Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 10 June 2015

SUFI – Pencapaian Tertinggi Para Kekasih


Para sufi adalah para musafir kemanusiaan. Dalam pandangan Islam, mereka memiliki kedudukan tinggi karena telah menempuh perjalanan panjang nan terjal, beragam tahap mereka daki hingga mencapai puncak, yakni tersingkapnya tabir antara diri dan Tuhan.

Sufi melihat Kekasih dengan mata hati tanpa perlu lagi manisfestasi lahiriyah. Bagi mereka, ‘menemukan’ Tuhan bukan lagi sebatas melihat Wajah di cermin ciptaan-Nya. Kepuasan mereka ada pada hati yang melihat nyata kebesaran-Nya.

Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib ditanya seorang sahabat apakah dia telah melihat Tuhan. Ali menjawab, ‘Saya tidak menyembah Tuhan yang tidak saya lihat. Tapi bukan melihat dengan mata atau di arah tertentu, melainkan dengan hati dan di semua arah.’

Para sufi tidaklah sama dengan para filosof dalam memandang akal. Filosof memandang akal sebagai tolak ukur manusia, sedangkan para sufi memandang akal hanya sekedar sarana. Fokus para sufi adalah hati, namun bukan hati dengan pengertian fisik, hati yang menjadi pusat rasa dan cinta.

Cinta dan emosi adalah fokus para sufi, mereka mementingkan dua hal ini karena keduanya paling kuat pengaruhnya dalam diri manusia.

Cinta mereka bukan cinta seksual dan fisikal, namun cinta yang membumbung tinggi hingga mencapai Tuhan sebagai Kekasihnya.

Cinta tinggi kepada Tuhan akan turun kepada mahluk-mahluk-Nya. Mencintai sesama manusia, hewan, tumbuhan dan bahkan mahluk-mahluk sebutir debu yang tak terlihat.

Maulawi Jalaluddin Rumi menggambarkan cinta seperti lautan, dan semua seluruh ciptaan adalah buih di atas samudra tanpa tepi ini.

Simak lantunan merdu Hafiz berikut:

Kami menghampiri pintu ini bukan untuk pangkat dan kejayaan
Kami berlindung di sini dari musibah
Kami musafir cinta dari ketiadaan
Dan kami datang sejauh ini tenggelam dalam eksistensi

Seorang sufi memerlukan hati yang disucikan dari segala keburukan. Dengan hati seperti ini ia dapat menuju Allah, Sang Kekasih. Hati yang menjadi tempat malaikat berkiblat dan terusirnya iblis. Hati yang mendapat pancaran cahaya Tuhan, dan dapat mencahayai manusia lainnya.

Maulawi bersyair:
‘Bila Anda cucu Adam, tetaplah seperti dia.
Dan lihatlah seluruh zarah dalam diri Anda.
Apa yang ada di bak yang tak ada di kali?
Apa yang ada di rumah yang tak ada di kota?
Dunia ini bak, sedang hati kali
Dunia ini kamar, sedang hati kota ajaib.’

‘Ia telah menghidupkan lagi akalnya dan mematikan nafsunya, sehingga kejuhudan ilahiyahnya menghaluskannya dan kekasaran rohaninya berubah menjadi kelembutan. Dalam kondisi ini sepercik sinar memancar dari batinnya sehingga mencapai tujuannya, yaitu kediamaannya yang aman dan abadi serta tujuannya yang terakhir.’ Begitu kata Sayyidina Ali dalam Nahjul Balaghah.

MA/Islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *