Satu Islam Untuk Semua

Friday, 22 April 2022

Rahmah El-Yunusiah, Wanita Indonesia Pertama Bergelar ‘Syaikhah’


islamindonesia.id – Pulau Sumatra, khususnya Sumatra Barat, terkenal sebagai tanah kelahiran para ulama dan kyai. Terbukti dengan adanya beberapa tokoh agama terkemuka yang lahir di daerah tersebut.

Hal ini tak lain adalah karena letak pulau Sumatra yang strategis. Di tengah jalur sutra, tempat persinggahan para pedagang Islam dari tanah Arab menuju China. Di situlah mereka bersinggah dan menetap hingga melahirkan para pemuda-pemudi cerdas nan pandai agama. Salah satu di antaranya adalah Rahmah El-Yunusiah.

Rahmah El-Yunusiah, seorang tokoh pendidikan dan perjuangan Islam wanita dari Sumatra Barat. Beliau lahir, tepatnya di Padang Panjang pada tanggal 29 Desember 1900 dan wafat pada 26 Februari 1969 di tempat yang sama pula.

Beliaulah pendiri Madrasah Diniyah Putri Padang Panjang (Sumatra Barat) yang merupakan perguruan wanita Islam pertama di Indonesia, dan pelopor berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sumatra Barat.

Riwayat pendidikannya dimulai dari belajar kepada ayahnya. Namun, hal ini hanya berlangsung sebentar karena ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Ia pun belajar dalam bimbingan kakak-kakaknya, yaitu Zainuddin Labay El-Yunusy yang merupakan pendiri Diniyat School di Sumatra Barat dan M. Rasyad.

Karena tidak puas akan pendidikan yang telah diberikan oleh kakak-kakaknya, Rahmah pun mencari guru-guru lainnya di daerah Minangkabau seperti Haji Abdul Karim Amrullah (ayah dari Hamka).

Usaha-usaha di Bidang Pendidikan

Usaha Rahmah dalam bidang pendidikan untuk kaum wanita khususnya, didasarkan pada cita-citanya, bahwa kaum wanita Indonesia harus memperoleh kesempatan penuh dalam menuntut ilmu agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bertujuan agar kaum wanita sanggup berdikari untuk menjadi ibu pendidik yang cakap, aktif dan bertanggung jawab kepada kesejahteraan Tanah Air. Hal itu diwujudkan dengan pendirian sekolah Diniyah Putri.

Atas bantuan Persatuan Murid-murid Diniyah School yang didirikan oleh kakaknya, Rahmah mendirikan madrasahnya pada tanggal 1 November 1923. Mulanya terdapat 71 orang murid yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu rumah tangga muda.  Pelajaran diberikan setiap hari selama 3 jam di sebuah masjid di Pasar Usang, Padang Panjang. Di samping itu, Rahmah juga mulai mengadakan usaha pemberantasan buta huruf bagi kalangan ibu-ibu yang lebih tua.

Selain itu Rahmah memiliki prinsip dan sikap yang teguh. Ketika Belanda menawarkan bantuan kepada Madrasah Diniyah Putri dengan syarat harus berada di bawah kekuasaannya, ia menolak dengan tegas. Dengan alasan tak ingin sistem pendidikannya dibelokkan oleh Belanda.

Selain itu, hal yang menonjol dari Rahmah adalah sikap tanggung jawab. Ia bukan saja memikirkan kemajuan pendidikan murid-muridnya, namun juga keselamatan mereka. Pada saat koloni Jepang masuk ke Indonesia, Rahmah mengungsikan seluruh muridnya dan menanggung semua keperluan dari murid-muridnya.

Perhatian Rahmah El-Yunusiah untuk kaumnya memang tidak pernah padam. Ia bercita-cita untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam khusus untuk kaum wanita lengkap dengan sarana dan prasarananya.

Cita-citanya ini sebagian telah tercapai. Hal ini terlihat ketika ia wafat, Diniyah Putri telah memiliki Perguruan Tinggi dengan satu fakultas, yaitu Fakultas Dirasah Islamiyah. Ia juga bercita-cita mendirikan rumah sakit khusus wanita.

Di bawah kepemimpinan Rahmah, Diniyah Putri berkembang pesat. Keberhasilan lembaga ini mendapat perhatian dan pujian dari berbagai tokoh pendidikan, pemimpin nasional, politikus dan tokoh agama, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu terbukti pada tahun 1957 Rahmah memperoleh gelar Syaikhah dari Senat Guru Besar Universitas Al-Azhar Mesir. Dan gelar ini belum pernah dianugerahkan kepada siapa pun sebelumnya.

Dari cerita singkat tentang Rahmah el Yunusiah di atas, dapat kita ambil sebuah nilai yang sangat besar, bahwa kaum wanita mengemban suatu amanat untuk mencerdaskan bangsa, melalui anak-anak mereka.

Perjuangannya yang gigih dan pantang menyerah serta tak mengenal rasa takut tidak hanya patut untuk diacungi jempol, namun perlu untuk ditiru dan dilanjutkan. Karena sejatinya, ia dan semua wanita merupakan tempat pertama dalam menuntut ilmu bagi anak-anak kelak. 

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *