju pada Allah Swt. Islam pun berupaya membangun manusia-manusia yang di saat beraktivitas, melakukan rutinitas sehari-hari dan dalam semua urusan kehidupan, perhatiannya tetap tertuju kepada Allah.

Apapun yang diinginkannya semata-mata keinginan Allah Swt. Bukan berarti dia harus menjauhkan diri dari masyarakat, tidak membina rumah tangga, tidak bekerja, dan hanya berada di sebuah ruang dengan memegang tasbih dan sibuk melantunkan zikir.

Keindahan ini terletak saat sibuk berusaha dan bekerja, manusia tetap mengingat Allah Swt dan menempatkan suatu urusan pada tempatnya. Pemahaman ini secara kebetulan selaras dengan ayat ke-36 dan ke-37 surah an-Nur, Allah Swt tidak mengatakan bahwa hamba-hamba yang bangun malam dan zuhud tidak akan bekerja, tetapi Dia mengatakan, usaha, bekerja, dan melakukan aktivitas sehari-hari tidak sampai melalaikan mereka dari mengingat Allah Swt. Jadi bekerja dan melaksanakan aktivitas-aktivitas sosial, merupakan kewajiban bagi (manusia termasuk) para kekasih Allah Swt.

Rahasia bahwa usaha dan perniagaan tidak menghalangi kaum mukmin dari mengingat Allah Swt, ialah dalam kesibukan bekerja, perhatian mereka (tetap) tertuju kepada Allah Swt. Mereka mengetahui bahwa Allah Maha memberi rezeki dan menjamin rezeki mereka. Oleh karena itu, mereka memperhatikan masalah halal dan haram. Mereka berusaha tidak berbuat lalim dan khianat terhadap orang lain dan menunaikan hak-haknya.

Dalam hal ini, Allah Swt mempererat tali hubungan hati mereka dengan-Nya. Jika hati mereka berpaling pada yang lain, Allah Swt mengembalikannya tertuju kepada-Nya dan tidak membiarkan gemerlap dunia menggoda hati mereka untuk cinta kepada dunia.

Yang jelas mencapai tindakan ini amatlah sulit. Jika kita ingin sampai pada tingkatan ini, kita harus selalu mengingat Allah Swt dan senang bersama-Nya. Walau di saat melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial, hendaklah kita tidak lalai mengingat Allah Swt.

Kita harus berusaha mengurangi rasa cinta pada dunia dan kekayaannya. Dalam demikian, salah satu cara mengurangi rasa cinta pada dunia dan kekayaannya ialah menginfakkan sesuatu yang kita sukai. Sebagaimana firman Allah Swt:

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (QS. Al-Imran: 92).

Seorang hamba yang menginginkan keakraban dengan Allah Swt dan berharap menjalin hubungan cinta dengan-Nya, harus memberikan sesuatu yang dia peroleh dengan usahanya dan sesuatu yang berharga yang dia sukai, kepada orang lain.

Untuk mencapai posisi zikir hakiki, dia harus berusaha untuk tidak cinta kedudukan. Jika ia mendapati seseorang lebih baik darinya, yang mampu mengabdi masyarakat, maka untuknya dia harus menyingkir dari kedudukan.

Dia pun akan memanfaatkan kemampuannya untuk mengabdi kepada masyarakat. Jika ada peluang, dia harus siap menanggalkan egonya yang merupakan modalnya yang paling berharga di jalan Allah.

Singkatnya, konsistensi zikir menyebabkan hati tak tergoda pada perkara-perkara duniawi ini. Karena terpikat padanya bagai belenggu yang mengikat kakinya, dan terampaslah sayapnya yang dapat menerbangkanny a kepada Allah Swt dan pencapaian posisi qurb (dekat) dengan-Nya.[]

 

MY/YS/ Islam Indonesia/ Zikir, 2008.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *