Satu Islam Untuk Semua

Monday, 12 June 2023

Sekilas tentang Sayid Abdul Kahfi Al Hasani, Pendiri Ponpes Somalangu


islamindonesia.id – Di antara sekian banyak pondok pesantren yang berusia sangat tua di Kebumen, salah satunya ialah Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu di Desa Sumberadi, Kecamatan/Kabupaten Kebumen.

Pesantren ini didirikan tahun 1475 M oleh seorang ulama asal Hadhramaut, Yaman yang bernama Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al Hasani.

Siapakah sosok Sayid Abdul Kahfi Al Hasani? Berikut sekilas penjelasan tentang ulama asal Yaman tersebut.

Nama dan Nasabnya

Bernama asli Sayid Abdurrahman bin Ibrahim Al-Jilani Al-Hasani. Lahir dan besar di Somalangu. Dari Abahnya yang berjuluk ”Abdul Kahfi II” mengalir darah Rasulullah s.a.w melalui Datuknya yaitu pendiri Ponpes Al-Kahfi yang berjuluk ”Abdul Kahfi Al-Awwal” generasi ke-10 dari Syeikh As-Sayid Abdul Qadir Al-Jilani Al-Hasani melalui jalur Syeikh As-Sayid Abdul Bar Al-Jilani Al-Hasani.

Adapun garis nasab beliau sebagai berikut: Sayid Abdurrahman bin Ibrahim bin Muhammad bin ‘Zainal Abidin bin Yusuf bin Abdul Hannan bin Zakariya bin Abdul Manan bin Abul Hasan Yusuf bin Jawahir bin Sayid Muhtarom As-Syahid bin Sayid Abdul Kahfi Al-Awwal.

Riwayat Pendidikan

Suatu hari Sayid Abdurrahman hendak meminta izin kepada Abahnya untuk menimba ilmu di pesantren-pesantren yang berada di Nusantara. Namun Abahnya tidak memperkenankan permohonan beliau dan menyuruh untuk belajar kepada sahabat beliau yang berada di Makkah yaitu Syeikh As-Sayid Muhamad Babashol Al-Hasani dari Hadramaut, Yaman yang bermukim di Misfalah, Makkah.

Akhirnya Sayid Abdurrahman pun berangkat ditemani oleh salah satu santri Abahnya yang terpilih untuk mendampingi beliau ke Makkah. Si santri ini pun kemudian menjadi seorang ulama besar di Nusantara, yaitu Mbah Kyai Dalhar Watu Congol.

Alkisah mereka berdua berangkat dari Somalangu ke Makkah melalui Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Konon ketika keduanya menuju Semarang, sepanjang dan sejauh perjalanan yang mereka tempuh, Mbah Kyai Dalhar lebih memilih berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dinaiki oleh Sayid Abdurrahman.

Sesampainya di Makkah, Sayid Abdurrahman hanya belajar sebentar karena saat terjadi Perang Dunia I beliau ditunjuk oleh para ulama Makkah untuk memimpin perang melawan sekutu dalam upaya mengamankan tanah haram dari serangan tentara sekutu. Setelah tanah haram aman, beliau mulai menyingkir pada saat Pemerintahan Syarif Husein karena pola pemerintah yang terlalu berfoya-foya. Dan beliau kemudian hijrah ke Palestina sebentar sebelum kembali ke Tanah Air.

Mengasuh Pesantren dan Menikah

Sayid Abdurrahman mulai mengasuh pesantren semenjak Abahnya wafat pada tahun 1915 M. Beliau adalah pengasuh periode ke-5 (1915-1925 M).

Sayid Abdurrahman menikah dengan Ummi Lathifah bin Muhammad Faqih bin Abdullah Faqih bin Iman Ali bin Nur Ali. Dari pernikahan dengan istri pertamanya ini beliau dikaruniai 3 orang putra-putri yaitu Sayid Mahfudz (Romo Pusat), Sayid Thoyfur, dan Syarifah Ghonimah Al-Hasani. Sementara dari istri keduanya, Sayid Abdurrahman dikaruniai 6 orang putra-putri yaitu Sayid Quraisyin, Sayid Qumdari, Sayid Qomari, Sayid Qushashi, Sayid Quthubi, dan Nyai ‘Ngakidah.

Di antara putra-putrinya banyak yang menjadi tokoh ulama besar di kemudian hari seperti Syeikh Mahfudz yang berjuang di organisasi sosial Pembela Tanah Air.

Mursyid Thariqah As-Syadziliyyah

Sayid Abdurrahman memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki, waktu berada Hejaz (sekarang Makkah) kemudian diteruskan oleh putranya yaitu Syekh Mahfudz Al-Hasani. Di tangan Syekh Mahfudz, tarekat Syadziliyah menjelma menjadi sebuah organisasi gerakan sosial yaitu berjuang melawan penjajah untuk mempertahankan Tanah Air.

Seputar Karomah

Suatu hari ketika rombongan jemaah haji asal Indonesia hendak berangkat ke Makkah (dan di situ ada pula Sayid Abdurrahman yang ikut dalam rombongan Jemaah), mereka berangkat menggunakan kapal laut. Tanpa disangka, pada saat kapal sudah berada di tengah samudera yang luas, semua jemaah termasuk Sayid Abdurrahman hendak dilempar ke laut oleh ABK kapal tersebut.

Namun demikian, tiba-tiba ada salah seorang ABK kapal yang mencium bau harum dari tubuh Sayid Abdurrahman, sehingga akhirnya beliau beserta rombongan tidak jadi dilempar ke laut.

Sayid Abdurrahman ternyata juga termasuk orang penting di tanah Hijaz karena jasanya yang besar terhadap tanah Hijaz sehingga beliau mendapat gelar ”Bathalul Islam” yang berarti ‘Pahlawan Islam’.

Sayid Abdurrahman wafat di Jeddah, Arab Saudi pada 25 Sya’ban 1357H/1938 M.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *