Satu Islam Untuk Semua

Friday, 12 May 2023

Nasab dan Kisah Pertemuan Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili dengan Gurunya


islamindonesia.id – Imam Abul Hasan ‘Ali asy-Syâdzilî al-Hasanî merupakan keturunan Rasulullah s.a.w dari jalur Sayyidina Hasan bin ‘Ali bin Abi Thâlib. Nama lengkapnya adalah Imam Abul Hasan ‘Ali asy-Syâdzilî putra dari ‘Abdullah putra ‘Abdul Jabbâr bin Tamim bin Hurmuz bin Hâtim bin Qudai bin Yûsuf bin Yûsya bin Wird bin Abi Baththâl ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa bin Idris bin ‘Umar bin Idrîs Ibnu Abdillah bin Hasan al-Mutsanna bin Sayyid Hasan as-Sibthi bin ‘Ali bin Abi Thâlib k.w. Ibnu Fâtimah binti Rasululllah s.a.w.

Beliau hafal Al-Quran sejak kecil dan belajar ilmu agama hingga mencapai puncaknya di segala bidang ilmu, kemudian beliau segera mencari guru thariqah (mursyid) yang mempunyai maqam kewalian tertinggi di zamannya yang berpangkat wali quthub ghauts.

Petualangan mencari guru thariqah ini beliau lakukan dengan semangat yang besar mulai dari negeri Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mesir, Makkah, Madinah hingga Iraq. Perjalanan yang cukup melelahkan dengan transportasi yang ada pada kala itu dengan rute lintas negara.

Kota Baghdad di negeri Iraq sejak dinasti Abbasiyah sudah menjadi pusat dunia bagi pencari dan penuntut ilmu agama, karena di kota ini banyak terdapat ulama’ ahli fiqih, ahli hadis, ahli tasawwuf dan lain sebagainya. Bahkan, di kota “seribu satu malam” ini banyak para pembesar aulia’. Maka dengan tekad bulat Imam Abul Hasan As-Syadzili memasuki kota Baghdad Iraq. Di sini beliau bertemu dengan banyak para wali Allah, namun yang beliau cari bukan sekadar wali, tetapi wali yang tertinggi maqam-nya yaitu wali quthub.

Kemudian beliau bertemu dengan seorang wali besar di Baghdad yaitu Syaikh Abul Fatah al Wasithi. Syaikh Al Wasithi berkata kepada Imam Syadzili: “Kau mencari seorang wali quthub, padahal quthub yang kau cari itu sekarang ada di negerimu sana. Kembalilah ke negerimu sana dan kau akan menemukannya.” Maka pulanglah beliau dari Baghdad Iraq menuju negeri di mana beliau bermula berangkat.

Imam Syadzili kini telah menemukan sosok wali quthub yang beliau cari selama ini, maka bergegaslah beliau menuju sebuah gunung di mana ada seorang wali yang tinggal di puncak gunung itu. Wali tersebut adalah Syaikh Abdussalam bin Masyis. Namun sebelum menemui guru yang didambakan itu, terlebih dahulu beliau mandi di mata air yang berada di kaki gunung tersebut sambil “melepas” semua ilmu dan amal yang beliau miliki, sehingga saat beliau naik ke atas gunung menemui gurunya itu dalam keadaan kosong tanpa atribut ilmu dan amal, yang beliau bawa hanyalah adab dan akhlak. Oleh karena itu, bagi murid-murid Thariqah Syadzaliyah dianjurkan untuk mandi terlebih dahulu bila hendak menemui guru mursyidnya, sebagaimana keterangan dalam kitab Iqhodzul-Himam Syarah al Hikam halaman 122.

Sebelum Imam Syadzili sampai di puncak gunung, tiba-tiba Syaikh Abdussalam bin Masyis sudah terlebih dahulu turun dari puncak gunung tempat tinggalnya untuk menyambut kedatangan murid istimewanya yang kelak akan menjadi wali quthub agung menggantikan kedudukan sang guru.

Ketika melihat Imam Syadzili, Syaikh Abdussalam bin Masyis mengucapkan salam “Marhaban”, selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar dan seterusnya menyebut nasab Imam Syadzili sambung-sinambung hingga sampai pada Rasulullah s.a.w.

Kemudian beliau berkata: “Hai Ali! Kau naik menemuiku dalam keadaan faqir (kosong) dari ilmu dan amalmu, maka sekarang kau mengambil dariku kekayaan dunia dan akhirat.”

Maka pada saat itu Imam Syadzili tercengang! Kemudian beliau tinggal bersama gurunya tersebut selama beberapa hari hingga Allah membuka (bashirah) mata hati beliau.

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *