Satu Islam Untuk Semua

Monday, 04 May 2015

KISAH – Syair Cinta & Perlawanan Farazdaq


 

4a-na-62233

 

Farazdaq bernama asli Abu Firas Hammam bin Ghalib bin Sha’sha’ah At-Tamimi Ad-Darimi. Dia lahir di Kadhma (kini lebih dikenal dengan nama Kuwait) pada tahun 38 Hijriah (641 Masehi) dan tinggal di Basrah, Irak. Di usia 15 tahun, dia telah dikenal luas sebagai seorang penyair ulung di jazirah Arab.

Pada suatu masa, Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah Bani Umayyah, pergi haji ke Makkah. Sebagaimana layaknya seorang penguasa, Hisyam dapat pengawalan ketat dari ajudannya. Tapi lacur, Hisyam tidak berhasil menyentuh dan mencium Hajar Aswad. Jamaah haji yang berdesak-desakan seperti lebih kuasa dari semua pengawalnya. Para pengawalnya dari negeri Syam (kini Suriah) juga gagal menerobos masuk dan menjaga wibawa sang khalifah. Kebesaran dan keagungan amal Ibadah haji telah mengalahkan pamor Hisyam.

Setelah berulang kali Hisyam berusaha untuk sampai ke Hajar Aswad, namun selalu saja dia gagal. Akhirnya dia dan para pengawalnya menyerah. Hisyam lalu duduk di sebuah tempat yang agak tinggi sembari memandangi derasnya jamaah yang terus bertawaf mengitari Kabah.

Tiba-tiba datanglah seorang berwajah pucat kuyu dan berbadan kurus. Mula-mula dia bertawaf mengelilingi Kabah tujuh kali, lalu dengan tenang dan langkah yang mantap berjalan menuju ke arah Hajar Aswad. Jamaah yang berdesak-desakan itu pun seketika memberinya jalan.

Melihat hal itu, para pengawal Hisyam terkejut. Mereka heran karena seorang khalifah seperti Hisyam yang notabene memiliki status sosial yang tinggi gagal mencapai Hajar Aswad. Tapi orang biasa yang sederhana itu justru dengan mudah bisa mencapainya.

“Siapa gerangan orang itu wahai Amirul Mu’minin ?” tanya salah seorang pengawalnya.

“Entahlah, aku tidak kenal siapa dia.” Hisyam menjawab acuh tak acuh.

Hisyam sebenarnya sangat mengenal siapa orang itu tapi dia berpura-pura tidak mengenalnya. Lelaki itu adalah Ali Zainal Abidin, cucu Rasul, putra langsung Husain bin Ali bin Abi Thalib. Entah bagaimana persisnya, para pengawal Hisyam bertemu Farazdaq, lalu menanyakan sosok lelaki berwibawa itu:

Farazdaq menjawab: “Ya, aku tentu mengenalnya.” Lalu dia menghampiri Hisyam yang bermuka masam. “Dan kau juga pasti mengenalnya.” Setelah itu sang penyair itu menuju tempat yang agak tinggi dan melantunkan bait-bait syair yang hingga kini masih dipelajari di buku-buku sastra klasik, semisal Nihayah Al-Arab fi Funun Al-Adab. Syair itu dimulai dengan bait:

هذا الذي تعرف البطحاء وطأته * و البيت يعرفه  و الحل و الحرم

Dialah yang tanah ini telah mengenali pijakannya
Rumah Allah dan hamparan suci sekelilingnya pun mengetahuinya.

Mendengar syair pujian Farazdaq ini, Hisyam naik pitam. Dia memerintahkan Farazdaq dijebloskan ke dalam penjara Asfan yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Tapi di dalam penjara, Farazdak justru kian produktif melahirkan syair-syairnya bernada protes dan kritik pada kesewenang-wenangan khalifah.

MH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *