Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 27 July 2016

KHAS–Cak Nun: Puncak Agama adalah Keindahan


Islamindonesia.id–Cak Nun: Puncak Agama adalah Keindahan

 

Mustofa W. Hasyim,  penulis puisi hingga cerita anak-anak sejak tahun 70-an ini, kembali tampil bersama Emha Ainun Nadjib dan Kiai Kanjeng di Mocopat Syafaat, Bantul (17/7). Bahasanya sederhana, kultural, sarat makna, namun tak jarang mengundang tawa setiap tampil membacakan puisinya. Apalagi, salah satu anggota dewan kebudayaan kota Yogyakarta ini, dikenal dengan gayanya yang gagap.

“Indahnya Pak Mustafa di situ. Bayangkan kalau tidak gagap, kan tidak indah,” kata Cak Nun memuji penyair yang telah lama dia kenal itu.

Keindahan, menurut Cak Nun, bukan sebatas apa yang tampak oleh kasat mata. Keindahan begitu luas. Lebih luas daripada kebenaran, lebih luas dari kebaikan, katanya

“Itulah keindahan. Puncak Agama adalah keindahan. Kalau engkau tidak bisa menemukan keindahan di dalam hubunganmu dengan Allah, hubunganmu dengan sesama manusia, maka engkau hanya tulang belulang di kehidupan.”

Dalam kesempatan berbeda, penulis ‘Lautan Jilbab’ ini juga sempat mengurai gradasi nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan. Orang yang berniat shalat itu sudah dinilai baik, tapi agar shalatnya sah atau benar ia harus mengikuti fikih. Orang yang punya niat dan telah benar cara shalatnya, belum tentu diterima shalatnya, apalagi jika hatinya tidak khusyu. Nah, ketika terjadi hubungan intim antara hati yang shalat dan Sang Kekasih, itulah keindahan.

Tanpa menemukan keindahan yang ‘pasca-indra’ ini, bagi Cak Nun manusia hanyalah tulang belulang dari kehidupan. Padahal, “engkau bukan hanya tulang belulang, bukan hanya anatomi, (tapi) engkau juga darah dan daging, engkau juga aliran darah, engkau juga urat saraf,  engkau juga getaran-getaran, engkau juga adalah cinta, dan cinta itu tidak ada bendanya.”

Jika cinta itu ada bendanya, dimanakah bendanya cinta? Apakah di hatimu? Tidak bisa, katanya. Seperti ombak di lautan, ketika seseorang diminta untuk mengambilnya, yang bisa diambil hanya air, bukan ombak.

“Maka jangan dipikir hidup itu hanya air laut itu. Jangan dipikir hidup itu hanya yang engkau bisa lihat. Namun hidup adalah yang berpendar-pendar di atas panca indra.” []

 

YS/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *