Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 12 March 2014

Pastor dan Imam Nigeria Ini Pernah Ingin Saling Bunuh


www.csmonitor.com

Seorang pastor dan imam pernah mencoba untuk saling membunuh satu sama lain. Tapi, sekarang mereka bekerja sama untuk menciptakan perdamaian dunia, khususnya di Nigeria.

 

Imam Muhammad Ashafa dan Pastor James Wuye, dua warga Keduna, Nigeria yang sama-sama memiliki kekuatan besar sebagai pemuka agama dalam wilayahnya, dulu pernah saling membenci karena alasan agama yang berbeda. Ashafa seorang pemuka Islam yang sangat dihormati. Sedangkan Wuye merupakan pimpinan Kristen yang juga sangat dihormati. Namun, keduanya akhirnya memilih untuk berbalik arah dan mengusung perdamaian.

Kisah ini bermula ketika Ashafa bergabung dengan kelompok Islam yang fanatik dan berkomitmen untuk melakukan Islamisasi di utara Nigeria dan mengusir semua non-muslim dari wilayah tersebut. Ashafa yang terlahir dan dibesarkan dalam keluarga yang konservatif, terang mendukung ide ini.

Bahkan, ia yang kadung benci terhadap hal apa pun terkait Barat dan Kristen ini, begitu bahagia ketika didampuk menjadi pemimpin kelompok militan dan menjabat sebagai Sekretaris Dewan Jenderal Pemuda Muslim. Betapa tidak, Ashafa muda yang sedang bergelora dalam ke-Islam-annya ini, seolah mendapat peluang besar untuk memberangus siapa pun yang beragama non Islam. Sebab, dewan ini memiliki pengaruh besar dalam segala tindak kekerasan di Utara.

Mendengar hal tersebut, Wuye, seorang pemuda Kristen yang juga sangat berapi-api ingin memberangus Muslim di wilayahnya itu kemudian membentuk organisasi untuk menentangnya. Muncullah Asosiasi Pemuda Kristen Nigeria yang langsung dipimpinnya.

Wuye yang merupakan anak tentara ini memang sudah tertarik dengan pertempuran dan perang, bahkan sejak dirinya masih sangat muda. Pada 1980-an dan 1990-an dia terlibat dalam kegiatan kelompok Kristen militan dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Negara Bagian Keduna dari Asosiasi Pemuda Kristen Nigeria, sebuah organisasi yang memayungi semua kelompok Kristen di Nigeria selama 8 tahun.

“Kebencian pada umat Islam tidak memiliki batas,” kata Wuye dalam suatu kesempatan.

Dia benci melihat orang-orang yang diintimidasi dan dianiaya, maka ketika Muslim disalahkan untuk menghasut konflik kekerasan di Keduna, dia langsung menawarkan diri untuk memimpin serangan pembalasan. Wuye kehilangan lengan kanannya dalam salah satu pertempuran melawan kelompok militan Ashafa. Dan hal inilah yang kemudian membuatnya semakin dendam dan benci pada umat Islam, khusunya pada Ashafa.

Ashafa juga mengalami kerugian seperti halnya Wuye. Dalam salah satu bentrokan antara Dewan Pemuda Muslim dan Asosiasi Pemuda Kristen Nigeria, dua sepupu dan mentor spiritual Ashafa meninggal saat berperang dengan kelompok Kristen pimpinan Wuye. Selama bertahun-tahun, Ashafa dan Wuye bersumpah untuk membalas kematian dan luka-luka orang yang mereka cintai dengan membunuh satu sama lain.

Namun, pada kesempatan pertemuan melalui intermediasi pada tahun 1995, kedua pemimpin memutuskan untuk meletakan senjata mereka dan bekerja sama untuk mengakhiri kekerasan destruktif yang mengganggu negara mereka. Pertemuan melahirkan pembentukan pusat mediasi antaragama untuk forum dialog Muslim-Kristen.

“Tidak semua berjalan lancar, ada saatnya dimana ketegangan itu terjadi, ” jelas Imam Ashafa.

“Tapi apa yang membuat kita tetap berkomitmen adalah karena Allah, kita ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik,” tambahnya.

Imam mengatakan, “Saya bukan seorang Kristen dan saya tidak ingin menjadi seorang Kristen. Wuye bukan seorang Muslim dan dia tidak ingin menjadi seorang Muslim. Tapi pemahaman bahwa agama adalah tentang bagaimana kita membangun jembatan antar iman, prinsip dalam tradisi Ibrahim, itu yang membuat kami berkomitmen.”

Pada 1997, mereka mulai kerja sama dalam membangun perdamaian dunia. Baik Ashafa maupun Wuye, keduanya sama-sama merancang strategi jitu untuk mencegah kekerasan dan meredam kebencian dalam bentuk apa pun, termasuk yang diakibatkan oleh politik. Mereka sama-sama berkomitmen untuk menyelesaikan konflik secara damai.

Strategi itu, di antaranya dengan melakukan identifikasi situasi dan menyediakan sarana untuk mengurangi ketegangan. Juga, dengan melakukan “pemrograman ulang” terhadap para pemimpin muda, baik Islam maupun Kristen dengan menekankan pemberian maaf dan non-kekerasan.

Selain itu, mereka juga mendirikan klub damai di pra-sekolah, sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi. Klub ini memiliki tugas sebagai mediasi konflik antara teman sekelas dan rekan-rekan mereka dengan mengajarkan cara mengatasi konflik secara damai.

Pada 1998, Ashafa dan Wuye mengembangkan kurikulum berbasis perdamaian dengan judul “petunjuk kode etik agama di sekolah”. Kurikulum ini, sekarang digunakan di sekolah-sekolah dan organisasi lain yang berminat dalam mendorong perdamaian dan mengurangi kekerasan agama.

Lebih dari 30 sekolah di mayoritas negara muslim Keduna, sekolah dasar dan Universitas di Plateau, Kano, Bauchi, memiliki klub perdamaian dan kurikulum perdamaian. Mereka juga menciptakan “deprogramming” perkemahan remaja yang mempertemukan pemuda militan dari komunitas yang berbeda selama 5 hari melalui sebuah interaksi yang intensif.

Selain pencegahan, Ashafa dan Wuye juga fokus pada pembangunan perdamaian dan resolusi. Mereka telah melatih para pemimpin agama dan perempuan untuk menyelenggarakan seminar, pelatihan, dan lokakarya perdamaian bagi anggota masyarakat terkait pandangan politik, masyarakat, dan hukum.

Juga, membuka konseling bagi siapa saja yang mengalami rasa trauma atau menderita kerugian dari kekerasan agama dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat, untuk membantu mereka yang terkena dampak kekerasan.

Kini, mereka berhasil mendirikan kantor di tiga negara bagian di Nigeria, dua di Utara dan satu di Timur. Untuk memastikan adanya dampak yang luas, Ashafa dan Wuye membentuk Komite dan Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh agama dan masyarakat—untuk memantau upaya perdamaian dan memberikan umpan balik, menggunakan hotline untuk melaporkan kekerasan agama di tingkat nasional.

Upaya Ashafa dan Wuye kini menuai hasil. Studi menunjukkan bahwa kekerasan di Nigeria mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Sementara itu, Gubernur Kaduna mengatakan, “Bagi saya, mereka adalah dua bersaudara. Kedua pria yang bekerja untuk menjamin perdamaian antara Kristen dan Muslim tidak hanya di Kaduna dan di Nigeria, tetapi di seluruh benua Afrika. Kami tidak melihat alasan mengapa kita tidak bisa meniru dua pria ini, dan menyatukan diri kita sendiri serta memiliki keberanian yang sama dan kebijaksanaan yang mereka miliki dalam melakukan apa yang mereka lakukan,” katanya.

 

Berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *