Satu Islam Untuk Semua

Monday, 16 September 2019

Habib Ahmad: Tasawuf Hakikatnya Agama yang Dibawa Rasulullah


islamindonesia.id-Habib Ahmad: Tasawuf Hakikatnya Agama yang Dibawa Rasulullah

Pengasuh Pesantren Alfachriyah Tangerang, Habib Ahmad bin Jindan, menyatakan, tasawuf sejati ialah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Pernyataan ini, kata Habib Ahmad, bukan tanpa dasar.

Mengutip sebuah riwayat dari Sahih Muslim, Habib kelahiran Jakarta ini menuturkan, Sayidina Umar bin Khattab suatu hari duduk bersama Rasulullah dan sejumlah orang lainnya. Ketika itu, datang seorang pria berambut hitam dan berpakaian putih.

Pakainnya putih bersih sedemikian tak ada pikiran yang melintas di benak hadirin bahwa pria itu datang dari perjalanan panjang. Sayidina Umar mengatakan, dirinya pun tidak mengenal pria asing itu.

Tamu itu mendekat dan langsung duduk di hadapan Rasulullah. Begitu dekatnya, lututnya menyentuh lutut ayah Fatimah Azzahra itu dan meletakkan kedua telapak tangannya di pangkuan Nabi.

“Ya Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam,” pinta tamu itu tanpa basa-basi.

“Islam ialah,” kata Nabi. “Engkau bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan dan haji ke Baitullah apabila engkau mampu.”

Menurut Habib Ahmad, Islam pada tingkatan ini lebih bersifat ubudiyah secara fisik. “Artinya, penghambaan kepada Allah di sini berkaitan dengan fisik (seperti) salat, zakat, haji, puasa,” kata alumnus Darul Musthofa Tarim Hadramaut ini sebagaimana ditayangkan kanal Youtube Nuralwala, 30 Mei.

Kemudian, tamu itu bertanya lagi. “Beritahukan aku perihal iman.”

“Iman itu,” jawab Rasulullah. “Engkau percaya kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitab-Nya, utusan-Nya, hari kiamat, qada dan qadar.”

Habib Ahmad mengatakan, iman itu kepercayaan yang lebih menggunakan akal. Hal ini lantaran hati orang tak akan sampai pada titik percaya sebelum akalnya mencerna dan menerima.

“Bagi orang yang jeli, memiliki akal yang tajam, menggunakan metode berpikir yang benar, maka ia akan mendapati rukun iman yang disabdakan oleh Nabi itu dapat dicerna oleh akal sehat,” katanya.

Kemudian, sang tamu berkata lagi. “Beritahukan aku tentang ihsan.”

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,” kata penutup para Nabi itu. “Jika engkau tidak mampu seperti itu, yakinlah bahwa pada kenyataannya Allah melihatmu.”

Pada wilayah ihsan, kata Habib Ahmad, terjadi penggabungan antara Islam yang lebih cenderung pada ubudiyah fisik dan iman yang besifat kepercayaan dengan akal. Penggabungan ini dilakukan dengan ikatan ruh atau kesadaran yang dalam, yaitu ihsan.

“Ketika salat, misalnya, seorang menyadari betul di depannya ada Allah yang menyaksikannya,” katanya. Keadaan ini berbeda dengan orang yang hanya melakukan ibadah secara fisik tanpa ihsan.

Orang yang mencapai derajat ihsan juga berbeda dengan mereka yang sekadar percaya Tuhan dengan akalnya. Oleh karena itu, menurut Habib Ahmad, Islam dan iman harus digabungkan dengan ikatan ihsan. Jika ini terjadi, seorang menghamba kepada Tuhannya dengan sebenar-benarnya penghambaan, dengan kesadaran penuh terhadap kehadiran Allah.

“Inilah hakikat tasawuf,” ungkapnya. Bukankah orang yang menjalankan tasawuf ialah orang yang berupaya membersihkan jiwanya agar dapat menghamba kepada Allah dengan kesadaran bahwa ia seakan-akan menyaksikan-Nya.

Jalan penyucian jiwa ini disebut agama berdasarkan riwayat yang sama. Di penghujung riwayat, tamu itu pergi dan meninggalkan rasa penasaran pada orang-orang yang masih duduk di sekitar Rasul. Mereka pun bertanya tentang sosok pria berpakain putih itu.

Rasul menjawab, “Dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian.”

YS/Islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *