Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 12 January 2020

Jawahir Roble, Muslimah Pertama yang Menjadi Wasit Sepakbola di Inggris


islamindonesia.id – Jawahir Roble, Muslimah Pertama yang Menjadi Wasit Sepakbola di Inggris

Pada suatu sore yang cerah, sekelompok ibu berjilbab duduk di bangku lapangan sepak bola, menyaksikan putri-putri mereka bermain sepak bola di gelanggang rekreasi Stonebridge di barat laut kota London, Inggris.

Seiring dengan munculnya demam Piala Dunia di Inggris, antusiasme para anak perempuan untuk sesi pelatihan bersesuaian dengan kekaguman mereka terhadap pelatih dan wasit mereka, Jawahir Roble, yang biasa dipanggil JJ.

Pelatihan ini merupakan bagian dari inisiatif nasional Inggris yang disponsori oleh Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) dan bertujuan untuk memberi manfaat kepada lebih dari 20.000 anak perempuan berusia lima hingga sebelas tahun di seluruh Inggris.

Jawahir Roble ketika sedang melatih anak-anak perempuan. Foto: Moulid Hujale

Program ini, yang diluncurkan oleh FA pada tahun 2017, bertujuan untuk memperluas partisipasi anak perempuan dalam olahraga ini pada tahun 2020.

Tetapi JJ lah, seorang pengungsi Somalia yang biasa bermain sepak bola diiringi suara letusan senjata, yang benar-benar berhasil menembus berbagai rintangan untuk mencapai lapangan ini. Dia adalah wasit Muslim wanita pertama di dunia persepakbolaan Inggris.

Dengan beberapa penghargaan, termasuk gong pertandingan resmi di penghargaan kehormatan FA 2017, dan pengakuan dalam kategori sports personality pada ajang penghargaan prestasi di Somalia, dia membintangi kampanye peluncuran perlengkapan desain baru Nike untuk tim sepak bola wanita Inggris.

Jawahir Roble menjadi bintang produk Nike. Foto: Lauren Maccabee

Namun kini pandangannya tertuju untuk wasit Piala Dunia Wanita 2023. “Itu tantangan saya berikutnya, itu akan menjadi mimpi yang menjadi kenyataan,” katanya.

Dilahirkan di Somalia, ketika masih kecil dia dan keluarganya melarikan diri dari perang yang berkecamuk di sana. Dia sampai ke Inggris pada saat usianya masih sepuluh tahun.

Cintanya kepada sepakbola dimulai di rumahnya, di Mogadishu, ketika dia bermain dengan anak-anak di sekitar rumahnya, bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di antara pihak-pihak yang bertikai di tengah kota.

“Kami terbiasa mendengar suara tembakan yang keras saat bermain di halaman dan kemudian berlari kembali ke rumah,” kenangnya. “Ibu selalu berlari mencariku dan memintaku untuk tetap tinggal di dalam rumah, tetapi kami akan segera berkumpul kembali setelah tembakan berhenti dan melanjutkan permainan.”

Tanpa sumber daya dan kurangnya peralatan olahraga, dia terbiasa berimprovisasi dengan apa pun yang bisa dia dapatkan.

 “Kami tidak memiliki bola sepak yang layak, kami terkadang menggunakan kentang sebagai bola sepak, kami biasa membuat bola dari koran dan pakaian usang,” katanya.

Datang ke Inggris berarti mengakhiri hidup dalam ketakutan, tetapi juga memiliki tantangan sendiri.

“Mendarat di Heathrow bagaikan mimpi, saya ingat betapa senangnya saya! Kami datang dengan selamat,” katanya. “Ada banyak orang yang terhenti di tengah jalan, jadi kami termasuk yang beruntung.”

Di sekolah, untuk pertama kalinya dia melihat peralatan olahraga yang “layak dan modern”. “Saya kagum, mereka memiliki bola sepak yang layak, kaus kaki panjang, presisi yang tepat,” katanya.

Tidak dapat berbicara bahasa Inggris, dia membentuk tim sepak bola sendiri, mencari teman-teman baru. Dan karena hasratnya untuk bermain bola, itu membuatnya lebih termotivasi untuk memahami bahasa Inggris.

“Saya begitu tergila-gila, saya bermain setiap hari pada waktu istirahat makan siang dan bahkan setelah pulang sekolah,” katanya.

Jawahir kemudian melanjutkan minatnya dengan mengambil kursus untuk menjadi pelatih. Setelah mendapatkan kualifikasi dari FA, dia kemudian mengambil kursus lainnya di FA Middlesex, yaitu untuk menjadi wasit profesional. Dengan cepat dia dapat berkembang dari permainan kelas anak-anak ke tingkat dewasa.

Sebagai seorang Muslim yang taat, dia mengenakan jilbab sepanjang karirnya.

“Begitu saya berada di lapangan dan meniup peluit untuk memulai permainan, saya bukan seorang pengungsi, jilbab saya bukan persoalan, jenis kelamin atau warna kulit saya bukan persoalan, saya seorang wasit dan saya tahu bagaimana melakukan pekerjaan saya dengan baik, itu saja,” ujarnya.

“Saya melihatnya di mata mereka, beberapa pemain dan juga penggemar, ketidakyakinan (terhadap kemampuan diriku) di wajah mereka begitu jelas,” katanya.

“Tapi saya tidak membiarkan itu menghentikanku untuk melakukan pekerjaan saya. Wasit adalah pekerjaan yang sulit, ada banyak tekanan, Anda harus fokus dan membuat keputusan degan cepat, jadi saya tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang orang pikirkan tentang saya.

“Ketika pertandingan berakhir, mereka menyadari kemampuanku. Beberapa bahkan akan mendatangi saya untuk mengucapkan terima kasih, mereka bagaikan berkata: ‘Dia adalah wasit terbaik yang pernah kita miliki.’.”

Jawahir telah menjadi panutan bagi gadis-gadis muda di komunitasnya. Gadis-gadis yang dia latih di Stonebridge memiliki seseorang yang mirip dengan mereka di lapangan dan dukungan dari keluarga mereka dan masyarakat Somalia yang lebih luas.

Tetapi orang tua Jawahir sendiri pada awalnya merasa tidak nyaman. “Saya tidak mendapat dukungan seperti itu dari orang tua saya pada awalnya, mereka menyarankan saya untuk berkonsentrasi pada studi saya,” katanya.

“Itu tidak mudah, tetapi mereka sekarang telah menerima saya dan mendukung saya karena mereka percaya pada saya.”

Ambisinya jauh melampaui dari sekedar menjadi wasit Piala Dunia – Jawahir ingin mendirikan akademi pelatihan di negara asalnya, dan melatih tim sepak bola nasional wanita Somalia. “Saya pasti akan melakukan itu, saya tidak bisa menunggu sampai Somalia menjadi damai,” katanya.

Untuk sementara itu, dia terus menginspirasi gadis-gadis muda: “Saya ingin membuat mereka menjadi besar, kami baru memulai kecil-kecilan, tetapi masa depan mereka cerah.”

PH/IslamIndonesia/Sumber: The Guardian/Foto Utama: Barcroft Images / History A+E

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *