Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 21 November 2021

Mengapa Amr bin Hisyam yang Cerdas Justru Digelari ‘Abu Jahal’ alias Biang Kebodohan?


islamindonesia.id – Tahukah pembaca, siapa sebenarnya Amr bin Hisyam atau yang biasa kita kenal sebagai “Abu Jahal” (biang kebodohan)? Apakah dia orang yang benar-benar bodoh dalam arti tidak cerdas dan lemah akal? Siapa sangka, ternyata Amr bin Hisyam bukanlah seorang yang bodoh dalam soal kognitif, bukan juga seorang yang miskin wawasan atau pemuda urakan yang berasal dari kabilah rendah. Justru sebaliknya, dia dikenal sebagai pemuda cerdas bernasab tinggi, yang berasal dari Bani Makhzum. Kaumnya bahkan memberi kuniyah “Abu Hakam” (seorang yang jitu pemikiran dan keputusannya). Tak cukup sampai di situ, bahkan kecerdasannya pun sudah mendapatkan pengakuan dari iblis.

Pengakuan yang pertama adalah ketika menjelang hijrahnya Rasulullah s.a.w, yakni pada saat para pemuka Quraisy mengadakan rapat darurat di Dar An-Nadwah untuk memikirkan strategi bagaimana menghalangi dakwah dan rencana hijrah Rasulullah. Rapat itu juga dihadiri seorang tua yang mengaku berasal dari daerah Nejd yang tiba-tiba menggabungkan diri. Sosok orang tua inilah yang menurut keterangan kitab-kitab sirah, ternyata merupakan jelmaan iblis.

Iblis menyanggah semua pendapat tokoh Quraisy yang mengusulkan untuk menangkap, mengusir, dan membunuh Rasulullah (dibahas dalam surah Al-Anfal ayat 30). Hingga akhirnya Abu Jahal mengusulkan agar semua kabilah Quraisy mengirim para pemuda terbaiknya untuk ramai-ramai membunuh Rasulullah agar Bani Hasyim dan Bani Muthallib tidak mampu untuk menuntut balas atas kematian Rasulullah. Usul ini mendapatkan dukungan dari Iblis dan akhirnya siap dieksekusi, namun Allah dengan “makar-Nya” menggagalkan rencana tersebut.

Pengakuan kedua adalah ketika menjelang perang Badar, ketika Utbah bin Rabi’ah mengusulkan agar orang Quraisy mengurungkan niat mereka untuk berperang dengan Muslimin. Saat itu Quraisy hampir setuju dengan pendapat Utbah hingga akhirnya Abu Jahal melaksanakan provokasi yang cerdas dan akhirnya provokasi ini berhasil mengurungkan niat Quraisy untuk undur diri dari peperangan. Cara Abu Jahal ini pun mendapatkan restu dari iblis yang saat itu menyamar sebagai Suraqah bin Malik r.a.

Tidak hanya itu, dengan kecerdasannya bahkan Abu Jahal bisa menangkap kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. Terbukti dengan aktivitasnya selama 3 malam berturut-turut saling menangkap basah dengan Abu Sufyan dan seorang kafir Quraisy lainnya menguping bacaan Al Qur’an Rasulullah di pinggir rumah beliau.

Dalam kitab “Wa Syahida Syahidun min Ahliha” karangan Raghib as Sirjani pun kita bisa mendapatkan kisah pengakuan Abu Jahal kepada keponakannya Ma’sur bin Mukhramah dan sahabatnya, Akhnas bin Syariq akan kejujuran Rasulullah, hanya saja ia tak sudi mengakui bila Bani Makhzum akhirnya harus kalah dari Bani Hasyim karena Bani Hasyim sekarang memiliki seorang Nabi sedangkan Bani Makhzum tidak. Karena sikap hasudnya hingga dia terang-terangan menolak kebenaran inilah maka tersematlah gelar “Abu Jahal” tersebut dari Allah.

Dari keberadaan sosok dan karakter Abu Jahal ini, patut kiranya kita mengambil ibrah, bahwa kebodohan yang hakiki bukanlah ketika kita lemah kognisi, miskin wawasan, tak punya setumpuk gelar karena tak tuntas menempuh pendidikan formal, buta huruf dan buta aksara, dan seterusnya.

Kebodohan hakiki adalah ketika kepandaian, kecerdasan, dan ketajaman akal kita mampu melihat kebenaran, namun pada akhirnya harus tertutup kabut kedengkian, kesombongan dan fanatisme ala masa jahiliyah.

Kebodohan hakiki, kesombongan, dan kebencian adalah ibarat saudara kembar yang sulit dipisahkan. Manusia menjadi semakin bodoh, sombong, dan mudah membenci karena pengagungan berlebihan terhadap egonya sendiri. Juga karena ketakutannya yang akut, yang membuatnya tak sudi menerima bila ada manusia lain dianggap lebih mulia dari dirinya. Akibatnya, manusia dengan karakter semacam ini akan dengan mudah terjatuh pada tindakan keji, menghalalkan segala cara, termasuk di dalamnya aksi kejahatan, kekerasan hingga rencana pembunuhan, sebagaimana yang dirancang Abu Jahal dan sekutunya terhadap Rasulullah s.a.w.

Mungkin inilah yang dimaksud Ibnu Rusyd ketika dia menyatakan, “Kebodohan menggiring kepada ketakutan, ketakutan menggiring kepada kebencian, dan kebencian menggiring kepada kekerasan. Beginilah urut-urutannya.”

Wallahu ‘a’lam..

EH/Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *