Satu Islam Untuk Semua

Friday, 16 April 2021

Pemusik Mustafa Debu Belajar Islam Melalui Tasawuf dari Sejak Kecil


islamindonesia.id – Pemusik Mustafa Debu Belajar Islam Melalui Tasawuf dari Sejak Kecil

Mustafa Debu adalah vokalis grup musik religi Debu. Dengan parasnya yang bule Mustafa yang memiliki nama asli Kumayl Mustafa Daood kerap menjadi sorotan publik.

Mustafa Debu merupakan warga kelahiran Amerika Serikat (AS) yang memutuskan untuk tinggal di Indonesia pada 1999. Mustafa awalnya tinggal di Makassar selama dua tahun dan pindah ke Jakarta pada 2001.

Diungkapkan Mustafa, kedua orang tua dan kakek neneknya bukanlah seorang penganut Islam. Namun dia secara pribadi mengikuti aliran tarekat dan memahami Islam dengan sendirinya.

“Orang tua, kakek sama nenek itu dulu bukan Muslim,” ujar Mustafa sebagaimana dilansir dari detikcom, saat ditemui di Gedung Trans TV, Jumat (16/4).

Mustafa Debu mengaku sejak kecil memang sudah mempelajari Islam dan amalan-amalannya. Namun saat wawancara, ada satu hal yang dia sampaikan kepada masyarakat.

“Kita dari kecil belajar Islam, tapi saya hanya bisa menyampaikan satu hal biar kawan-kawan jangan sampai tertipu dengan pemandangan (maksudnya penampilan-red) gitu,” sahutnya sambil bergurau.

Mustafa mengaku kini menjadi orang yang apa adanya saja. Dia tak mengklaim dirinya adalah orang baik yang menaati ajaran agamanya.

Mustafa merasa kerap menyanyikan lagu religi dan menyanjung Yang Maha Kuasa lewat aksi musiknya itu. Namun dia tak mengklaim dirinya adalah orang baik yang patut dicontoh.

“Kita ini apa adanya, orang menterjemahkan orang religius apa nggak itu urusannya dia ya. Ini saya ngomong gini ya kita termasuk juga kawan-kawan yang nyanyi kecintaan kepada Allah, tapi bukan berarti kita orang baik,” tutur Mustafa santai.

“Justru biasanya kebalik. Jadi jangan tertipu dengan pemandangan itu saja gitu. Kita sama-sama bisa menikmati kecintaan kepada Allah, sudah cukup,” lanjutnya.

Mengenai pelajaran agama yang didapatkan Mustafa, dia justru mengaku lebih banyak mendapatkan nilai-nilai cinta.

“Orang-orang tarekat yang diajarkan nilai-nilai cinta sebenarnya. Kalau dibilang nilai agama mungkin kebanyakan kurangnya gitu. Tapi kalau nilai cinta insyaallah ya, yang kurang jadi banyak,” tutur Mustafa.

Baginya, masalah perasaan menjadi hal yang paling utama. Mustafa Debu menegaskan tak ingin mengkotak-kotakkan beberapa agama sehingga terjadi perbedaan. Baginya, jika dikaitkan dengan masalah rasa, maka semua orang akan merasakan hal yang sama.

“Jadi bukan masalah nama, tapi masalah rasa. Kalau nama nanti akan kelihatan perbedaan antara agama ini sama agama itu, akhirnya yang ada perbedaannya. Kalau masalah rasa tidak ada yang kenal perbedaan. Dia satu, semua gitu,” pungkasnya.

Sejarah Debu

Grup musik Debu, sewaktu masih di AS bernama Dust On The Road, atau jika diterjemahkan menjadi “Debu di Jalanan”, demikian sebagaimana dilansir dari liputan6.

Personel Dust on the Road adalah orang tua sebagian besar personel Debu yang sekarang. Mereka hijrah ke Indonesia pada tahun 1999. Setelah di Indonesia mereka mengubah nama mereka menjadi Debu dengan perubahan formasi. Beberapa personel terdahulu adalah pengajar di pesantren milik Universitas Muslim Indonesia di Makassar.

Pendiri Dust on the Road adalah Syekh Fattaah yang telah wafat pada Ramadan dua tahun yang lalu di Indonesia. Syekh Fattaah selain sebagai pendiri Debu, semasa hidupnya juga memiliki peran sebagai guru tasawuf bagi para personel Debu.

PH/IslamIndonesia/Foto utama: kapanlagi.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *