Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 04 April 2017

Mbah Sarkub ‘Sarjana Kuburan’ di Mata Gus Mus


islamindonesia.id – Mbah Sarkub ‘Sarjana Kuburan’ di Mata Gus Mus

 

Bertempat di Desa Menganti Kecematan Kedung, Jepara, Pengasuh Ponpes Raudhatu Thalibin KH Ahmad ‘Gus Mus’ Mustafa Bisri memperingati hari wafatnya Simbah Shobiburrohman bin Simbah H. Anwar di tahun kedelapan (30/3). Di depan jemaah yang hadir, Gus Mus berkisah banyak hal soal sosok unik yang dikenal dengan sebutan Kiai Nyentrik, ‘Kiai Jalanan’, bahkan ada yang terang-terangan menyebutnya sebagai Wali.

Lalu siapakah KH. Shobiburrohman ini? Gus Mus mengatakan, almarhum semasa hidupnya suka menyebut dirinya Sarkub alias Sarjana Kuburan ini sering ke rumah dengan penampilan khas. Pertama kali berkenalan dengan Gus Mus, Sarkub berpenampilan bagai petani.

Namun penampilan itu hanya tampak pada perkenalan pertama dan kedatangan selanjutnya Sarkub tampak dengan penampilan berbeda. Simbah Shobiburrohman itu berpenampilan antara citra kiai, pengusaha, dan rakyat jelata.

“Mengenakan jas, peci hitam yang lancip, selalu naik mobil yang cukup mewah –paling sering naik jeep Mercedes Benz– dan memakai sandal japit atau bahkan kadang nyeker, tanpa alas kaki,” kata Gus Mus seperti ia kisahkan di akun facebooknya, 30/3.

Kebiasaan istimewa tokoh ini saat menyambangi rumah Gus Mus ialah duduk sebentar, lalu minta izin ke dapur dan membagi-bagi uang kepada siapa saja yang ada di dapur. Setelah itu, ia minta izin untuk memberi uang kepada keluarga Gus Mus, sepertinya ibunya (almarhumah Nyai Ma’rufah Bisri), kepada kakak perempuannya (Nyai Muhsinah Cholil), dan istrinya (almarhumah Ibu Siti Fatmah).

“Kemudian bergegas kesana – kemari untuk memberikan uang tidak hanya kepada mereka yang dituju, tapi juga kepada siapa saja yang berpapasan; apakah itu anak-anak, santri, atau orang yang kebetulan lewat,” kisah jebolan Al Azhar Mesir itu.

Sedemikian sehingga, hampir semua penduduk seputar lingkungan pondok tempat Gus Mus berdomisili hafal kebiasaan istimewa ini. Jika memperhatikan jasnya yang tampak kebesaran dan memiliki banyak saku itu, ternyata bukan sembarang jas.

“Rupanya saku-saku jas itu penuh dengan uang dan masing-masing, berisi uang dengan nominal sendiri-sendiri: saku ini berisi ratusan ribu; saku itu, lima puluhan ribu; yang ini, dua puluhan ribu; yang itu, sepuluhan… Jadi setiap orang ‘punya saku’-nya sendiri di jas tokoh kita ini,” kata Gus Mus.

Bagi mantan Rais Am PBNU ini, pasti kebiasaan membagi-bagi uang itu tidak hanya di tempatnya saja. Sebelumnya Gus Mus memang pernah mendengar kebiasaan ‘kiai-pengusaha’ dermawan ini.

“Dan ini hanyalah salah satu dari keistimewaan tokoh kiai yang mengaku pernah menjadi khadam atau pelayannya Mbah Kiai Romli Tamim Rejoso,” kata ulama asal Rembang ini.

Nah, Kiai yang – menurut Gus Mus seperti halnya Waliyullah Syeikh Bahlul dari Baghdad — suka ziarah ke kuburan ini, 8 tahun yang lalu wafat setelah sehari sebelumnya ziarah ke makam Sunan Muria. Karena itu, pada akhir bulan Maret lalu, diperingati haul tokoh yang juga masyhur dikenal dengan panggilan Mbah Shobib di kediamannya Menganti, Jepara.

Meski telah delapan tahun lebih lamanya, Gus Mus tak lupa bagaimana ia menyaksikan almarhum pertama kali dalam hidupnya. Ketika itu, Gus Mus sedang duduk sendiri di ruang tamu, setelah tamu-tamu pamit pulang, lalu datang-lah seorang tua berpakaian petani.

“Seperti baru saja mentas dari sawah,” katanya.

Begitu sampai pintu rumah, ia buka tudung kepalanya dan dengan berjongkok mendatangi Pengasuh Ponpes Raudhatu Thalibin itu. “Aku buru-buru mendapatkannya dan ‘mendudukkannya’ di sebelahku,” kata Gus Mus.

Dengan sangat sopan, ia memperkenalkan dirinya hingga membuat Gus Mus kaget.

“Inikah tokoh yang selama ini diceritakan orang dengan berbagai sebutan, seperti Kiai Khos, Kiai Nyentrik, ‘Kiai Jalanan’, bahkan ada yang terang-terangan menyebutnya sebagai Wali? Kiai yang sering menolong orang dengan menyamar sebagai orang lain?”

Selain bersilaturahmi, sang tamu itu juga minta izin untuk memberi ‘uang jajan’ kepada anak-anak TK Masyithoh yang letaknya di sebelah rumah Gus Mus. Dia minta tolong ibu guru TK menjelaskan kehadirannya, sebelum kemudian membagikan uang kepada anak-anak sambil mengatakan, “Mbah dimintakan ampun kepada Allah ya!”

Pada Haul Mbah Shohib yang kedelapan itu, Gus Mus  menegaskan, dirinya menyebut almarhum sebagai wali karena keistiqamahannya. Apalagi kata para sufi, al istiqamah khair min alfi karamah, istiqamah lebih utama dari 100 keramat.

Wali imbuh Gus Mus bisa diidentifikasi. “Wali bukan yang bisa terbang di atas comberan, atau yang bisa menggandakan uang tetapi karena istiqamahnya,” paparnya seperti dikuti portal resmi NU. []

 

YS/ islam indonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *